Share

ISTRIKU DITIKUNG POLISI
ISTRIKU DITIKUNG POLISI
Author: Pejuang Online

01. Pengkhianatan Hanum

"Dasar mantu tidak berguna! Mokondo! Nyesel saya nikahin kamu sama Hanum," maki seorang wanita tua kepada lelaki yang baru saja keluar dari rumahnya.

"Ada apa sih, Bu, marah-marah terus?" tanya seorang wanita yang keluar dari kamar.

"Suami kamu tuh ngeselin banget. Tiap dimintain uang, bilangnya gak punya melulu," keluh wanita yang dipanggil Ibu.

"Ya wajar, Bu. Mas Alvandra kan cuma supir angkot. Penghasilannya pas-pasan untuk kebutuhan kita sehari-hari," bela istri Alvan.

"Kamu juga, Num, kenapa harus nikah sama laki kere? Kayak gak ada yang lain aja." Kini cacian beralih ke anak perempuannya.

"Bu, kalo Ibu mau punya mantu kaya, Ibu harus modalin aku. Minimal beliin aku baju, sepatu sama tas ber-merk."

"Kenapa Ibu harus modalin kamu? Mending uangnya Ibu pake buat usaha minjemin duit, pasti cepet balik modal," ucap Ibu Hanum sarkas.

"Dih ... mending kalo bayarnya pada bener. Orang tiap ditagih pasti jawabnya 'tar ... sok ... tar ... sok' terus, kayak Ibu," cibir Hanum.

"Emang bener nggak ada duitnya, apa yang mau dikasih? Emangnya kamu mau, jadi jaminan utang?"

"Ih ... ogah." Hanum bergidik ngeri.

"Makanya suruh suami kamu cari uang yang banyak, biar bisa bayarin utang rumah ini yang sudah numpuk di warung," ujar Ibu Hanum seraya meninggalkan anaknya keluar rumah.

Hanum menggelengkan kepala melihat kepergian ibunya. Jika boleh jujur, sebenarnya dia pun sudah bosan hidup susah. Alvan - suaminya hanya bekerja sebagai supir angkot. Ingin bekerja, tetapi belum ada lowongan.

"Dek, ini uang hasil narik hari ini." Alvandra menyerahkan lembaran uang kertas lusuh kepada Hanum di sore hari saat dia baru pulang.

Hanum menerima kemudian menghitungnya. "Cuma segini, Mas? Buat bayar hutang ke warung aja masih kurang."

"Mau gimana lagi, Dek? Hari ini tarikan sepi. Apalagi sejak ada ojek online, orang-orang jadi pada males naik angkot," papar Alvan dengan wajah lelah.

"Makanya Mas itu cari kerjaan lain, jangan cuma narik angkot aja," ujar Hanum memberi saran.

"Iya, nanti Mas coba tanya-tanya ke teman." Alvandra memasuki kamar diikuti Hanum.

"Num, mana uang buat belanja?" seru Ibu Hanum dari luar kamar menadahkan tangan.

Hanum menyerahkan uang yang tadi dipegang kepada ibu kandungnya. Mata ibu Hanum seketika membola saat sudah menghitung jumlah uang ditangannya.

"Apa-apaan ini? Cuma tiga puluh ribu? Buat jajan dua adik kamu saja kurang. Kamu pikir beras sama teman-temannya itu gratis?" makian kembali terdengar di rumah itu.

Alvandra menunduk dalam. Dia tidak menjawab pertanyaan ibu mertua, karena jika dijawab pun percuma. Apa yang keluar dari mulutnya selalu salah. Setiap hari pasti ada saja makian, cacian serta hinaan yang dilontarkan ibu Hanum kepada dirinya.

"Enggak ada lagi, Bu. Mas Alvandra cuma dapat uang segitu" timpal Hanum.

"Halah ... banyak alasan. Bilang aja suami kamu itu malas. Mokondo emang!" Ibu Hanum mengeluarkan caciannya kembali.

"Pokoknya Ibu enggak mau tahu, kekurangan hari ini harus diganti dua kali lipat selain jatah biasanya," pungkas ibu Hanum.

Hanum memandang iba kepada suaminya yang masih menunduk. Ingin membela, tetapi dia tidak punya daya.

Hari-hari pun berlalu.

Alvandra pulang ke rumah dengan langkah ringan. Dia membawa kabar gembira untuk istri dan juga keluarganya.

"Dek, ada yang nawarin Mas kerja. Gajinya besar," kata Alvandra dengan senyuman terkembang. Wajah tampannya semakin terlihat mempersona.

Bola mata Hanum berbinar, senyum lebar tercipta di bibir tipisnya. "Benarkah, Mas? Kerja apa? Dimana?" Cecar Hanum penasaran.

"Jadi supir, Dek. Di negeri Jiran, Malaysia," jawab Alvan.

Senyum di bibir Hanum seketika memudar. Sudah terbayang hari-harinya akan terasa sepi tanpa kehadiran Alvan. "Jauh amat, Mas."

"Iya, Dek. Mas terpaksa terima tawaran itu karena cari kerja di sini susah. Kalo Mas udah kerja, kamu enggak akan denger lagi Ibu marah-marah. Dia pasti senang mendengar berita ini," ungkap Alvan antusias.

Mau tak mau Hanum menerima keputusan Alvandra. Dan benar saja, ibu Hanum langsung bersorak gembira ketika mendapat kabar itu.

Beberapa hari setelahnya, Alvan pun berangkat mengadu nasib di negara tetangga selepas semua urusan administrasi selesai.

***

Dua tahun sudah Alvanxra di negara yang terkenal menara kembarnya. Dan, kini saatnya pulang ke kampung halaman karena rasa rindu yang sudah menggebu terpaksa Alvan meminta cuti untuk beberapa waktu.

Selama ini, Alvandra hanya berkirim uang serta berkirim pesan saja melalu benda pintarnya saja. Namun ada saja masalah yang memancing emosi Alvan ketika sang istri menuduhnya macam-macam.

Hati Alvandra berbunga ketika kakinya menginjak tanah Indonesia. Negeri yang selalu dia rindukan setiap saat, terlebih kepada seseorang yang selalu mengisi relung hatinya. Dua tahun sudah Alvan mengais rejeki di negeri tetangga, kini dia memiliki kesempatan untuk pulang ke tanah air.

Setelah turun dari taksi yang membawanya dari bandara ke rumah, Alvan memandangi bangunan sederhana di depannya. Masih sama seperti saat dia berangkat dahulu.

Alvandra membuka pintu yang tidak terkunci lalu masuk ke dalam. Tak ada satupun orang dia jumpai di dalam rumah. Selain istrinya, ibu dan bapak mertua serta dua adik dari istrinya pun tinggal di sana.

"Kok sepi, ya? Kemana perginya orang-orang?" gumam Alvan dengan pandangan mengedar.

Alvandra kembali melanjutkan langkah menuju kamarnya. Ia masih ingat di mana letak area pribadinya dengan sang Istri. Semakin mendekati kamar, sayup-sayup Alvan mendengar ada suara-suara yang dia hafal bukan suara orang yang sedang bercakap-cakap.

"Sshh ... aahh ...."

"Lagi, Mas ... uhh ... lebih cepat ... aahh ...."

Suara desahan dan erangan dari laki-laki dan perempuan yang saling bersahutan, terdengar jelas oleh Alvan saat sudah menghentikan langkahnya di depan pintu kamar. Antara penasaran dan gusar, lelaki rupawan itu mencoba membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.

Darahnya seketika mendidih saat disuguhi pemandangan yang sangat menjijikkan. Istri yang dirindukan sedang berada dibawah kungkungan seorang laki-laki. Dia bisa melihat bagaimana bernafsunya kedua manusia berlainan jenis itu dalam mengejar kenikmatan dan kepuasan.

"Aargh ...."

Erangan dari kedua manusia yang sudah mencapai klimaks itu terdengar begitu menyakitkan di telinga Alvan. Hatinya bagai teriris sembilu.

Dengan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun, Alvan segera menghampiri dua manusia laknat yang sudah menorehkan luka mendalam di hati.

Bugh! bugh!

Alvandra pun mendaratkan beberapa pukulan di wajah dan perut lelaki yang sedang berada di atas tubuh Hanum - istrinya. Mendapat serangan dadakan dari Alvan, membuat lelaki itu tak mampu melawan, ditambah lagi dia baru saja mengeluarkan banyak tenaga demi mendapatkan kepuasan.

Sang wanita hanya bisa menjerit, melihat lelaki yang sudah menggagahinya dihajar habis-habisan oleh Alvandra.

"Jahanam ... !! Dasar manusia - manusia sampah, laknat!" maki Alvandra murka. Matanya merah menyala. Kobaran amarah seakan sudah membakar hatinya.

"Tutup mulutmu, Mas!" pekik Hanum.

Wanita itu meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya lalu ia turun dari ranjang, kemudian menghampiri lelaki yang sudah tergeletak dan babak belur di sisi ranjang.

Alvandra melihat bagaimana perhatiannya sang Istri kepada lelaki itu. Tanpa rasa bersalah kepada suaminya, wanita itu mengelus juga meniup luka-luka yang disebabkan oleh Alvan.

"Aku mencintainya. Dia lebih segalanya dibandingkan kamu. Kamu hanya lelaki kere dan tak mampu membuat aku puas dalam urusan ranjang," sambung Hanum membela lelaki yang sudah berhasil memberikan kepuasan di atas ranjang di mana ranjang itu dulu menjadi saksi percintaan antara Alvandra dan Hanum. Tetapi kali ini, ranjang itu menjadi saksi pengkhiantan sang istri kepadanya.

Alvandra menggelengkan kepala tak percaya atas perkataan wanitanya. Ia kecewa, ternyata Hanum tak sebaik yang ia kira. Hanum ternyata tak setia seperti harapan Alvan sebelumnya.

Alvandra menggerakkan bola matanya mengitari ruangan yang pernah menjadi tempat terhangat dan terindah kala dia belum merantau. Kini kamar itu menjadi tempat pertama yang ingin segera dilupakan.

Mata Alvandra membola ketika melihat baju yang teronggok di lantai. Baju itu merupakan seragam dari salah satu institusi sipil. Ternyata selingkuhan Hanum adalah anggota kepolisian, pikir Alvandra.

Alvandra Zayn Malik menikahi gadis bernama Hanum Attabina. Pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya. Tetapi belum juga diberi momongan. Menyadari mencari pekerjaan di negara sendiri amatlah susah, terpaksa Alvan merantau ke negara tetangga.

Memang Alvandra akui, komunikasi saat dirinya di perantauan dengan sang istri kurang baik. Sering kali Hanum menuduh Alvandra yang bukan-bukan. Entah dari mana asalnya, ada gosip yang beredar mengatakan jika Alvan di negara sana sudah menikah lagi dan punya anak.

Padahal Alvandra bekerja di sana pun tidak sendiri, ada tetangga dari Hanum yang ikut serta. Tentu saja tetangganya itu bisa menjadi saksi bahwa gosip itu tidaklah benar alias fitnah semata.

Berulang kali Alvandra menjelaskan kepada Hanum juga keluarganya, tetapi tak seorang pun yang percaya akan ucapan Alvandra. Bahkan Alvandra pun sebelum kerja jauh sempat dikucilkan dan tidak dipedulikan oleh istri dan juga keluarga mertua.

Sungguh, fitnah itu amatlah kejam Alvandra rasakan. Betapapun ia berusaha meyakinkan sang istri, tetapi sepertinya hati Hanum sudah membatu. Entah dengan cara apa lagi Alvandra membuktikan bahwa apa yang Hanum dengar itu hanyalah gosip murahan saja.

Besambung ...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ade Hamzah
Bagus ceritanya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status