"Menurutmu apa yang ingin aku lakukan Anisa." Suara Leo semakin berat, tatapannya juga berubah menjadi tatapan yang sulit diartikan."Saya tidak tahu Tuan." Anisa nampak pasrah, dia tidak bisa berpikir jernih, kalau pria yang terlihat akan mencumbunya adalah pria beristri begitu pula dengan dirinya yang merupakan wanita bersuami.Tangan Leo tergerak melewati bibir merah Anisa, salivanya mengucur deras membayangkan yang tidak-tidak."Kamu pasrah sekali Anisa, apa kamu menginginkan hal lebih dari ini?" Tangan Leo semakin mendekatkan tubuh Anisa hingga Anisa dapat merasakan sesuatu benda keras dari di balik celana Leo."Tuan milik anda kenapa sudah mengeras?" Pertanyaan Anisa membuyarkan hasrat Leo, pria itu tertawa keras, bisa-bisanya saat panas dingin seperti ini menanyakan hal itu."Kamu sungguh menggemaskan Anisa." Leo melepas pelukannya, dia terus tertawa lalu duduk di sofa."Maafkan saya Tuan." Anisa menunduk malu, dia mengutuk dirinya dalam hati karena mempertanyakan hal itu pa
"Kamu itu seorang istri seharusnya mementingkan suami daripada teman-teman kamu!" Ana menutup telinganya, seolah tidak mau mendengar ucapan Leo, bahkan dia membaringkan tubuh di tempat tidur dan menarik selimut. "Aku masih belum selesai bicara denganmu Ana!" Rasa kesal Leo sudah di puncak, hingga tangannya mengepal. "Ana!" Tak mendapatkan respon dari sang istri membuat Leo memilih keluar kamar, dia ingin keluar untuk menenangkan diri sejenak tapi saat melewati ruang tengah dia melihat buah-buahan serta botol minuman yang dibawa oleh orang tuanya tadi.Leo mengambil minuman itu, dia merasa sayang jika minuman itu dibuang begitu saja karena itu adalah bentuk perhatian mamanya kepada Ana dan juga calon bayi mereka. "Kasian Mama sudah susah payah membuat ini untuk Ana." Pria itu bergumam.Tiba-tiba dia teringat akan Anisa, "Anisa, kenapa aku tidak kepikiran dia." Leo bergegas kembali ke atas untuk memberikan minuman dan buah-buahannya kepada Anisa. Ketika Leo masuk terlihat Anisa te
Anisa beranjak dari tempatnya, dia berjalan mendekati Leo dan berdiri di samping pria itu. "Yang bisa menjawab pertanyaan anda ya anda sendiri Tuan." Anisa tersenyum dengan tatapan jauh keluar jendela.Leo juga tersenyum sembari menatap Anisa, "Hati kecilku mengatakan tidak salah Anisa.""Bearti tidak salah," sahut Anisa.Melihat Anisa Leo tidak bisa menahan dirinya lagi, dia langsung saja memeluk Anisa dengan erat," Rasa ini tidak salah kan Anisa?" bisiknya."Rasa apa Tuan?""Aku menyayangimu bukan sebagai ibu pengganti anakku, melainkan rasa sayang seorang pria terhadap seorang wanita."Entah harus senang atau harus sedih mendengar ucapan Leo, jujur dia sendiri juga merasakan hal yang sama, bahkan rasa untuk Leo sedikit demi sedikit menggeser Raka dalam hatinya."Kamu juga memiliki rasa yang sama kan Anisa?"Anisa hanya terdiam, dia tidak menjawab pertanyaan Leo itu karena dia tidak ingin ada hati yang terluka."Kenapa kamu hanya diam Anisa?""Saya tidak memiliki perasaan apapun ter
Melihat sang kakak berdiri di hadapannya membuat Leo begitu bahagia. Dia segera beranjak dari kursi kebesarannya, "Kenapa tidak bilang kalau datang." genggaman tangannya jatuh di lengan sang kakak."Begitukah caramu menyambut Kakakmu yang baru datang Le." protes Lukas lalu merangkul adiknya.Lihat pemandangan bahagia di depannya membuat bayu tersenyum, dia memilih pergi karena tidak ingin mengganggu suasana temu kangen adik kakak tersebut.Lukas adalah kakak Leo yang baru pulang dari luar negeri, sama halnya seperti Leo Lukas juga seorang CEO namun perusahaan Lukas jauh lebih besar daripada perusahaan Leo."Dari bandara aku langsung ke sini karena begitu merindukanmu." Ucapan Lukas membuat Leo GR."Sebegitu sayangnya dirimu padaku Kak," sahut Leo dengan terkekeh."Gimana nggak sayang kita dewasa bersama dan kamu adalah satu-satunya adik yang aku miliki," timpal Lukas.Kedua saudara itu bercerita banyak hal, termasuk menceritakan perusahaan masing-masing."Aku selalu kalah denganmu Kak
Rasa takut kepada majikannya membuat Anisa memakan semangkuk sayur dari daun kelor meski itu adalah pantangan bagi dirinya.Seusai memakan makanan yang dibawa oleh Ana tiba-tiba, Anisa merasa pusing, "Pusing sekali kepalaku."Saking pusingnya, Anisa berjalan agak sempoyongan, dia mencoba merebahkan dirinya di tempat tidur, berharap sakit kepalanya bisa hilang setelah rebahan.Hingga sore tiba, rasa sakit di kepalanya tak kunjung sembuh dan kini wajahnya mulai terlihat pucat.Leo yang kebetulan pulang cepat segera menemui Anisa di kamarnya, dan betapa terkejutnya dia saat tau Anisa yang begitu pucat."Kamu kenapa Anisa?!" ujarnya dengan khawatir."Saya pusing Tuan."Tak ingin terjadi apa-apa dengan Anisa dan calon anaknya, Leo segera membawa Anisa ke rumah sakit meski sempat terjadi penolakan."Sudah berapa kali aku bilang, aku tidak suka sebuah penolakan.""Maafkan saya Tuan, saya hanya...." Dia menghentikan ucapannya."Hanya apa?" Anisa menggeleng, "Maafkan saya Tuan." Rasa khawati
Ana terlihat menatap Lukas, dari dulu wajah maskulin Lukas membuat Ana terpukau. "Sampai kapan kamu akan terus menatapku Ana?" Pertanyaan Lukas membuat Ana segera mengalihkan pandangannya. Dia tersenyum, "Kamu masih sama seperti dulu Lukas." Lukas tertawa mendengar ucapan Ana, "Diriku tetap diriku sampai kapan pun ya begini." Ana tersipu malu, rasa kesal yang begitu besar kepada Leo seketika menguap ketika berbicara dengan Lukas. "Kamu mau menemui Leo?" "Iya, ada masalah yang ingin aku bicarakan dengannya." Tak ingin berlama-lama dengan Ana Lukas segera memotong pembicaraan mereka. "Aku masuk dulu." "Silahkan." Bertemu dengan Lukas membuat Ana salting, tak bisa dipungkiri Lukas lebih greget daripada Leo suaminya, mereka memang saudara tapi memiliki karakter yang jauh berbeda. Sepanjang koridor, Ana nampak tersenyum mengingat pertemuannya dengan Lukas, wanita itu kembali mengingat masa lalunya bersama kakak sang suami. "Kenapa aku malah kepikiran Lukas?" gumamnya kemudia
"Dia suami saya Tuan.""Dia tak pantas kamu sebut suami Anisa!"Anisa menatap Leo dengan tatapan sedih, pantas nggak pantas Raka tetap suaminya. "Dia tetap suami saya Tuan." Leo menggeleng, rasa ingin memiliki Anisa semakin besar hingga Leo lupa jika Raka tetaplah suami sah Anisa."Lantas bagaimana dengan anda Tuan? anda melarang saya kembali ke Mas Raka lalu bagaimana dengan Nyonya?"Pertanyaan Anisa membuat Leo terdiam, dia juga tidak tahu jawabannya, yang dia rasakan saat ini adalah ingin tetap bersama Ana dan juga memiliki Anisa."Aku ingin bersama kamu dan Ana, Anisa." "Anda tidak bisa egois Tuan."Waktu terus berlalu, tak terasa tujuh bulanan anak Leo akan digelar besok, Anisa tentu tidak bisa hanya berdiam diri tanpa membantu para pelayan menyiapkan acaranya."Apa yang bisa saya bantu Bi?" Dia bertanya pada para Bibi di dapur."Sudah kamu diam saja di kamar, kami takut dimarahin Tuan kalau kamu ikut membantu Anisa," jawab salah satu Bibi."Saya bosan Bi, beri saja saya pekerj
"Ayo cepat sini." Mama Leo menarik tangan Ana dan mengajaknya duduk di dekatnya.Saking bahagianya ingin memiliki cucu Mama Leo benar-benar memperlakukan Ana dengan baik, dia tidak ingin Ana tertekan."Duduk yang nyaman." Mama Leo memberikan bantal kecil untuk agar punggung Ana tidak sakit.Sikap Mama Leo membuat Ana tersenyum puas, kapan lagi dia bisa mengerjai mertuanya seperti ini. 'Haha senang sekali bisa mengerjai wanita tua ini'.Mama Leo meminta pemuka agama untuk memulai doanya, saat itulah Leo menghubungi Anisa agar turut mendengarkan doa dari pemuka agama."Le, apa kamu tidak merasa aneh dengan istri kamu." Lukas yang berada tepat di samping Leo mencoba mengadukan kecurigaannya pada sang adik.Seketika Leo memucat, dia takut jika kebohongan Ana terbongkar. "Aneh gimana sih Kak," protes Leo."Kapan hari aku lihat perutnya masih rata, tapi sekarang kok sudah sebesar ini."Leo berusaha menyakinkan Lukas kalau perut Ana membesar sesuai usia kandungannya, "Mungkin kamu salah liha