Share

BAB 2 Keguguran

Author: Talia awan
last update Last Updated: 2024-06-05 10:54:03

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan yang menyudutkan itu, lalu masuk ke dalam rumah. Kulihat Mas Rama baru selesai mandi dan keluar kamar. Langsung saja kuajak dia berbicara di ruang makan.

"Emang Dea tu orang nya seperti apa mas?" tanyaku yang penasaran dengan sosok Dea yang ibu puji barusan.

"Orangnya biasa aja, ga cantik tapi dia modis dan fashionable." Ucap mas Rama.

"Emang kaya banget ya, dia ya mas?".

"Ibu bapak nya yang kaya, kalau Dea sih nggak kalau dulu. Emang kenapa sih dek nanyain Dea?" Mas Rama berbalik bertanya pada ku.

"Ga mas, soal nya aku ga pernah ketemu dia, jadi nya penasaran aja gitu." timbalku.

"Nanti juga ketemu dek, kan bentar lagi sepupu mas mau ngadain pesta pernikahan."

Aku hanya mengangguk, karena tak ingin mas Rama tau alasan sebenarnya kenapa aku bertanya tentang Dea. Tak ada niat sedikit pun ingin tau tentang orang lain, tapi kadang ada beberapa hal yang membuat diri ini juga terpancing dalam dan ingin tau tentang seseorang.

"Sesukses apa sih Dea? Sampai ibu sangat membanggakan dia?" aku menanyai diri sendiri didalam hati. Mataku tertuju pada sekardus botol minuman yang ibu mertua berikan.

"Tak mungkin ibu sepeduli ini jika ia tak sayang padaku, ibu sangat baik sampai aku pun dibelikan vitamin olehnya. Seharusnya aku harus bisa berpikir positif dan jernih, tanpa harus menuntut ibu agar lebih banyak memujiku." bicaraku pada diri sendiri.

***

"Dek minum apa?" tanya mas Rama yang baru pulang.

Aku menunjuk botol minuman yang kemarin ibu bawakan untukku. "Vitamin mas!" sahutku yang asik menikmati minuman yang berasa asam dan menyengat.

Mas Rama menghampiriku, mencium perutku dan mengusapnya. "Jadi anak Sholeh ya nak, harus lahir jadi anak cowok hehe," bisik mas Rama di perutku.

"Kenapa harus cowo mas?" tanyaku yang kurang suka dengan sapaan mas Rama pada janinku.

"Karena mas pengennya anak cowo dek, pengen punya temen!" timpal mas Rama tersenyum.

"Bagaimana kalau yang lahir anak perempuan?" tanyaku.

"Jangan didoakan gitu!" mas Rama menatap tajam padaku.

Aku sedikit khawatir jika anakku lahir perempuan akankah mas Rama tetap sayang pada anak kami?

"Mas pengen anak cowo karena cucu mama ga ada yang cowo, semuanya cewe dek. Jadi mas berharap banget dapat anak cowo." ujarnya tersenyum.

Aku hanya mengangguk tak bisa mengiyakan, karena aku juga tak tau jenis kelamin bayi yang aku kandung.

"Kamu minum itu kok banyak banget dek?" Mas Rama menunjuk botol minuman bekasku.

"Enak mas, aku suka. Lagian kan ini vitamin jadi makin banyak minum makin sehat," aku tertawa kecil.

Aku hanya mengangguk, lalu Mas Rama pun masuk untuk mandi dan berganti pakaian. Aku juga harus mencuci piring bekas makan malam tadi. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, ketika tiba-tiba aku merasakan nyeri di perutku.

Rasanya seperti ingin datang bulan, namun juga badan terasa panas.

"Mas!" panggilku kepada mas Rama yang masih ada di kamar.

"Kenapa dek?" Mas Rama mengusap-usap pinggang ku.

"Sakit perut mas..." jawabku.

"Kamu mungkin kecapekan, dek. Ayo kita tidur dulu, nanti mas sambil usap-usap perutnya." ucap mas Rama, sambil menuntunku menuju kamar.

Akhirnya, aku tetap memilih tidur walau perutku kali ini sakitnya seperti mencengkram. Mas Rama juga tak berhenti mengusap pinggang membuat aku sedikit tenang dan terlelap.

Esok harinya, saat aku terbangun dari tidur, aku tak mendapati mas Rama. Seperti biasa ia pasti sudah berangkat kerja di jam subuh ini.

"Bisa ga sih bangunnya pagi, udah malas ga bisa nyapu, orang juga pernah hamil tapi ga gitu juga." Suara itu berasal dari teras belakang, rupanya suara ibu mertuaku yang di dengar oleh tetangga sebelah.

Nyuttt, terasa pedih di hati, perasaan seumur hidup baru kali ini diginiin. Selama hidup dengan ibuku tak pernah ada sekali pun ibu memarahi ku, apalagi membangunkan tidurku.

Sebab aku juga tak pernah bangun kesiangan, selalu bangun subuh dan membantu pekerjaan rumah dan dapur bahkan sebelum subuh.

Aku juga tertidur pulas karena semalam-malam menahan sakit perut yang terasa panas dan tak tertahankan. Aku mengurungkan niat, memilih tak membantu mengerjakan pekerjaan rumah hari ini, ya selain sakit hati aku juga sakit perut.

Karena sakit perut dari semalam sudah tak bisa ku tahan, dan kali ini seperti bukan sakit saat datang bulan aku memutuskan menghubungi mas Rama, meminta bantuannya agar mau mengantar ku periksa kehamilan ku.

Karena ingin memastikan sakit perutku karena apa? Aku membuka celana dalam yang biasa aku lakukan untuk mengecek apakah aku sedang datang bulan atau tidak?

Ku dapati bercak darah yang menggumpal kecil, aku makin aneh dan cemas takut terjadi sesuatu pada kehamilanku.

Perutku semakin mencengkram perih, tak tertahan membuat aku berapa kali menjatuhkan badan ke kasur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 18

    "Mas kapan beli perlengkapan bayi? sekarang sudah mau mendekati hari perkiraan lahir!" ucapku pada mas Rama yang sibuk bermain ponsel. "Sabar, jangan terburu-buru! sekarang mas lagi tak punya uang!" Bagai petir di siang bolong ucapan mas Rama membuat badan bergetar hebat, bagaimana mungkin seorang mas Rama pekerja proyek yang digaji jutaan rupiah bahkan puluhan juta itu berkata tak punya uang. "Pakai uang tabungan dulu mas! kasian anak kita ntar lahir ga pakai baju!" "Mas bilang sabar ya sabar. Lagian bayi pun belum lahir nunggu saja kau tak bisa!" Betapa geram hati ini, mendengar perkataan mas Rama ia begitu berubah tak semestinya karena kehamilan ini juga atas permintaannya padaku. Jika tau begini mana mungkin aku mau mengandung benih darinya. "Mas punya kebutuhan yang lain dek, jadi sabar nanti mas sediakan keperluan anak kita!" "Sabar aja dulu lagian anak itu kan belum lahir!" ucap mas Rama lagi. Aku hanya mengusap dada, menahan sabar, selain menjaga mentalku aku j

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 17

    Bulan demi bulan aku lalui hingga perutku sedikit membuncit menampakkan bahwa Hana tengah hamil. "Aku sudah muak melihat tingkah lakumu, jangan mentang-mentang kamu hamil kamu selalu bermalas-malasan begini!" ucap ibu mertua yang mengedor pintu kamar Hana. Tanpa memperdulikan ibu mertuanya justru Hana sibuk memainkan ponselnya mencari cara agar secepatnya ia menghasilkan uang agar nanti ia bisa menghidupi anaknya tanpa harus bergantung pada suaminya. "Hana apa kamu tuli? Ibu memanggil mu dari tadi! cepat bangun dan datangi ibu! jangan pemalas seperti ini!" ucap mas Rama yang juga ikut mengguncang tubuh Hana yang sibuk bermain hp membelakanginya. "Kaki ku kram, ototku mengencang aku tak ingin bekerja berat, aku lagi hamil!" "Selalu saja hamil menjadi alasanmu, apa kamu tak tau jika ibuku juga pernah hamil!" mata mas Rama menajam bahkan tangannya bergerak begitu kuat menarik Hana. Semasa kehamilan Hana hingga sekarang ia sama sekali tak berisitirahat menunaikan tugas rumah. Dan ta

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 16

    Seharian aku dikurung di kamar menunggu pintu kamar terbuka agar bisa keluar dari neraka mewah ini."Hei, Hana kamu jangan bego! kamu pikir dengan kamu kabur dari rumah kamu bisa bebas? justru semakin memperkeruh suasana." ucap ibu mertuaku yang membuka pintu kamar."Kamu harus sadar diri, harus tau posisi kamu disini! kamu itu hanya wanita miskin yang beruntung menjadi istri anakku. Seharusnya kamu patuh sama suamimu, apa dengan kabur dari sini hidupmu akan bersinar? tentu saja itu tidak mungkin" sambungnya lagi."Kemasi kembali barangmu, jangan bikin malu aku dan anakku! atau jika benar kamu ingin pergi sekalian saja kamu minta cerai dengan Rama. Dia sama sekali tak akan menyesal pisah dengan wanita kampung sepertimu!"Aku hanya menghela nafas, mulutku terasa kaku, bingung antara harus tetap diam atau menjawab perkataan ibu mertuaku. Setelah menikah aku pikir aku bisa mencapai titik bahagia itu, tapi ternyata aku harus banyak berlapang dada menghadapi satu persatu ujian rumah tangg

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 15 Emosi mas Rama

    Saat diriku ingin bersembunyi didalam kamar, tapi aku tertangkap basah oleh Vika. "Ini orangnya, dari mana kamu?" tanya Vika membuat semua pasang mata menatap tajam kearah ku. "Nganterin makanan buat mas Rama!" jawabku kemudian ingin berlalu masuk kamar. "Mana mungkin Rama mau makanan dari rumah, makannya kan ditanggung proyek setempat, biasanya juga mereka catering makan enak-enak. Ga mungkin banget kalo Hana ngantar makanan buat Rama." timbal Vika. "Paling nganter ke rumah ibunya, mungkin ibunya udah kehabisan beras kali. Makanya saat kita ga ada dirumah dia buru-buru masakin!" sahut ibu mertuaku. "Ibunya kerja apa sih Bu?" tanya salah satu tetangga. "Jual badan, mungkin." timpal salah satunya. Aku menarik nafas panjang, membuka pintu kamar dengan keras, menghampiri sekumpulan ibu-ibu di teras dapur. "Enak aja, Ibuku ga serendah itu Bu tolong kalau ngomong mulutmu dijaga!" aku mengepalkan tangan ingin sekali ku tampar wanita tua yang membicarakan ibuku barusan. "Sia

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 14

    Sebulan kemudian."Mas kamu suka kopi kan?" aku menyuguhkan secangkir kopi pada mas Rama. Akhir akhir ini aku memang jarang menyuguhkan kopi padanya, selain karena kesibukan masing masing juga karena mas Rama di pagi buta sudah berangkat kerja hingga kadang lupa meminum kopi buatanku."Suka dek, tapi mas ga bisa kalau terusan minum kopi, soalnya asam lambung mas sering naik. Kadang kambuh saat mas sedang sibuk dengan kerjaan sampai di marahin bos dibilang alasan belaka." mas Rama menyeruput kopi yang masih panas, iya dia penikmat kopi pahit dan panas."Kalau lagi kerja terus kamu sakit, izin aja mas. Biar aku bisa ngerawat mas. Urusan kerjaan bisa di kerjakan nanti yang penting kesehatan nomor satu!" aku memperingati mas Rama dan kemudian mendekatinya dan memijat bahunya. "Kamu baik banget dek, mas jadi makin cinta sama kamu." mas Rama menyium telapak tangan ku."Mas berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"Aku mengantar mas Rama tepat di depan pintu gerbang, akhir-akhir ini hat

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 13 Kado

    Karena khawatir aku mengalihkan, permasalahan Vika dan Zian, aku berdalih keluar dan ingin memberikan uang pada Vika sesuai nominasi yang ia minta tadi."Vika!" aku berteriak memanggil Vika agar Zian dan ia berhenti bertengkar diruang tamu."Kak, Vika ada di kamar lagi istirahat." jawab Zian yang menunduk, seperti menutupi sesuatu, padahal aku sudah tau walau tak menyaksikan dengan mata langsung."Tolong kasi ini ke Vika ya, katanya tadi Vika mau uang 100 ribu." aku menyodorkan uang kertas bernominal 100 ribu itu pada Zian."Makasi kak, nanti aku berikan ke Vika." Zian menyunggingkan senyum ragu padaku.Tak ingin berlama aku pun kembali ke dapur,"Semoga Vika ga kenapa-kenapa kasian juga dengannya."batinku berbisik, Kemudian ku kerja kan semua tugas dapur, karena sudah tentu jika satupun yang kurang atau belum terselesaikan aku pasti bakal di cap menantu pemalas oleh ibu mertuaku."Dek, mas pulang," suami ku mas Rama mengagetkan ku, ia tiba-tiba saja memeluk ku dari belakang, membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status