Share

BAB 3 Semakin Menjadi

Author: Talia awan
last update Last Updated: 2024-06-05 10:54:51

"Dek, kamu ga kenapa-kenapa kan?" Mas Rama sudah datang dan menghampiri tubuhku dengan khawatir.

"Sakit mas!" rintihku dengan tangan melingkar diperutku.

"Mas bersiap dulu ya dek!" mas Rama kini mulai sibuk berganti baju.

"Kenapa Ram? Pulang cepat ya?" suara ibu mertua menyapa mas Rama di dapur.

"Hana sakit perut Ma, dari semalam!" tutur mas Rama.

"Biasa itu, mama juga sering sakit perut" ucap ibu mertuaku.

"Tapi Hana lagi hamil Ma, emang biasa sakit perut gitu kalau hamil"

"Iya biasa itu, nanti juga sembuh sendiri" jawab ibu mertuaku yang kemudian berlalu pergi. Mas Rama menghampiri ku lagi yang sekarang masih duduk di kasur.

Beberapa posisi aku coba agar mengurangi rasa sakit di perut seperti yang aku lakukan saat datang bulan.

"Dek, mas udah siap ayo kita periksa dulu kalau masih sakit!" Ajak mas Rama padaku.

Beberapa kali aku menolak, karena mungkin benar kata ibu mertuaku tadi, sakit perut saat hamil mungkin hal biasa di alami oleh orang yang sedang hamil.

"Mas khawatir dek, mending kita periksa biar tau, nanti sekali USG bayinya" bujuk mas Rama membantuku berdiri.

Setelah beberapa kali ajak mas Rama akhirnya aku menyetujui untuk di periksa dahulu.

Aku pun dibawa langsung ke puskesmas, dan ternyata kabar mengejutkan dari dokter.

Bahwa aku keguguran, dan janin di dalam rahim ku harus segera di ambil agar tidak terjadi komplikasi penyakit lain.

"Kandungan nya sudah tidak bisa ditolong dengan obat penguat kandungan, janin di dalam kandungan memang seutuhnya belum membentuk, tapi ada beberapa gumpalan darah yang harus kita kuret!" Ucap dokter kandungan.

Aku hanya diam, tak bahagia dan juga tak sedih, larut dalam pikiran buruk.

***

Seharian aku di puskesmas, beberapa resep obat di berikan.

"Habis ini harus istirahat dulu ya Bu, banyak-banyak minum air putih dan kalau bisa untuk beberapa hari ini benar-benar jangan melakukan aktivitas apapun. Istirahat saja dalam waktu penuh untuk pemulihan dan mengembalikan kebugaran tubuh!" dokter menyarankan dengan penuh perhatian.

Suamiku hanya mengangguk lesuh, sampai dirumah ia meminta ku untuk berisitirahat, dan menyuapi ku beberapa suap nasi agar aku bisa segera meminum obat.

"Dek, kamu harus istirahat penuh ya, ingatkan kata dokter tadi!" mas Rama sambil membuka plastik obat

"Iya mas ingat kok."

Sementara mertua ku memilih untuk tidak peduli padaku atau sekedar bertanya tentang kehamilan ku saja ia enggan.

Ada tetangga di sebelah rumah sedang menjenguk.

"Wahh Rama sebentar lagi akan menjadi seorang bapak!" ucapnya dengan tulus dan penuh dukungan.

"Belum Bu, kandungan Hana lepas" mas Rama dengan ekspresi sedih bercerita.

"Bagaimana ga keguguran kalau semua makanan larangan dimakan, bahkan sampai minuman bersoda dan keras selalu di minum." kali ini ibu mertuaku menyahut.

Nyuttt.

Lagi-lagi perasaan pedih di hati itu datang lagi.

Aku jadi teringat dengan minum obat yang ibu mertua ku beri, ku baca komposisi yang tertera di botol dan benar saja bertuliskan dilarang untuk dikonsumsi oleh ibu hamil.

Terdiam sejenak, lantas kenapa ibu mertua memberi banyak minuman ini? Jika dia sudah tau kalau seorang ibu hamil tak bisa mengonsumsi minuman tersebut.

Sialnya aku tak sempat membaca terlebih dahulu sebelum meminum nya, belum sempat berbagi cerita bahagia pada ibu kandung ku tentang kehamilan ku, namun belum juga berbentuk janin ku harus dilepaskan dalam rahim ku.

Aku menangis sejadi-jadinya, ingin rasanya berteriak karena merasa sakit kehilangan, namun ku tahan agar tak menimbulkan suara dan didengar oleh banyak orang. Begitu menyakitkan hidup ini karena harus dihadapkan dengan berbagai ujian.

Ibu mertua, suami dan tetangga ku masih mengobrol di luar, sengaja aku terus di kamar karena tak Sudi melihat mertua ku yang baru saja membuat kecelakaan pada anakku.

***

Esok harinya.

"Punya menantu pemalas bisa nya cuma makan tidur, udah kayak ratu aja di rumah orang!"

Teriakan itu berasal dari dapur, yang tak lain adalah suara ibu mertua ku. Kebiasaan buruk ditempat ini adalah pagi-pagi ibu-ibu sudah berkumpul hanya untuk mendengarkan satu gosip dan satu aib dari orang lain.

Aku tau kalimat ibu tadi untuk ku, tapi demi menyelamatkan diri ini dari komplikasi setelah dikuret aku memilih tetap di kamar dan bersikap diam dan acuh pada mertuaku.

Ingin ku keluh kan semua kesedihan yang aku alami hari ini, namun aku tidak memiliki tempat untuk bercerita tanpa takut di pojokan.

Jika aku bercerita dengan suami ku, aku takut di bilang menantu durhaka. Jika, aku bercerita pada ibu ku aku takut ibu meminta ku untuk pulang dan bercerai, sebab tidak ada orang tua yang rela anak yang tak pernah sekalipun ia sakiti harus menerima kejahatan dari orang lain.

Aku menahan tangis sendirian di kamar, sebab mas Rama harus kerja dan tak boleh libur kecuali sudah terjadwal.

Dari awal menikah dan bertemu dengan mertua aku sudah sedikit merasa tak nyaman karena dari pandangan matanya saja sudah bisa menunjukkan ketidaksukaan terhadap ku. Beberapa orang pun pernah mengatakan hal yang sama tentang itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 18

    "Mas kapan beli perlengkapan bayi? sekarang sudah mau mendekati hari perkiraan lahir!" ucapku pada mas Rama yang sibuk bermain ponsel. "Sabar, jangan terburu-buru! sekarang mas lagi tak punya uang!" Bagai petir di siang bolong ucapan mas Rama membuat badan bergetar hebat, bagaimana mungkin seorang mas Rama pekerja proyek yang digaji jutaan rupiah bahkan puluhan juta itu berkata tak punya uang. "Pakai uang tabungan dulu mas! kasian anak kita ntar lahir ga pakai baju!" "Mas bilang sabar ya sabar. Lagian bayi pun belum lahir nunggu saja kau tak bisa!" Betapa geram hati ini, mendengar perkataan mas Rama ia begitu berubah tak semestinya karena kehamilan ini juga atas permintaannya padaku. Jika tau begini mana mungkin aku mau mengandung benih darinya. "Mas punya kebutuhan yang lain dek, jadi sabar nanti mas sediakan keperluan anak kita!" "Sabar aja dulu lagian anak itu kan belum lahir!" ucap mas Rama lagi. Aku hanya mengusap dada, menahan sabar, selain menjaga mentalku aku j

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 17

    Bulan demi bulan aku lalui hingga perutku sedikit membuncit menampakkan bahwa Hana tengah hamil. "Aku sudah muak melihat tingkah lakumu, jangan mentang-mentang kamu hamil kamu selalu bermalas-malasan begini!" ucap ibu mertua yang mengedor pintu kamar Hana. Tanpa memperdulikan ibu mertuanya justru Hana sibuk memainkan ponselnya mencari cara agar secepatnya ia menghasilkan uang agar nanti ia bisa menghidupi anaknya tanpa harus bergantung pada suaminya. "Hana apa kamu tuli? Ibu memanggil mu dari tadi! cepat bangun dan datangi ibu! jangan pemalas seperti ini!" ucap mas Rama yang juga ikut mengguncang tubuh Hana yang sibuk bermain hp membelakanginya. "Kaki ku kram, ototku mengencang aku tak ingin bekerja berat, aku lagi hamil!" "Selalu saja hamil menjadi alasanmu, apa kamu tak tau jika ibuku juga pernah hamil!" mata mas Rama menajam bahkan tangannya bergerak begitu kuat menarik Hana. Semasa kehamilan Hana hingga sekarang ia sama sekali tak berisitirahat menunaikan tugas rumah. Dan ta

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 16

    Seharian aku dikurung di kamar menunggu pintu kamar terbuka agar bisa keluar dari neraka mewah ini."Hei, Hana kamu jangan bego! kamu pikir dengan kamu kabur dari rumah kamu bisa bebas? justru semakin memperkeruh suasana." ucap ibu mertuaku yang membuka pintu kamar."Kamu harus sadar diri, harus tau posisi kamu disini! kamu itu hanya wanita miskin yang beruntung menjadi istri anakku. Seharusnya kamu patuh sama suamimu, apa dengan kabur dari sini hidupmu akan bersinar? tentu saja itu tidak mungkin" sambungnya lagi."Kemasi kembali barangmu, jangan bikin malu aku dan anakku! atau jika benar kamu ingin pergi sekalian saja kamu minta cerai dengan Rama. Dia sama sekali tak akan menyesal pisah dengan wanita kampung sepertimu!"Aku hanya menghela nafas, mulutku terasa kaku, bingung antara harus tetap diam atau menjawab perkataan ibu mertuaku. Setelah menikah aku pikir aku bisa mencapai titik bahagia itu, tapi ternyata aku harus banyak berlapang dada menghadapi satu persatu ujian rumah tangg

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 15 Emosi mas Rama

    Saat diriku ingin bersembunyi didalam kamar, tapi aku tertangkap basah oleh Vika. "Ini orangnya, dari mana kamu?" tanya Vika membuat semua pasang mata menatap tajam kearah ku. "Nganterin makanan buat mas Rama!" jawabku kemudian ingin berlalu masuk kamar. "Mana mungkin Rama mau makanan dari rumah, makannya kan ditanggung proyek setempat, biasanya juga mereka catering makan enak-enak. Ga mungkin banget kalo Hana ngantar makanan buat Rama." timbal Vika. "Paling nganter ke rumah ibunya, mungkin ibunya udah kehabisan beras kali. Makanya saat kita ga ada dirumah dia buru-buru masakin!" sahut ibu mertuaku. "Ibunya kerja apa sih Bu?" tanya salah satu tetangga. "Jual badan, mungkin." timpal salah satunya. Aku menarik nafas panjang, membuka pintu kamar dengan keras, menghampiri sekumpulan ibu-ibu di teras dapur. "Enak aja, Ibuku ga serendah itu Bu tolong kalau ngomong mulutmu dijaga!" aku mengepalkan tangan ingin sekali ku tampar wanita tua yang membicarakan ibuku barusan. "Sia

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 14

    Sebulan kemudian."Mas kamu suka kopi kan?" aku menyuguhkan secangkir kopi pada mas Rama. Akhir akhir ini aku memang jarang menyuguhkan kopi padanya, selain karena kesibukan masing masing juga karena mas Rama di pagi buta sudah berangkat kerja hingga kadang lupa meminum kopi buatanku."Suka dek, tapi mas ga bisa kalau terusan minum kopi, soalnya asam lambung mas sering naik. Kadang kambuh saat mas sedang sibuk dengan kerjaan sampai di marahin bos dibilang alasan belaka." mas Rama menyeruput kopi yang masih panas, iya dia penikmat kopi pahit dan panas."Kalau lagi kerja terus kamu sakit, izin aja mas. Biar aku bisa ngerawat mas. Urusan kerjaan bisa di kerjakan nanti yang penting kesehatan nomor satu!" aku memperingati mas Rama dan kemudian mendekatinya dan memijat bahunya. "Kamu baik banget dek, mas jadi makin cinta sama kamu." mas Rama menyium telapak tangan ku."Mas berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"Aku mengantar mas Rama tepat di depan pintu gerbang, akhir-akhir ini hat

  • Ibu Mertua, Lihat Aku Sekarang    Bab 13 Kado

    Karena khawatir aku mengalihkan, permasalahan Vika dan Zian, aku berdalih keluar dan ingin memberikan uang pada Vika sesuai nominasi yang ia minta tadi."Vika!" aku berteriak memanggil Vika agar Zian dan ia berhenti bertengkar diruang tamu."Kak, Vika ada di kamar lagi istirahat." jawab Zian yang menunduk, seperti menutupi sesuatu, padahal aku sudah tau walau tak menyaksikan dengan mata langsung."Tolong kasi ini ke Vika ya, katanya tadi Vika mau uang 100 ribu." aku menyodorkan uang kertas bernominal 100 ribu itu pada Zian."Makasi kak, nanti aku berikan ke Vika." Zian menyunggingkan senyum ragu padaku.Tak ingin berlama aku pun kembali ke dapur,"Semoga Vika ga kenapa-kenapa kasian juga dengannya."batinku berbisik, Kemudian ku kerja kan semua tugas dapur, karena sudah tentu jika satupun yang kurang atau belum terselesaikan aku pasti bakal di cap menantu pemalas oleh ibu mertuaku."Dek, mas pulang," suami ku mas Rama mengagetkan ku, ia tiba-tiba saja memeluk ku dari belakang, membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status