Ryan Drake berdiri di tepi jalan, menatap mobil Alicia yang menjauh membawa putrinya. Di genggamannya masih terasa kehangatan tangan mungil Lena yang berusaha menggapainya. Setelah ribuan tahun di Alam Kultivasi, ini pertama kalinya dia merasakan dorongan kuat untuk melindungi seseorang.
Sementara itu, Alicia duduk tegang di balik kemudi. Sherly yang duduk di kursi belakang masih tampak gemetar, teringat aura mengerikan yang terpancar dari Ryan Drake.
"Sebagai praktisi bela diri," Sherly membuka pembicaraan dengan hati-hati, "saya bisa merasakan ada sesuatu yang sangat tidak biasa dari pria itu."
Alicia mengangkat alisnya sedikit, memilih untuk tidak menanggapi.
"Meski saya tidak tahu banyak tentangnya," Sherly melanjutkan, "tapi insting saya sebagai praktisi bela diri bisa merasakan ada sesuatu yang... mengerikan dalam dirinya."
"Kau pasti salah," Alicia mencibir. "Di dunia ini tidak ada yang mengenal Ryan Drake lebih baik dariku. Dia hanya orang biasa, tidak lebih."
'Ryan Drake?' Sherly mencatat nama itu dalam benaknya. Dia bertekad akan mencari tahu lebih banyak melalui jaringan Sekte bela dirinya.
"Nona Alicia," Sherly berkata serius, "Anda tahu saya tidak pernah membuat pernyataan tanpa dasar. Pria itu berbahaya. Sebaiknya Anda tidak membuatnya marah."
Perkataan Sherly membuat Alicia terdiam, sekilas raut ketakutan muncul di wajahnya.
Dia sangat memahami kemampuan Sherly–selama lima tahun bertugas sebagai pengawalnya atas perintah ibunya, Sherly tidak pernah salah dalam menilai ancaman.
Setiap bahaya selalu bisa dia antisipasi dengan tepat.
'Tapi Ryan?' Alicia membatin dengan bingung. Pria yang dulu begitu dekat dengannya itu tidak mungkin memiliki kemampuan seperti yang Sherly katakan.
Namun mengapa pengawal terpercayanya bisa sebegitu takut?
"Saya terlalu sombong selama ini," Sherly melanjutkan dengan nada getir. "Saya pikir hanya segelintir orang yang bisa mengalahkan saya di dunia ini. Tapi tadi... hanya dengan tatapannya saja, dia bisa membuat saya gemetar. Kekuatannya jauh di atas saya."
"Kau bercanda?" Alicia menatap tidak percaya. "Tidak mungkin dia lebih kuat darimu."
"Jangan meremehkan ini, Nona," Sherly tersenyum pahit. "Jika dia serius tadi, saya bahkan tidak akan sempat bergerak sebelum dia membunuh saya."
"Mustahil," Alicia menggeleng keras. "Saat aku mengenalnya dulu, dia hanya orang biasa. Bahkan tidak bisa berkelahi!"
Sherly menghela napas dalam. Dia tidak pernah merasa sekecil ini sebelumnya.
Ryan Drake yang dia hadapi tadi hampir tidak bisa dikategorikan sebagai manusia biasa.
Namun dia memilih untuk tidak menjelaskan lebih jauh–Alicia yang bukan praktisi bela diri mungkin tidak akan memahami.
Di pangkuannya, Lena tertidur pulas setelah kelelahan menangis. Bahunya sesekali masih bergetar, seolah dalam mimpi pun dia masih sedih karena Ryan tidak ikut pulang bersamanya.
Sherly mengusap lembut rambut Lena sambil menatapnya penuh kasih sayang. "Meski kejadian hari ini menakutkan, tapi jika Ryan Drake yang melindungi Nona Kecil, saya yakin tidak akan ada yang bisa menyakitinya."
Alicia tanpa sadar melirik putrinya melalui kaca spion. Meski selama ini memiliki Sherly di sisinya dan tidak pernah mengalami insiden serius, dia sadar bahwa perlindungan yang ada masih belum cukup.
Kejadian penculikan ini membuktikan bahwa mereka membutuhkan pengamanan yang lebih ketat.
Mobil mereka memasuki kompleks Star Lake, area perumahan paling eksklusif di Crockhark. Petugas keamanan membungkuk hormat saat mobil Alicia melewati gerbang. Di depan sebuah vila mewah berlantai tiga, Sebastian Hold, kepala pelayan berusia 60 tahun yang dikirim oleh ibu Alicia, sudah menunggu.
Begitu mobil berhenti, Lena terbangun dan langsung melompat turun. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia berlari masuk ke dalam vila.
"Syukurlah Nona Kecil selamat," Sebastian tersenyum lega, namun senyumnya memudar saat Lena mengabaikannya dan membanting pintu kamarnya keras-keras.
"Maafkan sikapnya, Paman Sebastian," Alicia menghela napas. "Dia masih shock dengan kejadian hari ini."
Sebastian mengangguk maklum. "Tentu saja saya mengerti, Nona Alicia."
Di dalam vila, Alicia mencoba membuka pintu kamar Lena namun terkunci. Dia hendak memanggil putrinya ketika Sherly menahannya dengan lembut.
"Biarkan dia sendiri dulu, Nona. Anda juga perlu istirahat."
Dengan berat hati, Alicia menurut dan berjalan ke kamarnya di lantai dua.
Kelelahan enam tahun terakhir seolah menghantamnya sekaligus. Orang-orang hanya mengenalnya sebagai "Ratu Es" yang dingin dan tak tersentuh. Mereka tidak tahu perjuangannya–hamil di luar nikah, dicemooh masyarakat, membangun Moore Group dari nol.
Penculikan Lena hari ini pasti bukan kebetulan. Meski pengamanan di acara peletakan batu pertama proyek baru Moore Group sangat ketat, Lena tetap bisa diculik hanya dalam hitungan menit. Siapa yang memiliki kemampuan dan keberanian untuk melakukan ini?
'Ayah? Atau mungkin keluarga Zen?' Alicia memikirkan kemungkinan dalang di balik penculikan ini.
Berbaring telentang di ranjang empuk, Alicia Moore menatap kosong saat lampu di atap bergoyang lembut ditiup angin.
Ia memikirkan masa depan dirinya dan gadis kecil itu yang akan dipenuhi banyak konspirasi dan perhitungan. Alicia bahkan bertekad untuk melindungi Lena apapun yang terjadi, bahkan jika harus mengorbankan nyawanya.
Tenggelam dalam pikirannya, Alicia sama sekali tidak menyadari pergerakan mencurigakan di halaman vila. Sebuah sosok gelap bergerak dengan presisi di antara sudut-sudut buta kamera CCTV. Meski rumah Alicia dijaga dengan sistem keamanan yang ketat, sosok itu berhasil mencapai jendela kamar Lena tanpa terdeteksi.
Dengan gerakan terlatih, sosok itu membuka jendela dari luar nyaris tanpa suara. Dalam kegelapan kamar, sepasang matanya berkilat dingin menatap Lena yang tertidur pulas.
Mungkin othor hanya akan rilis 1-2 bab per harinya. Dan ini bab terakhir hari ini. Oh ya, jangan lupa tinggalkan komen dan bintang ya ^^ Selamat membaca \(^_^)/
Ketika Ryan melihat Stella Charlotte berbicara, dia memperlihatkan ekspresi mengenang yang tulus, bukan sekadar rekayasa sesaat. Dia mengangkat alisnya dan berkata, "Jadi, kamu percaya bahwa negeri dongeng ini bukanlah dongeng semata?" Stella Charlotte tersenyum dan berkata, "Leluhurku telah berhasil masuk, itu berarti ada jalan penghubung antara negeri dongeng dan dunia nyata." "Tidak peduli negeri dongeng atau dunia fana, keluargaku memiliki hari ini karena sumbernya ada di sana. Siapa yang tidak ingin pergi dan melihatnya sendiri?" Sambil berbicara, Stella Charlotte menghela napas dalam, "Sayangnya, peta itu kemudian dicuri. Aku hanya sempat melihat peta itu sekali saja." "Saat itu aku masih terlalu muda. Yang tersisa hanya gambaran samar-samar di pikiranku." "Selama bertahun-tahun, hal ini selalu menjadi penyesalan terbesarku. Aku menyesal tidak melihatnya beberapa kali lagi dan menghafalnya dengan baik. Kalau tidak, aku pasti sudah mencarinya di Ergo sejak lama." "Apakah
Stella Charlotte memegang mangkuk teh dengan kedua tangannya, tidak meminumnya, matanya sedikit tertunduk seolah mengamati daun teh yang mengambang di permukaan. Dari posturnya, dia terlihat sedikit seperti gadis muda, sangat berbeda dengan sikap percaya diri yang ditunjukkannya sebelumnya. Gerakan halus ini tampaknya tidak disengaja. Ryan dapat melihat bahwa dia sedang memikirkan strategi balasan dalam benaknya saat ini, dan secara tidak sadar menunjukkan postur seperti itu ketika sedang berkonsentrasi. Dia tidak banyak bicara, ingin melihat apa lagi yang bisa dipikirkan Stella Charlotte. Butuh waktu sekitar satu menit sebelum Stella Charlotte mengangkat matanya. Di mata jernihnya, ekspresi percaya diri muncul kembali. Sudut mulutnya tersenyum, dan dia berkata kepada Ryan, "Dari zaman dahulu hingga sekarang, sudah banyak orang yang mendaki gunung Ergo." "Banyak dari mereka yang datang mencari jejak legenda para dewa di pegunungan tersebut. Akan tetapi, berapa banyak dari me
Sebagai seorang apoteker, Stella Charlotte tentu memahami nilai dari tanaman-tanaman di hadapannya. Tanaman-tanaman langka yang hanya ditemukan sekali dalam satu abad, bahkan seribu tahun. Keluarga kuno dengan fondasi kuat seperti keluarga Charlotte pun menyimpan beberapa tanaman langka sebagai harta karun yang dijaga ketat. Namun di sini, Ryan menanam tanaman-tanaman berharga itu di taman terbuka seperti tanaman hias biasa, tanpa penjagaan khusus. Yang lebih mengejutkan, taman itu dirancang khusus untuk tanaman obat langka. Di sekitarnya, berbagai tanaman obat lain tumbuh subur, mendapat pengaruh energi spiritual dari tanaman utama sehingga kualitasnya jauh melebihi yang ditemukan di tempat lain. Seluruh area membentuk kebun obat kecil yang sempurna. Namun mengapa barang-barang berharga seperti itu ditanam di tempat terbuka? Membiarkan siapa saja melihatnya—bukankah itu terlalu berisiko? Ryan membicarakan tanaman-tanaman tak ternilai itu seakan benda biasa, seperti tana
"Nyonya Meredith bercanda. Bagaimana berani saya menyebut diri dokter jenius di depan Tuan Ryan?" kata Stella Charlotte sambil menatap Ryan dengan penuh makna. Ryan tidak berkomentar apa-apa, hanya meletakkan mangkuk tehnya dengan tenang. Noah Jefferson segera membantu mengisi tehnya kembali. Ibu Alicia bangkit sambil menggenggam tangan Stella Charlotte, tersenyum, "Aku sedikit lelah. Aku ingin pergi ke taman untuk beristirahat sejenak." "Kalian para anak muda, silakan ngobrol dulu. Nanti kita bisa melanjutkan pembicaraan kita berdua saja." "Baik, Nyonya Meredith." Stella Charlotte segera bangkit dan membantu Ibu Alicia. Keduanya berjalan menuju pintu bersama-sama. Di ambang pintu, Ibu Alicia berhenti dan tersenyum padanya, "Kamu tidak perlu mengantar aku. Aku masih sanggup melewati tangga ini sendiri." Nadanya sedikit bercanda. Stella Charlotte tersenyum dan menjawab dengan "ya." Dia secara alami dapat melihat bahwa Ibu Alicia ingin pergi bukan karena benar-benar lelah, tetap
Setelah mendengar apa yang dikatakan Stella Charlotte, Noah Jefferson terbatuk pelan dan menatap Ryan. Dia sendiri tidak begitu tertarik dengan cerita-cerita kuno seperti ini. Alasan mengapa dia terus mendorong Stella Charlotte bercerita adalah karena dia melihat bahwa Ryan ingin tahu lebih banyak. Bagi seseorang seperti Noah Jefferson yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan sifat yang cenderung dingin, ini sudah merupakan usaha maksimal yang bisa dia lakukan. Ryan sedikit mengerutkan kening, tampak sedang merenung. Stella Charlotte melirik Ryan. Dalam hatinya, dia tahu bahwa Ryan pasti mengetahui sesuatu yang penting, tetapi dia tidak bisa bertanya langsung. Dia punya firasat bahwa meski dia bertanya, Ryan tidak akan pernah mau menjawabnya. Di antara mereka yang hadir, hanya Ibu Alicia yang tampak benar-benar antusias mendengarkan cerita ini. Dia bertanya kepada Stella Charlotte dengan penuh minat, "Leluhurmu, ketika dia kembali ke rumah dan mendapati semua orang te
"Di negeri dongeng ini, secara alami ada makhluk Immortal, dan perilaku mereka tentu berbeda dari orang biasa." "Meskipun hal ini tidak dijelaskan secara rinci dalam catatan kuno, saya rasa perbedaannya mudah dikenali." Stella Charlotte tersenyum tipis, "Leluhur kami berada di sana, mendapat berkah dari para Immortal, dan mempelajari ilmu medis. Itulah keterampilan medis yang diwariskan keluarga Charlotte hingga sekarang." "Warisan keluargamu bukan hanya keterampilan medis." Ryan, yang selama ini diam, tiba-tiba berkata dengan nada datar. Begitu kata-kata itu terucap, wajah Stella Charlotte sedikit terkejut, namun kemudian dia tersenyum dan bertanya, "Tuan Ryan maksudnya..." Dia memperpanjang suaranya sambil menatap Ryan dengan mata penuh tanda tanya, tidak mengerti apa yang dimaksudkannya. Ryan juga menatap Stella Charlotte. Keduanya saling berhadapan. Ada ekspresi bingung di mata Stella Charlotte, tetapi Ryan tidak menjawab. Dia hanya menatapnya sejenak sebelum mengalihkan p