Pov Rindu"Mana duitnya?" tanya Bu Diah."Nggak ada, pakai uang Ibu dulu, lah," sahutku.Kemudian, ia pun menghentakkan kakinya lalu bergegas ke tukang buah yang kebetulan ada di samping rumah."Mbok!" teriakku."Ada apa, Bu?" tanyanya."Mbok, nanti kalau ada suara gaduh, tolong rekam ya, Mbok!" pesanku."Rekam pakai handphone Mbok, Bu?" tanya Mbok Ani. Jelas pakai ponselnya, agar tidak terlihat rekayasa. Aku pun mengangguk, kemudian ia kembali ke kamar Arya.Tidak lama kemudian, Bu Diah pun datang membawa melon yang masih bulat. Dengan wajah yang dilipat, ia pun masuk ke dalam dapur untuk memotong melonnya
POV Rindu"Ini KTP aku, Mas," ucap Mbak Mayang tiba-tiba muncul bersama dengan kedua orang tuaku dan Reina. Bagaimana mereka bisa melakukan ini? Usahaku digagalkan begitu saja.Mas Ardan sontak kebingungan, ada dua orang Mayang di hadapannya. Mayang asli duduk di kursi rodanya. Aku pun menghampiri mereka. Mengecup semuanya dengan hormat."Jadi, kamu ...." Mas Ardan memotong perkataannya. Ia tampak tak terima dengan pengakuan bahwa Mayang yang dua hari tinggal bersamanya adalah adik kembarnya."Ya, Mas. Ini Rindu Kartika, adik kembarku yang dulu pernah diceritakan oleh keluarga," sahut Mbak Mayang."Bagaimana bisa? Bukankah kalian bilang sudah meninggal?" ungkap Mas Ardan dengan wajah masih terlihat kebingungan.Kemudian, Mbak Mayang menghampirinya. Meminta tolong aku untuk mengantarkan ke dekat suaminya."Antar aku mendekati Mas Ardan," ucap Mbak Mayang.Aku melirik ke arah Bu Diah, lalu tersenyum tipis. Ia pun tercengang, meli
Pov RinduMasih flashback"Sembarangan sekali kalau bicara, akan kuadukan pada papa," sahutku sambil berusaha kabur."Mau ke mana, kamu? Perusahaan papamu sudah hampir bangkrut, Sandi pernah berjanji akan menikahi anaknya jika usahanya sudah lancar, tapi apa? Ia tidak melaksanakan janji itu, makanya sekarang saya mau bangkrutkan lagi hingga tidak ada sisa harta secuil apa pun," terang laki-laki itu."Jangan begitu, Pak. Tolong jangan Mbak Mayang yang dijadikan istri, Pak. Biarkan saya saja," rayuku. Kemudian laki-laki yang belum kuketahui namanya bergeming."Kamu mau ke mana?" tanyanya."Tadinya mau liburan," sahutku."Ya sudah sana!" suruhnya. Namun, pesawat yang sudah kupesan tiketnya sudah berangkat."Sudah berangkat, Pak. Bawa aku pulang ke rumah Bapak saja, bukankah mau dijadikan istri?" tanyaku memastikan."Aku ...." Ia Bergeming."Kenapa? Bapak ini namanya siapa?" tanyaku."Saya Tommy Hermawan,
POV Bu DiahIni kesempatanku untuk melanjutkan misi. Mayang minta dirawat olehku. Semakin besar peluang untuk membuat Mayang stress lalu cepat mati.Ketika aku sudah mulai merawatnya, ada perbedaan dengan sikap Mayang. Ia lebih pandai dan berani. Aku pun sempat ragu jika Mayang berubah seperti ini. Namun, wajahnya memang benar-benar Mayang. Masa iya saudara kembar yang dulunya katanya sudah meninggal hidup kembali?Aku berusaha memberikan apa yang Mayang pinta di hadapan Ardan. Ini agar ia memberikan gaji besar untukku. Sulit sekali mendapatkan uang darinya untuk saat ini. Semua dikendalikan oleh Mayang.Sudah beberapa kali aku dibuat emosi olehnya, ia menyuruhku ke sana ke mari, menyuruhku menyuapi dan terakhir membeli buah yang ia inginkan.Ketika itu, aku kesal padanya, ingin rasanya menjadikan Mayang tersiksa tak mampu menggerakkan kakinya. Kulihat minyak ada di dekat pisau buah. Setelah memotong melon, aku siram m
Pov Bu DiahAda Mayang yang hanya terdiam melihat kondisiku saat ini. Apalagi kedua orang tuanya. Mereka di luar tak menyaksikan penuturan dokter tadi."Kamu bisa prihatin sedikit, nggak! " sentakku pada Rindu."Dasar wanita bisanya nyusahin! Kan bisa tadi hati-hati jalannya supaya nggak kepeleset! " sindir Rindu. Ia benar-benar membuatku muak."Sudahlah Rindu, jangan begitu, " pinta Mayang. Aku rasa di dalam hatinya saat ini sedang menertawakan kondisi Ibu mertuanya.Apalagi dengan Anika, pasti ia tertawa akan ketidakberdayaan aku saat ini."Mayang, ngapain sih iba dengan manusia nggak ada belas kasih ini? Dia adalah wanita yang telah membuatmu tersiksa! " tekan Rindu kepada Mayang. Aku lihat Mayang menghela napas, lalu bicara tenang pasa saudara kembarnya."Kita tidak berhak membalas perbuatan manusia, lebih baik saling memaafkan, " ujar Mayang. Rasanya nggak mungkin aku memaafkan Mayang. Sebab, i
Pov ArdanAku tercengang melihat ada dua Mayang di hadapanku. Tidak mungkin ini bisa terjadi, bagaimana bisa orang yang sudah mati hidup kembali? Namun, Rindu menceritakan bagaimana ia bisa hidup ketika kecelakaan pesawat itu. Jadi, ternyata ia tidak ikut terbang saat itu. Alangkah keajaiban dari Tuhan, bagaimana jika belum ditakdirkan untuk mati, pasti akan ada jalan yang Tuhan berikan.Di saat kami semua mendapatkan kejutan dari Rindu. Tiba-tiba saja Bu Diah jatuh dah tak sadarkan diri. Kami semua berhamburan ke dalam, dan setelah ia tak sadarkan diri, ternyata kakinya sulit digerakkan. Kemudian, kami membawanya ke rumah sakit.Dokter harus memeriksakan Bu Diah lebih lanjut, agar tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kakinya. Namun, belum sempat memeriksa kondisi kakinya lebih lanjut, ia sudah mengalami hal yang menakutkan.Kulihat matanya seperti tertarik, lidahnya kadang kaku menjulur keluar. Otot lehernya pun seperti ketarik ke belakang
Pov Ardan"Tadi kata dokternya, Ibu terinfeksi tetanus, memang Ibu kena besi apa?" tanyaku.Ia mengernyitkan dahi, mengingat sesuatu beberapa waktu lalu."Oh, iya tadi dokter tanya apa pernah kena besi, itu lihat telapak kaki Ibu pernah kena besi untuk bersihin got, lihatlah Ardan ternyata luka itu penyebabnya, padahal Ibu anggap itu tidak kenapa-kenapa, eh ternyata terinfeksi," ungkapnya membuatku seketika terdiam.Luka yang Ibu alami terlihat tidak apa-apa, Ibu merasa baik-baik saja, padahal itu terinfeksi tetanus. Bakteri menyerang ketika kondisinya lemah."Bu, apakah Ibu tidak berpikir dengan apa yang Ibu alami ini?" tanyaku lagi.Ia terdiam, tak ada jawaban, sepertinya sedang mencerna apa yang aku ucapkan."Kamu tidak paham atau pura-pura?" tanya Bu Anika sinis."Seperti keadaan Ibu saat ini, sama halnya dengan Mayang. Ia terlihat baik-baik saja atas luka yang Ibu berikan, tapi apa
Pov Ardan"Kamu kenapa sih selalu ikut campur?" tanya Bu Diah pada Rindu. Kemudian, Rindu mengambil tas yang ternyata tertinggal di meja."Aku kebetulan balik lagi, eh ternyata mendengar ucapanmu seperti itu pada Mas Ardan dan Bu Anika. Jadi, kamu pilih rumah sakit atau penjara?" ucap Rindu dengan posisi bibir ke atas. Sepertinya Rindu sudah sangat membenci Bu Diah.Tiba-tiba ia mengangkat telepon yang baru saja berdering. Sepertinya dari Mayang, buktinya ia langsung menuruti kata-katanya ketika mendapatkan telepon."Aku permisi dulu, kalau Ibumu macam-macam, tolong beritahu padaku, agar kujebloskan ia ke sel," sungut Rindu. Sepertinya marahnya sudah tak bisa dibendung lagi. Sebab, tingkah Ibu memang membuat orang lain kesal.Kemudian, aku mengantarnya ke depan, lalu kembali lagi ke ruangan untuk berpamitan.Aku mencoba melupakan hal yang Bu Diah ucapkan tadi. Anggap saja ia sedang bermimpi di siang hari.