Darahku mendidih melihat pemandangan menjijikkan di depanku! Dalam keremangan cahaya kamar aku akhirnya bisa melihat jika pria yang berada di bawah tubuh istriku adalah Hans, asistenku. Kurang ajar sekali mereka berdua! Aku pastikan akan memberi pelajaran yang sangat menyakitkan bagi mereka. Segera kucari saklar untuk menyalakan lampu. Tapi, tunggu! Mengapa mereka berdua seolah tak terganggu oleh kehadiranku? Tak mungkin kan mereka tak menyadariku yang melangkah kasar ke dalam kamar tadi.“Kalian biadab!!!” pekikku dengan suara nyaring.Tapi mereka berdua tetap tak saling melepaskan diri. Dewi bahkan semakin liar menggoyangkan pinggulnya di atas Hans. Kali ini kepalaku benar-benar terasa mau pecah melihat semua pemandangan ini. Tunggu, masih ada yang aneh. Kudengar Dewi bergoyang sambil menggumamkan namaku.“Mas Randy ... ah ... Mas Randy ... aku benar-benar mencintaimu,” racaunya. Sedangkan Hans pun melakukan hal yang sama, ia meracau tak karuan di bawah tubuh Dewi sambil sesekali me
Aku benar-benar merasa frustasi setelah kejadian memalukan yang terjadi di rumahku. Aku baru saja akan memluai debutku sebagai seorang pengusaha, kontrak yang kudapatkan dengan perusahaan asal China yang dipimpin Pak Chan bisa menjadi modal awal langkahku. Namun Dewi mengacaukan konsentrasiku dengan kelakuan menjijikkannya. Bagaimana nanti jika skandal ini tercium publik? Bisa jadi bukan hanya langkahku yang baru saja hendak maju, namun juga perusahaan Pak Nugi akan terancam. Aku terus memutar otakku tentang apa sebenarnya tujuan dari Ivan, ayah tiri Dewi dengan mencampurkan obat perangsang pada Dewi dan Hans.Bi Sum menemukan bungkus obat saat aku menyuruhnya menggeledah tempat sampah pada malam di mana aku menginterogasi mereka semua. Setelah kuperiksa ternyata itu adalah bubuk obat perangsang dosis tinggi. Pantas saja Dewi begitu panas malam itu. Bahkan di saaat aku menyeretnya kembali ke dalam kamar kami malam itu ia pasrah dan bahkan membalas lebih liar. Padahal aku memperlakukan
PoV Hannan.“Hai, Jagoan! Kok melamun sendririan?” Aku mendengar suara itu samar-samar ketika sedang membuatkan telur mata sapi untuk sarapan Zayn di dapur. Aku hafal sekali suara bariton itu, suara Ray.Belakangan ini ia sering sekali datang ke rumahku. Entah itu pagi hari dan kemudian memaksa mengantarkanku ke toko roti, atau siang hari tiba-tiba muncul di toko roti membawa berbagai menu makan siang yang cukup untuk semua karyawan toko, atau sore hari di saat waktunya aku pulang kerja dan kemudian memaksaku dan Zayn ikut di mobilnya hingga malam, tak lupa ia akan mengajakku dan Zayn makan malam terlebih dahulu sebelum mengantar kami berdua pulang.Terkadang jika sedang kelelahan, Zayn tertidur di pundaknya dalam dekapannya. Terus terang, hatiku selalu berdesir jika melihat pemandangan seperti itu. Bahkan ayah Zayn sendiri, meskipun dekat dengan anak-anak, namun tak memiliki banyak waktu untuk Zayn bermanja-manja seperti itu padanya. Aku wanita normal, mendapat perhatian seperti itu
Rayyan terus menerus menyunggingkan senyumnya ketika kami mulai berjalan beriringan keluar dari area pemakaman kedua orang tuaku. Aku justru merasa lucu melihatnya selalu tersenyum-senyum seperti itu. Hal itu membuatku tanpa sadar juga ikut tersenyum hingga kami semua kembali ke dalam mobilnya.“Temanin aku ke rumah sakit, ya,” pintanya sambil menghela napas berat. Aku menautkan alisku melihat perubahan ekspresinya.“Ke rumah sakit? Maksud kamu ke Health Hospital?” tanyaku.Ia menoleh padaku sesaat, kemudian menatap tangannya sendiri yang sedang mencengkeram setir mobilnya.“Iya. Bantu aku membereskan ruanganku di lantai 7, ya. Aku harus segera mengosongkan ruangan itu,” ucapnya lagi dengan napas berat.“Membereskan ruangan? Apa maksud kamu, Ray?’” tanyaku makin penasaran. Ingatanku melayang pada ruangan pribadi dr. Rayyan di mana aku menitipkan Zayn di sana saat aku sedang mengunggu Zaid yang sedang dirawat di rumah sakit itu. Aku pun ikut menghela napas berat mengingat semua kejadia
PoV DewiKejadian sebulan yang lalu di rumahku membuat Mas Randy benar-benar berubah padaku. Sejak kejadian di mana Mas Randy memergokiku sedang berhubungan badan dengan asistennya di kamar kami, ia selalu memperlakukanku dengan kasar. Aku tak berani lagi bermanja-manja padanya sejak kejadian itu, aku justru selalu merasa ketakutan jika ia sedang berada di rumah. Parahnya lagi, ia tak lagi mengizinkanku kembali ke Jayapura, hingga aku merasa sedang terkurung di rumahku sendiri.Aku sungguh tak berani menentangnya, aku takut ia benar-benar nekat dan menghabisi kami semua. Aku tau ia punya watak yang keras, terlebih didikan militernya selama ini semakin membuatnya tak memiliki rasa takut sedikitpun. Aku hanya akan merasa tenang jika ia sedang berangkat bekerja di perusahaan ayahku. Namun sayang, Mas Randy pun kadang pulang ke rumah di siang hari. Ketika Mas Randy pulang, aku selalu kembali merasa ketakutan, karena aku tau ia akan kembali memperlakukanku dengan kasar.Sejak pergumulanku
PoV Hannan.Hari ini Rapat Umum Pemegang Saham di Health Hospital diadakan. Memang 3 hari ini Ray tak pernah muncul entah itu di toko roti maupun di rumahku. Ia mengatakan tengah berkonsentrasi dengan bahan pemaparannya di rapat nanti. Rayyan masih menjadi salah satu kandidat calon direktur di sana, dan ia berniat akan terus berjuang meski sebagian besar pemilik saham berada di pihak Pak Bram, Papi Nadine.Pagi ini aku berdandan rapi, aku sudah meminta izin pada Bu Sri untuk libur hari ini. Bu Sri pun mengabulkan, meski aku kadang merasa tak enak dengan rekan-rekanku yang lain karena Bu Sri seolah mengistimewakanku. Ternyata Bu Sri pun mengenal Pak David, ayah Rayyan. Menurutnya, Pak David adalah dokter langganan almarhum suaminya dulu. Pantas saja waktu itu Bu Sri menyuruhku ikut Pak David saat pertama kali ayah Rayyan itu mencariku ke toko roti, sedangkan Ray sendiri bahkan sempat mengkhawatirkanku saat aku ikut Pak David tanpa mengabarinya.“Kita mau ke mana, Bunda?” tanya Zayn yan
“Ayah!!” Zayn turun dari gendongan Rayyan dan berlari kecil ke arah sepasang manusia yang sedang berjalan ke arah kami.‘Randy dan Dewi,’ gumamku dalam hati sambil memandangi punggung Zayn yang masih terus berlari ke arah ayahnya.“Hati-hati, Nak!” pekikku tertahan tak ingin Zayn terjatuh akibat berlari.Kulihat di sana Randy tersenyum saat melihat putranya berlari ke arahnya kemudian membungkukkan badannya menyambut Zayn. Randy mendekap tubuh mungil Zayn setelah itu, kemudian menggendongnya sama seperti saat Rayyan menggendongnya tadi. Dari posisiku berdiri, aku melihat Zayn menciumi wajah ayahnya bertubi-tubi, sepertinya putra bungsuku itu sedang merindukan ayahnya.Aku bertatapan dengan Ray sejenak, lelaki itu tersenyum padaku, tatapan matanya seolah mengatakan semua baik-baik saja. Aku membalas senyumnya, kemudian mendekap jas hitamnya lebih erat ke dadaku. Entah mengapa aku merasa membutuhkan kekuatan untuk kembali bertemu Randy dan istrinya.“Hai! Apa kabar, Pak Randy?” Inilah y
PoV Randy.Hari ini aku menemani Dewi untuk memeriksakan dirinya ke dokter kandungan setelah beberapa alat tes kehamilannya menunjukkan ia positif hamil. Aku mendapat rekomendasi dokter kandungan dari Bu Iin, karyawati divisi marketing di kantorku yang baru selesai menjalani cuti melahirkan. Ia merekomendasikan dr. Novia, Sp.OG sebagai dokter kandungan terbaik karena berhasil menjalani program kehamilannya di sana, mengingat Bu Iin sudah berusia 40 tahun namun belum dikaruniai anak waktu itu. Aku pun berselancar mencari informasi terkait dr. Novia dan ternyata Bu Iin memang benar. Dokter Novia meruapakan salah satu dokter terbaik di kota ini.Aku baru saja melangkahkan kakiku menyusuri koridor rumah sakit bersama Dewi ketika aku mendengar suara mungil Zayn memanggilku.“Ayah!!” Aku segera menajamkan nertraku dan menangkap pemandangan yang sungguh sangat tak ingin kulihat saat ini. Hannan dan dr. Rayyan berjalan beriringan dengan wajah tersenyum ceria, sementara Zayn dalam gendongan dr