Alvandra membawa Almira ke rumah kontrakan setelah semua permasalahan administrasi terselesaikan, dengan diantar oleh Henry. Seperti biasa, para pemburu berita mengekor di belakang pengacara kawakan tersebut. Dan ... akhirnya para tetangga pun tahu kisah tentang Almira yang ternyata ibu dari tetangga mereka.Ibu dan anak itu memulai hidup baru mereka di sebuah kontrakan kecil. Ternyata apa yang dikhawatirkan Alvandra tidak terjadi. Para tetangga malah mensupport Almira supaya bangkit dari keterpurukannya."Pak RT, ibu saya mau minta izin untuk tinggal di kampung sini," ucap Alvandra dengan hati-hati. Ia khawatir mendapat penolakan.Alvandra mendatangi rumah RT setempat setelah Almira tinggal satu hari di kontrakannya. Sebagai pendatang, ia paham akan aturan yang berlaku di kawasan tersebut."Tentu saja, Nak Alvan. Tidak ada yang melarang ibu Nak Alvan untuk tinggal di sini. Kami justru bersimpati akan perjuangan Bu Almira supaya bebas, di mana ia sebenarnya adalah korban," sambut Dam
Berulang kali Aluna memukuli dadanya yang terasa sesak. Hatinya berdenyut perih kala membayangkan netra Alvandra yang berkaca-kaca sembari mengutarakan perasaannya. Ternyata lelaki itupun menyimpan perasaan yang sama, tetapi harus ditelan kembali karena sang gadis langsung menutup pintu hatinya.Dihadapan lelaki pujaannya, Aluna berusaha bersikap tegar. Tak sedikit pun ia meneteskan air mata karena semuanya sudah tercurah di malam sebelumnya. Itu kenapa matanya nampak sedikit bengkak.Keputusan untuk jujur kepada Alvandra sudah ia pikirkan jauh-jauh hari, semenjak dirinya berjanji kepada sang Daddy. Namun ia tak tahu jika rasanya akan sesakit ini.Aluna menceritakan alasan kenapa mereka tak bisa bersama. Ia pikir lebih baik sekarang diungkapkan semua, Ia tak ingin Alvandra terus bertanya-tanya. Biarlah sakit sekalian, toh nanti juga sembuh sendiri, pikir Aluna.Seharusnya kedua insan itu bahagia karena cinta mereka saling bersambut tetapi karena perbedaan status sosial, kini hanya kes
"Tolong!" Alvandra berteriak meminta pertolongan.Dalam pangkuannya sang bunda sudah sangat lemah. Darah terus mengalir dari belakang kepalanya.Melihat kedatangan Alvandra, Robby berusaha mencari jalan keluar. Ia berkeliling di dalam rumah Alvandra mencari pintu keluar, tapi ternyata tak ada. Mau kabur lewat jendela, ternyata dipasang teralis besi.Di tengah keputusasaan, ia melihat celah untuk kabur saat Alvandra sedang sibuk dengan ibunya di ambang pintu. Dengan langkah perlahan, ia menyusup di belakang Alvandra melewatinya. Namun baru juga kakinya menginjak teras, ia melihat beberapa warga mendatangi rumah Alvandra.Sontak Robby berlari secepat kilat. Ia melompati pagar tembok yang tingginya hanya sebatas pinggang."Hei, jangan kabur! Cepat tangkap dia!" pekik Damar kepada beberapa warga yang berada di belakangnya sambil menunjuk Robby yang sudah berada di luar pagar rumah Alvandra.Beberapa warga berlari mengejar Robby, sementara sebagian lagi menghampiri Alvandra yang terus mera
Mobil ambulans yang membawa jenazah Almira tiba di kediaman Damar. Tadinya Alvandra bingung mau disemayamkan di mana jasad ibunya tersebut sebab rumahnya masih ditutup polisi. Kalaupun langsung dibawa ke pemakaman, dia belum menghubungi pihak pengelola pemakaman.Beruntung Damar berbaik hati memberikan solusi kepada Alvandra. Bahkan untuk pengurusan di pemakaman pun sudah ada yang mengatasi. Anak dari almarhumah Almira tersebut merasa bernasib baik memiliki tetangga yang begitu peduli terhadap dirinya.Tidak banyak yang datang melayat, hanya para tetangganya karena memang Alvandra hanya memberitahu pihak kantor saja. Danu yang mana adalah adik kandung ibunya pun tak ia kabari sebab melihat sikap pamannya yang semenjak Almira tersandung kasus Sugandi tidak menunjukkan respect sama sekali, membuat Alvandra mengambil kesimpulan jika hubungan kekerabatan mereka sudah putus.Alvandra duduk bersila di dekat jenazah Almira sembari membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Ia berusaha mengalihkan kedukaan
"Mbak Mira," gumam seorang pria dengan netra yang mulai menghangat dan dada yang serasa sesak.Lelaki itu menatap nanar layar televisi yang menayangkan siaran langsung pemakaman seorang wanita yang sangat ia kenal dan kini menjadi viral. Perasaan bersalah mulai melingkupi hati kala membayangkan apa yang telah ia lakukan dulu terhadap saudara kandungnya itu.Ya, dia adalah Danu. Seorang lelaki pengecut yang lebih takut istri daripada Tuhan-nya."Maafin aku, Mbak. Seharusnya waktu itu aku dengerin dulu penjelasan Mbak," sesalnya lirih."Mas! Kamu ngapain, sih, pake nonton berita sampah gini?"Tubuh Danu sedikit terperanjat mendengar teriakan seorang wanita di belakangnya. Lantas ia menoleh kepada wanita yang masih sah sebagai istrinya itu."Memangnya kenapa? Aku cuma mengikuti pemakaman kakakku dari jauh. Apa itu salah?" timpal Danu dengan nada sedikit tinggi.Hala menaikkan sebelah alisnya. Kemasukan setan apa suaminya berani berbicara tinggi seperti itu, pikir Hala."Kamu kesurupan, M
Di sebuah tempat di Timur Tengah."Tuan, Anda harus melihat ini!"Hasan yang baru tiba di mansion megah Ghazi memperlihatkan tablet yang ia bawa kepada majikannya. Layar tablet itu sedang memutar video berita tentang Almira juga Alvandra.Terlihat di sana Alvandra sedang berada di pemakaman, lalu batu nisan yang bertuliskan nama Almira tersorot kamera. Rupanya Hasan baru mendapatkan berita itu beberapa saat yang lalu. Di mana di Indonesia berita itu sudah ramai beberapa hari ke belakang.Ghazi terdiam setelah melihat video itu. Terlalu banyak urusan di perusahaan, membuat dirinya juga Hasan sedikit melupakan tentang Alvandra. Dan sekarang ia terlihat menyesal."Cepat kau pergi ke negara itu. Jangan sampai kita terlambat lagi," perintah Ghazi."Sepertinya lawan anak itu tidak bisa dianggap enteng. Kalau benar dia anak keturunanku, pasti Zayn akan terus menghantui mimpiku," sambungnya."Baik, Tuan. Selepas urusan kantor, saya akan langsung berangkat bersama beberapa anak buah," sambut H
Aluna memacu pelan kendaraan roda empatnya. Ia ingin menghilangkan kejenuhan sebab tak ada yang bisa ia ajak bicara tentang isi hatinya. Berbicara dengan Camilla hanya akan menambah beban pikiran, sebab ibunya pasti akan bersuara sama seperti ayahnya.Mau mendekati teman-teman semasa sekolah dan kuliah, dia merasa tak enak. Semenjak disibukkan dengan pekerjaan dan kehidupan masing-masing, komunikasi dengan mereka seakan terputus.Akhirnya gadis yang sedang patah hati itu hanya menyusuri jalanan kota yang cukup lengang di akhir pekan ini. Hingga tanpa disadari, kendaraan roda empatnya melaju ke arah rumah Alvandra."Eh! Kenapa aku malah ke sini?"Aluna menepuk keningnya kala mengenali jalan yang sedang dilewati. Beberapa meter lagi dia sampai di persimpangan jalan menuju rumah Alvandra."Ternyata kaki dan tanganku pun merindukan lelaki itu sampai mereka menggerakkan sendiri mobil ini kemari," gumamnya seraya terkekeh.Berhubung hampir mendekati rumah Alvandra, Aluna pun berniat untuk
Matahari baru saja menyembunyikan diri sehingga gurat kemerahan masih nampak di ujung barat langit. Di sebuah lorong sempit, terlihat seorang pria bertopi berjalan tergesa sembari menenteng kantong plastik hitam.Tok! Tok!Di depan pintu kayu yang nampak rapuh, ia mengetuk pintu pelan. Khawatir akan terdengar orang lain, ia pun memanggil orang di dalamnya pelan saja."Bos!"Klotak!Terdengar selot kunci tergeser, tak lama pintu terbuka namun hanya sebatas satu jengkal saja. Pria bertopi itu pun masuk dengan memiringkan tubuhnya tanpa membuka lebar pintu.Terlihat seorang pria dengan pakaian lusuh dan rambut gondrong duduk bersila di lantai beralaskan tikar. Di depannya sebuah laptop tengah menyala menampilkan foto seorang lelaki gagah berseragam polisi dengan tulisan 'BURONAN' di bawahnya lalu ada keterangan tambahan akan ada hadiah sejumlah uang bagi yang bisa membawanya hidup-hidup."Bos, ini makanannya," ucap pria bertopi meletakkan bungkusan yang tadi dibawanya."Gimana keadaan di