Seminggu akhirnya dilewati dan dua jam lalu, Abe serta Ayman sudah terbang ke Kalimantan ikut penerbangan pagi. Saat ini, Ayumi sedang di kamarnya mengambil pakaian kotor untuk segera dicuci oleh Bik Tina. Sesampainya di ruang kotor, tampak dia sudah menggiling pakaian di mesin cuci dan sedang menjemur sebagian yang sudah dicuci."Letakkan saja di situ, Neng!" kata Bik Tina menoleh pada Ayumi yang baru datang.Ayumi hanya tersenyum dan meletakkannya sesuai permintaan. Langkahnya pelan menuju teras di mana Mariana sedang duduk santai membaca koran. Mengulum senyum, Ayumi pun menghampirinya dan duduk berhadapan."Oya, Nak. Abe banyak kasih wejangan tidak saat berangkat tadi?" tanya Mariana penasaran akan otak lemot anaknya."Tidak, Ma. Kak Abe hanya bilang agar Ayu tak keluar rumah sendirian dan menyerahkan kartu ATM tadi," jawab Ayumi apa adanya."Hmm, begitu toh. Kirain tak kasih uang untuk istri yang ditinggalkan. Mau Mama pecat jadi anak kalau dia pelit dengan istri!" ujar Mariana m
Tangannya menggenggam erat benda panjang yang masih lembek dengan ujung masih runcing, tapi lembut. Perlahan gerakan pada mulutnya terhenti, bahkan terlepas dari benda bulat nan besar serta keras yang sejak tadi dia emut kasar seperti tuyul kehausan."Pisang?" gumamnya menebak dengan mata mendongak menatap wanita cantik yang ada di bawahnya dengan dress yang sudah berantakan sedang mendesah keenakan."Kenapa berhenti? Sedot lagi!" rengek wanita itu manja dan menggoda. Kiki menggeleng keras dan dengan cepat melepas pisang jadi-jadian yang digenggamnya serta bangkit dari tubuh wanita itu sambil bergidig.'Hueeek hueeek'Kiki mendadak mual terlebih ketika matanya menangkap pisang yang tadi masih sedikit lembek kini sudah mengacung di balik semvak berwarna merah senada dengan dress yang wanita itu kenakan. Kiki bergidig dan tanpa menoleh, tangannya langsung menyentuh handle mobil agar bisa keluar dan jauh-jauh dari dedemit yang menyamar untuk menggodanya."Sialan, gue nyedot nenen siluman
Nama gadis itu adalah Ayumi Cahyani. Usianya akan genap 20 tahun bulan July nanti. Tubuhnya cukup tinggi untuk ukuran wanita Indonesia, dengan rambut panjang yang sering diikat dan tubuh langsing membuat penampilannya terlihat cantik dan manis. Ayumi hanya lulusan SMA di desa tempat dia besar dan tinggal. Sejak lulus SMA, Ayumi bekerja sebagai buruh di pabrik tekstil yang ada di desanya.Ayumi tinggal bersama ibunya, Yuliawati di rumah peninggalan kakeknya, sedangkan ayahnya, Budiman, sudah meninggal saat dia masih SMP. Yuliawati hanya seorang penjual nasi uduk di desanya dan pekerjaan itu sudah dijalani sejak menikah dengan Budiman, dan hinga kini tak ada niat untuk menikah la
Gemercik air terdengar dari kamar mandi yang ada di bagian paling belakang rumah. Sedangkan di dapur, Yulia sedang sibuk menggoreng berbagai jenis jajanan untuk dijualnya bersamaan dengan nasi uduk yang dia gelar di meja depan rumahnya. Tak berapa lama, Ayumi keluar dari kamar mandi dengan handuk biru yang melilit di tubuhnya sebatas paha. Yulia yang sibuk menggoreng hanya melirik anak gadisnya yang tumbuh menjadi gadis cantik juga penurut. Benar, Ayumi adalah gadis penurut yang tak pernah membantah orang tua, baik saat ayahnya masih hidup atau pun tidak. Ayumi tetaplah anak gadisnya yang sangat dia sayangi.“Bu, Ayu sholat dulu bentar, ya,” ucap Ayu berhenti sejenak di depan pintu.Yulia tanpa menoleh hanya mengucapkan kata “Ya” dan Ayu melangkahkan kaki untuk masuk ke kamarnya yang ada di sebelah dapur. Kecil ya rumah Ayu? Iya, rumah Ayu memang kecil. Hanya ada dua kamar. Kamar paling besar ada di bagian paling depan dekat pintu masuk, sedangk
Keesokkan harinya, Abe terlihat sedang menyisir rambutnya yang sudah klimis dan tak lupa aroma parfume ciri khasnya sudah menyeruak ke seantero penjuru rumah. Pagi ini, Abe akan berangkat ke Desa Sukamekar untuk meninjau lokasi hotel yang akan didirikannya. Sedangkan Mariana sudah pergi sejak sejam lalu untuk mengurusi urusannya yang sudah mendesak. Dirasa sudah cukup dengan penampilannya, Abe keluar dari kamar bernuansa light grey dan menuruni anak tangga dengan santai. Kebetulan perjalanan kali ini memang tak dikejar waktu. Langkah lebarnya langsung tertuju ke ruang makan yang telah tersedia beraneka ragam menu sarapan seperti disiapkan untuk sepuluh orang. Berdiam sejenak, Abe menarik nafasnya lelah, lalu menarik kursi, dan duduk seorang diri menikmati sarapannya. Sesekali Bik Atun datang sekedar melihat Abe yang sibuk mengunyah makanannya tanpa suara. Tak lama waktu berselang, seorang pria dengan pakaian santai datang menghampiri Abe yang tak menghiraukan kedatangannya
Mobil hitam yang membawa Abe dan Ayman akhirnya memasuki pekarangan cukup luas dan ditumbuhi banyak bunga-bunga serta pohon cemara. Di depan rumah, terlihat laki-laki dan wanita paruh baya sedang berdiri menyambut kedatangannya. Mobil pun berhenti tepat di depan mereka dan tak berapa lama pintu kursi penumpang terbuka. Dua orang pria dewasa dengan tinggi yang sama juga tegap melangkahkan kakinya menghampiri sosok yang lebih tua dari mereka sambil melemp
Tak ada jawaban dan hanya helaan nafas pelan terdengar lirih beradu dengan suara hujan yang turun semakin lebat diiringi kilatan petir. Menunggu dengan setia Ayman mengunyak pisang goreng sambil menatap wajah Abe yang nampak tenang.“Susah cari wanita pengertian, Man. Selama ini, wanita mencoba mendekat dan hanya menginginkan status sosial serta uang semata yang aku punya, sedangkan aku bukan mencari yang seperti itu. Aku juga ingin menikah, tapi sulit. Wanita sekarang rela membuka kedua kakinya demi uang. Kalau pun tidak, mereka rela melakukannya dengan kata yang disebut “Cinta.” Aku cari wanita yang bisa menjaga dirinya dengan baik hanya untuk suaminya,” papar Abe panjang lebar membuat Ayman menguap mendengar curhatannya.“Panjang banget sih permintaanmu, Be. Mana ada wanita seperti itu jaman sekarang. Wanita yang pernah aku pacari saja sudah tidak perawan lagi. Kalau pun ada, mungkin berasal dari pedesaan seperti di sini,” sahut A
“Hai, cewek cantik!”Sebuah suara bariton terdengar dari sebuah mobil dengan jendela kacanya dibuka. Ayumi yang melihatnya hanya diam tanpa mau perduli dan tetap mendorong sepedanya. Namun, pnaggilan genit dari pengendara di mobil tersebut bukannya berhenti malah semakin gencar menggodanya. Mendapati perlakuan demikian, tiba-tiba rasa cemas menggelayut di hati Ayumi, terlebih jalan yang dilalui kini telah sepi, dan di depannya jalan yang terlihat gelap tanpa penerangan, kecuali karena cahaya bulan yang kebetulan purnama. Dengan berat hati, Ayumi menghentikan langkahnya yang mulai gemetar.“Kalian siapa?” suara Ayumi berusaha tetap tenang dan tak kasar membalas sapaan genit pria tak dikenalnya.“Kami kumpulan cowok ganteng, manis. Sini masuk, kita siap anterin ke mana pun kamu pergi, bahkan ke surga sekali pun,” sahut pria yang ada tepat di sebelah Ayumi berdiri.“Surga dunia maksudnya, hahaha ...,” sambung p