Bismillah
"Istriku Kuyang"
#part_6
#by: Ratna Dewi Lestari.
Aku lalu bersembunyi di bawah mobil. Samar-samar kulihat bayangan melesat mendekat. Ku tutup mulut dengan tangan yang bergetar. Sosok itu mengitari mobil seperti mencari sesuatu. Peluh membanjiri wajah dan tubuhku.
Jelas terlihat dimataku dengan jarak dua meter, bagian bawah makhluk itu hampir menyentuh tanah. Usus terburai dengan ginjal, hati, dan organ dalam lain menggantung. Darah menetes di tanah seiring dengan pergerakannya melayang hampir menyentuh tanganku.
Sungguh beruntung nasibku, tak lama makhluk itu terbang menjauh. Perlahan aku keluar dari persembunyianku. Ku tatap dua kepala dengan usus terburai melayang cukup jauh dari tempatku berdiri. Sudah kadung tau siapa Arini, aku memilih untuk mengikuti kedua sosok itu yang kutahu itu ibu dan juga Arini.
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_7#by: Ratna Dewi Lestari Tiba-tiba kulihat sekelebat bayangan hitam hampir mengenai kepalaku. Aku pun segera merunduk. Penasaran bercampur takut. Setelah kuperhatikan dengan seksama, rupanya bayangan itu hanya bayangan kalelawar pemakan buah yang sedang melintas. Srek-srek-srek! Sekilas kudengar suara langkah kaki yang di seret perlahan. Belum sempat ku berbalik sesuatu membekap mulutku kuat. Aku sempat berontak, tapi begitu ia mengusung sebuah parang panjang, nyaliku berubah ciut. Aku hanya bisa pasrah ketika sosok itu menyeret paksa tubuhku. Dalam keremangan malam dengan sedikit sinar bulan sabit karena tertutup mendung, samar-samar ku lihat tangan seseorang yang berotot dan sangat kekar. Tenaga nya pun kuat. Mudah saja ketika ia membawaku masuk lebih dalam ke hutan yang tak jauh dari rumah Arini.&
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_8#by;Ratna Dewi Lestari. "Begini ... cepat kau bawa kayu ini dan juga bawang merah ini," sahut Ayah seraya menyerahkan sebuah kayu berukuran sejari kelingking orang dewasa dan bawang merah. Aku menerimanya dengan kening yang mengkerut, bingung "Jangan banyak tanya, ini penangkal kuyang. Ia tidak akan bisa mencelakaimu," jelas Ayah kemudian. Ia lalu memelukku erat. Usapan tangannya lembut menyentuh punggungku. "Terimakasih, Ayah," ucapku lirih. Air mata sempat mengalir tanpa bisa kutahan. Perih memikirkan nasib rumah tanggaku. "Maafkan Ayah, Nak. Sebenarnya Ayah sangat menyayangimu. Bagiku kamu menantu yang Ayah idam-idamkan. Itulah mengapa Ayah merahasiakan jati diri Arini," sesal Ayah. "Sekarang pergilah sebelum fajar tiba, biasanya saat seperti itu Arini dan Ibunya pulang," lanjut Ayah lagi.
Bismillah "Istriku Kuyang "#part_9# by: Ratna Dewi Lestari. "Tolong ... ada kuyang! siapa pun tolong aku!" teriakku histeris. Jarak antara aku dan mobil cukup dekat, tapi rasanya sangat jauh, aku sudah sangat lelah berlari. Arini yang sudah berubah menjadi kuyang melesat kian mendekat. Jarak kami mungkin hanya tinggal lima belas meter lagi. Rasa takut bukan kepalang, tak bisa kubayangkan jika aku tertangkap Bughhh! "Dasar sial!" makiku dalam hati. Bisa-bisanya dalam keadaan genting begini kakiku menyandung batu hingga tubuhku terjerembab di tanah yang bercampur lumpur. Belum sempat berdiri, di hadapanku Arini terbang mengambang menatapku. Ibunya tak lagi mau mengikutiku. Nampak jelas wajah Arini yang pucat dengan mata merah yang menyorot tajam. Ia mengeram marah. Darahnya menet
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_10#by:Ratna Dewi Lestari. Dok-dok-dok! " Bangun-bangun!" Aku segera terkesiap dari tidurku. Lelah masih membelenggu tubuhku. Bola mataku tiba-tiba membesar melihat seseorang tegak sembari menggedor-gedor kaca mobilku. Kuperhatikan dengan seksama, sepertinya pernah mengenal Ibu itu. "Cepat, buka!" teriaknya lagi. Dengan tergesa kubuka segera pintu mobil. Ia dengan lirih berkata," cepat pergi dari sini! ikuti aku kalau kau tak mau mati," Aku segera mengangguk cepat. Mengikuti si Ibu menjauhi rumah Arini. Suasana sekitar masih sepi. Remang-remang belum tersentuh sinar matahari pagi. Berarti aku mungkin hanya tertidur sekitar sepuluh menit saja sebelum akhirnya di bangunkan oleh si Ibu. Kami berlari menyusuri jalan menuju rumah s
Bismillah "Istriku Kuyang "#part_11#by: Ratna Dewi Lestari. "Kamu harus berani membalikkan badannya jika kami ingin terlepas dari cengkramannya. Karena jika kamu bersikukuh tetap membiarkannya hidup, hidupmu tak akan tenang. Kemanapun kamu pergi, ia bisa dengan mudah menemukanmu!" jelas Ibu warung. "Huffffttt," aku menghela nafas panjang. Sesak rasanya dadaku. Entah apa salahku masuk ke dalam lingkaran hitam ini. Memangsa atau di mangsa. Sama-sama hal yang tidak kusukai. "Pikirkan hidupmu. Pikirkan duniamu. Ini bukan akhir, tapi inilah awal dari perjalanan hidupmu. Aku hanya ingin menolong mu, karena ...," ibu tiba-tiba menghentikan ceritanya. "Karena, apa Bu?" selidikku. Penasaran dengan ucapannya. "Karena anakku dulu adalah salah satu korban kejahatan mereka," jawabnya dengan pandangan mata ke atas . Men
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_12# by: Ratna Dewi Lestari. Dengan sedikit keahlianku, perlahan ku jebol paksa jendela kamar Arini. Perlahan namun pasti, jendela itu terbuka tanpa mengeluarkan suara. Aku dengan leluasa masuk ke dalam kamar. Kaki berjinjit mendekati tubuh tanpa kepala yang kini bersandar di pintu. Kuperhatikan tubuh itu dengan seksama. Amat mengerikan. Tubuh itu utuh tapi dengan kepala yang terpenggal, tengah lehernya berongga. Ku genggam kakinya dan kutarik pelan-pelan agar ketika jatuh tidak mengeluarkan suara. Brukkkkk! Ah, sial! tubuh Arini menghentak dan menimbulkan suara yang lumayan kuat. Darahku berdesir hebat. Tamatlah riwayatku kali ini. Drap-drap-drap! Suara langkah kaki terdengar kuat menuju kamarku. Tak salah lagi. Ini past
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_13#by: Ratna Dewi Lestari. "Jangan sentuh tubuhku!" seseorang berteriak menggelegar mengagetkanku. Tanganku serta merta ku tarik dan membalikkan badan dengan segera. Tatapan mataku nanar melihat dua kepala dengan usus terburai itu menatap tajam ke arahku. Kali ini aku tak bisa mengelak. Tamatlah riwayatku, serasa nyawa sudah di ujung. Tubuhku bergetar hebat, keringat dingin mengucur deras. Jantung seakan mau copot. Seketika tubuh ku melemah dan semangat itu terbang melayang. Arini menyeringai dengan bibir yang terkembang. Mata nya menyala merah seperti darah. Ia kemudian mendekat. Aku tak kehabisan akal, tubuh Arini teronggok tak jauh dari kakiku. Aku beringsut mendekat ke tubuhnya, dan ... "Jangan, Bang! jangan lakukan itu!" pekik Arini begitu tubuhnya ku sentuh. Berniat m
Bismillah "Istriku Kuyang"#part_14#by:Ratna Dewi Lestari. "Yusuf, apa kau sudah sadar?" tanyanya dengan tatapan sinis menghujam jantung. "I--Ibu siapa?" tanyaku bingung. Aku benar-benar lupa siapa Ibu di hadapanku. "Kau lupa padaku? pada Arini, istrimu?" tanyanya penuh selidik. "Iya, Bu. Saya benar-benar tidak ingat siapa Ibu," jawabku berusaha meyakinkan. Plakkkkk! Satu tamparan mendarat di pipiku. Aku meringis menahan sakit. Pipiku berubah merah. "Kau bohong! setelah apa yang kau lakukan kepada Arini, kau pura-pura lupa ingatan!" bentaknya. Aku hanya bisa terdiam. Tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Hanya bisa pasrah karena aku memang tak mengerti apa yang ibu itu ucapkan. Perawat ya