Dengan tubuh kaku, Ayman berdiri menatap ke arah ranjang besar di depannya. Matanya menelisik tajam melihat pakaian berserakan di lantai dan bergulir pelan ke atas ranjang besar di mana nampak seorang pria dan wanita terbaring di sana. Seorang pria yang tak lain adalah Abe terlihat begitu pulas tertidur layaknya orang kelelahan, dan berbanding terbalik dengan seorang wanita yang meringkuk di tepi ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya.
Tak berapa lama, duo kadal buntung sampai dan berdiri tepat di samping Ayman yang hanya bungkam. Keduanya melihat Ayman seperti sedang melihat hantu dan menggeser pandangan ke arah apa yang Ayaman lihat. Perlahan mata mereka yang awalnya biasa kini berubah melotot sempurna mendapati pemandangan yang sejak tadi tak diharapkannya. Namun, harapan tinggallah harapan. Apa yang mereka khawatirkan telah terjadi.
“Gue kata juga apa, Man. Pasti Abe yang minum!” gumam Adit menarik lengan baju Ayman yang masih terpaku.
“S
Setelah semuanya beres dan tak meninggalkan jejak apa pun, ketiga trio gundal gandul itu bergegas meninggalkan rumah Abe. Semua lampu di dalam rumah sudah dimatikan seolah Abe sudah mengecek kondisi rumah dengan baik sebelum dia beranjak tidur. Mobil membawa tubuh Ayumi tak sadarkan diri langsung bergerak meninggalkan pekarangan yang kembali sepi. Kiki melajukan mobil dengan kecepatan penuh, di sebelahnya tampak Adit sesekali melirik pada Kiki yang tentu merasa jika Kiki mengendarai mobil tergesa-gesa."Ki, hati-hati bawa mobilnya, anjir. Gak lucu kalau kita mati nyemplung ke jurang dalam keadaan belum kawin!" gerutu Adit yang berpegangan kuat pada pintu mobil."Lo diam saja, kupret. Kalau pelan-pelan gak keburu, bentar lagi warga mulai pada bangun!" beo Kiki menjawab kepanikan Adit."Baru jam 3, anjirr!" sambar Adit lagi."Heh, blegug. Ini tuh pedesaan alias pegunungan. Warganya rajin bangun pagi, kagak kayak kita dari kota yang tidur tengah malam
Ayman melajukan mobilnya kembali menuju tempat di mana dia telah meninggalkan Ayumi terbaring di sebuah gubuk bambu. Sesampainya di sana, waktu sudah menunjukkan jam 05.30 waktu setempat. Suasana perkebunan yang semula gelap gulita sudah mulai terang dan nampak para warga memulai aktifitasnya masing-masing. Dari kejauhan, Ayman bisa melihat gubuk bambu di mana Ayumi berada tengah dikerumuni beberapa warga, hingga beberapa saat sebuah mobil tiba dan membawa tubuh Ayumi. Memberanikan diri, Ayman turun dari mobilnya dan menghampiri warga untuk sekedar bertanya."Permisi, Pak. Ada apa ya, kok ramai-ramai?" kata Ayman menyapa seorang pria paruh baya bersama seorang wanita yang diduga istrinya."Ada gadis dibuang dan sepertinya korban pemerkosaan karena hanya mengenakan selimut yang dibungkus seperti kepompong!" jawab bapak paruh baya itu."Gadisnya cantik banget lagi, tapi untungnya pelaku masih berbelas kasih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal, ya, Pak!" sambar sang w
Waktu sudah menunjukkan jam 8 pagi, Ayman yang baru tiba di kediaman Abe secepat kilat masuk ke dalam rumah dan membaringkan tubuh ke ranjang yang belum dia sentuh sejak semalam. Tubuhnya benar-benar lelah dan belum tidur sama sekali, tapi rasa cemas, dan bersalahnya terus menggelayut di hati dan pikirannya, sehingga tak ada rasa kantuk yang dirasakan. Tubuh besar dan kekarnya terlentang di ranjang tanpa melepas kaos kaki putih yang membalus kakinya. Matanya menatap langit kamar yang terang akan sinar matahari pagi yang masuk dari jendela. Ayman membuka jendela kamar dan membiarkan udara dari halaman belakang masuk untuk menyapa paru-parunya yang mendadak sesak karena beban bersalah terus menggelayut di hati."Gadis yang cantik, tapi sudah dimiliki Abe!" ucap lirih keluar dari bibir Ayman yang entah disadarinya atau tidak."Jika Abe tak pulang, pasti gadis itu sudah jadi milikku," gumam Ayman terdengar lagi.Perlahan-lahan, mata Ayman mulai berkedip pelan, hingga akhirnya t
Di rumah Kepala Desa, sekitar jam 11 siang akhirnya Ayumi tersadar dari pingsannya. Ayumi langsung terisak sambil memeluk tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. Kepala Desa bernama, Dirman serta istrinya, Ellis, tampak iba melihat Ayumi yang terisak. Ellis duduk di tepi ranjang dan memeluk tubuh Ayumi guna menengkannya."Tidak apa-apa, Nak. Kamu sedang di rumah kami. Jangan cemas!" ujar Ellis mengelus punggung Ayumi. Ayumi melepas pelukannya dan menatap Ellis dengan mata berkaca."Ibu siapa dan saya ada di mana?" tanya Ayumi pelan."Saya Ellis, ini suami saya, Dirman, dan dia Kepala Desa di sini. Kamu berada di desa Sukatenang," sahut Ellis menjelaskan pada Ayumi yang menghapus air mata di pipinya."Terima kasih sudah menolong saya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian!" ucap Ayumi tulus dari lubuk hatinya yang paling dalam. Sepasang suami istri itu membalas ucapan Ayumi dengan senyuman. Kuat sekali pikir mereka karena Ayumi masih bisa tersenyum, walaupun san
Setahun kemudian, pembangunan hotel milik Abe telah rampung dan beroperasi. Kondisi hotel selalu ramai setiap akhir pekan karena banyaknya pengunjung yang berlibur ke daerah tersebut berkat alamnya yang masih sejuk dan jauh dari polusi. Perkebunan teh terbentang luas memanjakan mata dan bisa dilihat dari hotel tersebut serta taman bunga yang sengaja dirancang dan menyatu dengan hotel sebagai tempat rekreasi.Di Jakarta, Abe tentu sibuk menjalankan usaha lain serta banyak berdiskusi dengan ibunya, Mariana, yang memiliki pengalaman jauh lebih mumpuni. Rencananya, Abe akan kembali membangun hotel di daerah Kalimantan, tapi lokasinya masih belum ditentukan karena masih melakukan beberapa survey di beberapa tempat, sehingga akhir-akhir ini Abe yang masih setia ditemani oleh Ayman mondar-mandir ke Kalimantan.Untuk hotel yang ada di Sukamekar di mana Ayumi berada, Abe sudah tak pernah berkunjung ke sana sekitar enam bulan lalu karena sibuk mengurus pekerjaan lain, dan hanya Ayma
Menunggu remaja itu kembali membeli jualan Ayumi, Ayman nampak senyum-senyum sendiri melihat hasil jepretan kamera handphone, di mana terlihat jelas wajah Ayumi yang akan dia jadikan kandidat calon istri untuk Abe. Tak berapa lama, remaja itu akhirnya kembali dengan kedua tangan berisi semua jenis dagangan yang Ayumi jual."Ini, Om, pesanannya!" seru remaja tersebut sambil menyodorkan dua kantong plastik yang ada di tangannya."Widiiiih! Mantap benerrrr!" seru Ayman senang menerimanya dengan senyum cerah."Terus punyamu mana?" kata Ayman bingung."Lagi dibuatin sama Kak Ayu, yang penting punya Om duluan," sahutnya jujur."O, gitu. Terus namamu siapa?" kata Ayman lagi."Nama saya Guntur, Om!" sahutnya cepat sambil memamerkan gigi putihnya."Nama saya Ayman. Terima kasih, ya, Gun. Saya pergi dulu dan kapan-kapan kita ngopi bareng, ya!" ucap Ayman sebelum pamit."Beres, Om. Terima kasih traktirannya. Hati-hati!" ucap Guntur yang diangguki Ayman s
Dua jam sudah berlalu, Mariana sudah bersiap untuk segera berangkat. Wajah penuh senyum terus terukir bersama langkahnya keluar kamar dan menuruni anak tangga untuk segera bertemu Ayman yang rupanya sedang duduk santai di ruang keluarga sambil menonton tv. Ketika mata Ayman mendapati Mariana sudah rapi, sebuah senyum kebahagiaan terbit di wajah Ayman."Ayo, Man. Tante sudah siap nih!" ajak Mariana mengulas senyum."Ok, Tan. Acara lamaran siap dilaksanakan!" sahut Ayman penuh antusias.Mbok Inem yang sedang lewat ruangan tersebut hanya memandang tak paham apa yang akan dilakukan majikanannya, hingga Mariana bersuara kepadanya."Mbok, saya pergi dulu, ya. Doakan urusan kali ini sukses!" seru Mariana memohon doa restu."Ibu mau ke mana?" sahut Mbok Inem bingung."Saya mau melamar anak gadis di desa ini untuk Abe. Doakan, ya, Mbok. Semoga tak ditolak!" kata Mariana sumringah dan berharap doa."Yang benar, Bu? Ya Allah semoga diterima lamarannya, ya. Mb
Dengan ringannya sebuah tamparan dilayangkan oleh Yulia setelah mendengarkan pengakuan Ayman barusan. Benar, Yulia menampar pipi Ayman dengan keras, hingga nampak sudut bibirnya mengelurkan bercak darah. Yulia berdiri menatap tajam Ayman yang diam membisu kini. Sedangkan Ayumi menutup mulutnya karena kaget dengan apa yang dilakukan oleh ibunya."Bisa-bisanya kamu lakukan itu pada anakku! Apa kamu tak punya hati, huh?" bentak Yulia masih menatap tajam Ayman yang kini tertunduk sambil memegang pipinya karena terasa panas."Apa salah anakku sampai kalian tega melakukan hal itu? Setelah masa depannya hancur, kalian dengan teganya membuang dia di perkebunan seperti itu. Jelaskan apa salah anakku sekarang!" bentak Yulia masih berdiri dan menunjuk pada wajah Ayman yang masih tertunduk tanpa kata.Baik Mariana dan Ayumi tak mampu berkata karena ikut kaget melihat reaksi Yulia mendengar pengakuan Ayman serta tak terima. Perlahan tangan Ayumi meraih lengan Yulia dan menariknya