Accueil / Romansa / Ibu Sambung Untuk Anak CEO / 2. Naya punya mama baru

Share

2. Naya punya mama baru

Auteur: Reaa Hamida
last update Dernière mise à jour: 2023-05-25 21:33:56

“Mama, jangan lepas pelukanku!” Naya masih terus memeluk Renata bahkan setelah mereka keluar dari cafetaria, gadis kecil itu sama sekali tidak memberinya celah untuk berpisah. Cekalan tangannya pada lengannya sangat kuat, Renata jadi kualahan sendiri karena Naya yang terus mengikuti kemanapun ia pergi.

"Mama, pelan-pelan dong kakiku kan kecil." Protes Naya karena Renata yang berjalan cepat. Perempuan itu menunduk hanya untuk mendapati bibir Naya yang merengut.

"Tolong lepaskan tanganmu, Naya, aku ingin kembali bekerja."

"Tidak, aku mau ikut mama. Ayo ke ruangan mama, aku akan beristirahat disana." Renata menghela napas pasrah saat Naya menariknya agar kembali berjalan.

Perempuan itu bahkan belum setuju untuk menjadi mama Naya tapi, balita itu seolah tidak peduli.

Jujur saja Renata takut pada Naren, bagaimana nasibnya jika Naren tahu putri kesayangannya ikut dengannya. Renata takut dimarahi, sebab Naren selalu mengintimidasi siapapun yang sedang berhadapan dengannya.

"Naya, apa kamu tidak khawatir dengan papamu? Bagaimana jika dia mencarimu?" Tanya Renata yang berusaha mengusir halus Naya dari ruangannya.

Renata tidak ingin mendapatkan masalah dalam pekerjaan, Renata ingin bekerja dengan tenang.

"Tidak, papa bisa menemukanku di manapun dan mungkin saja sekarang papa sudah mengetahuinya."

"Tapi kan tetap saja, kau harus kembali." Naya melirik Renata dengan mata memincing, "mama ingin mengusirku ya? Apa mama terganggu denganku?"

Renata yang terkejut langsung menggelengkan kepala. Perempuan itu langsung mendekat pada Naya, dia takut Naya marah padanya.

"Bukan begitu, aku hanya takut papamu mencari lalu saat dia menemukanmu bisa saja papamu menuduhku yang memaksamu untuk ikut, maaf Naya aku tidak bermaksud mengusirmu, singgahlah lebih lama jika kau mau." Renata mengusap surai Naya yang begitu lembut.

Renata tidak keberatan dengan keberadaan Naya, hanya saja dia memang setakut itu dengan Naren.

"Mama, papa tidak akan memarahimu, kalaupun papa memarahimu aku akan berada di depanmu, papa takut padaku." Tenang Naya sembari menggenggam tangan Renata.

"Baiklah, duduklah dengan nyaman di sini, aku akan mengerjakan pekerjaanku, jika kamu bosan atau ingin memakan sesuatu ambillah di rak itu ya, aku meletakkan banyak snack di sana." Renata menunjuk sebuah rak dengan empat keranjang yang hanya diisi snack dan minuman berkaleng.

"Semangat mama, saat kamu menikah dengan papa nanti kamu tidak perlu bekerja, kamu hanya perlu menghabiskan uangnya denganku." Ujar Naya dengan kedua tangan terkepal ke atas.

Renata terkekeh mendengarnya, Naya sungguh pandai berbicara. Tapi dia tidak akan membawa serius ucapan Naya, memangnya seorang CEO mau dengan perempuan sepertinya? Dia hanya seorang perempuan miskin yang tidak memiliki keluarga. Latar belakangnya saja tidak jelas, tumbuh besar di panti asuhan kumuh yang terletak di pinggiran kota, bukankah dia sangat memalukan.

Di sisi lain Naren yang telah menyelesaikan rapatnya kini berjalan menuju ruangannya, sudah tidak sabar ingin melihat Naya yang memiliki magnet rindu begitu kuat. Bibirnya bersenandung kecil dan langkahnya berubah menjadi cepat, Stea, sekertarisnya yang mengikuti dari belakang pun kuwalahan mengejar langkah Naren yang cepat.

"Nayaaa papa kembali." Naren membuka pintu ruangannya dengan senyum lebar, namun lelaki itu langsung mengernyit saat tidak menemukan siapapun di ruangannya. Naya tidak ada di sana, hanya sepi yang menyambutnya.

"Naya, sayang jangan bercanda, kamu di mana Naya?" Tidak ada jawaban dan Naren memutuskan untuk putar balik. Membuat Stea yang baru sampai di mejanya menatap bingung.

"Ada yang bisa saya bantu pak?" Tanya Stea saat Naren menatapnya gusar.

"Saya kehilangan Naya, Stea tolong bantu cek cctv ya lalu jika sudah menemukannya segera beri tahu saya. Anak tengil itu suka sekali pergi seenaknya." Naren segera pergi menuju lift, walau begitu Naren tidak akan pernah bisa marah pada putrinya.

Lelaki itu menuju cafetaria karena teringat Naya sempat meminta ijin untuk pergi ke sana. Tapi saat lelaki itu mengendarkan pandangannya tidak ada sosok Naya di cafetaria. Naren mendengus dan memilih untuk singgah sejenak sembari menunggu kabar dari Stea.

Naren tidak khawatir putrinya akan hilang atau tersesat di gedung tinggi miliknya, sebab Naya sudah terlalu hafal letak ruang apa saja di gedung ini. Naren hanya khawatir jika putrinya yang tengil itu justru merepotkan seseorang atau mengganggu pekerjaan seseorang.

Sepertinya di manapun lelaki itu berada akan selalu menjadi pusat perhatian. Lelaki dengan postur tubuh sempurnya, tinggi tegap, wajah yang rupawan dan tatapan yang selalu mengintimidasi lawan bicaranya. Naren terlihat begitu mempesona di mata setiap orang yang menatapnya.

Lelaki itu menjabat sebagai CEO di perusahan milik keluarganya, Nars company, perusahaan yang diwariskan padanya dari sang ayah yang sekarang menjabat sebagai pemilik saham tertinggi.

Perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata itu telah menjadi kepercayaan para wisatawan lokal serta mancanegara karena pelayanannya yang juara.

"Halo, pak, saya sudah menemukan di mana nona Naya berada, menurut rekaman cctv saat ini nona Naya berada di ruangan ibu Renata kepala devisi personalia di lantai 7." Naren mengangguk walaupun Stea tidak dapat melihatnya, "terima kasih, Stea silahkan lanjutkan pekerjaanmu."

Setelah menutup panggilan Naren segera beranjak dari tempat duduknya, Pasti Naya sudah berulah dengan perempuan itu. Dalam perjalanan menuju lantai 7 Naren dipenuhi banyak kebingungan lantaran Naya yang tidak mudah akrab dengan seseorang kini justru bersama dengan seorang perempuan asing.

Naren tentu mengenal Renata namun hanya sebatas pekerjaan, lelaki itu tidak tahu banyak tentang Renata. Mereka cukup sering rapat bersama karena Retana adalah kepala personalia sedangkan ia adalah petinggi di perusahaan.

Dalam langkahnya menuju ruangan Renata, Naren sudah menyiapkan banyak ceramah untuk putrinya yang memang menyebalkan sampai langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruangan Renata karena suara putrinya yang nyaring.

"Mama, lihat aku buka satu jajan milikmu." Naren mengernyit saat Naya tanpa beban memanggil Renata dengan sebutan mama.

"Mama, kau tidak marah kan jika aku membawa pulang semua snackmu? Aku tidak punya di rumah, aku menginginkannya."

"Ambillah, Naya."

Naren mendengus saat Naya kembali memanggil Renata dengan sebutan mama, lelaki itu tahu putrinya menginginkan seorang mama tapi bukankah tidak sopan memanggil orang asing yang bahkan baru ditemuinya dengan sebutan itu?

"Papa!" Pekik Naya saat Naren membuka pintu ruangan Renata tanpa mengetuk terlebih dahulu. Lelaki itu menatap tajam Naya yang duduk santai di atas sofa.

Renata berdiri spontan saat Naren menerobos masuk ke dalam ruangannya. Perempuan itu sangat terkejut terlebih takut saat Naren menatapnya tajam.

"Papa lihat aku dapat banyak snack." Lanjut Naya yang kini memamerkan snack miliknya. Balita itu sama sekali tidak menunjukkan raut takut pada Naren.

"Siapa yang menyuruhmu menganggu staff papa, Naya?" Tanya Naren dengan nada serius, lelaki itu sempat melirik Renata yang menunduk.

"Tidak ada, Naya kan cuma mau sama mama." Naya beranjak dengan santai, menghampiri Renata yang masih menunduk seolah siap dimarahi.

"Papa tidak pernah mengajarimu untuk bersikap sembarangan, ayo kembali ke ruangan papa." Lelaki itu terlihat angkuh dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya.

"Ih papa, aku mau di sini sama mama, jangan paksa aku!" Naya justru menjauhi Naren dan mendekat pada Renata.

Gadis kecil itu bersembunyi di belakang Renata, memegang ujung blazer yang Renata pakai dengan erat.

"Naya, kamu tidak boleh mengganggu orang saat bekerja, bermainlah di ruangan papa." Naren menghela napas saat Naya menggeleng cepat.

"Apa mama terganggu dengan kehadiranku?" Naya mendongak menatap Renata, pupil matanya mengecil mencoba mencari kejujuran pada Renata.

Dengan sisa keberanian Renata mendongak, menatap Naren yang terlihat mengintimidasinya.

"Sebelumnya saya minta maaf pak Naren, mungkin anda bisa menjemput Naya saat pulang nanti? Saya tidak keberatan sama sekali jika Naya memang nyaman di ruangan saya." Jelas Renata pada Naren hati-hati, takut lelaki itu marah padanya.

Naya tersenyum menang ke arah papanya, lalu memeluk kaki Renata sangat erat.

"Tuh kan apa Naya bilang, mama baik tidak akan keberatan, sana papa pergi kerja lagi!" Usir Naya.

"Naya itu menyusahkan, jangan pernah berkata kau tidak masalah jika Naya bersamamu atau Naya akan terus menganggumu, Renata." Naren menatap perempuan itu lamat, kemudian beralih pada putrinya.

"Naya, papa tidak pernah mengajarimu untuk sembarangan memanggil seseorang dengan sebutan mama, jaga sikapmu."

"Apasih, tante Renata ini mama baru Naya, jangan larang Naya mencari mama, papa tidak pernah menepati janji selama ini jadi Naya akan mencari sendiri."

Renata yang tidak mengerti hanya diam melihat pertengkaran kecil Naya dan sang papa sebelum akhirnya Naren kembali menatapnya.

"Kalau begitu tolong jagakan Naya untuk saya, Renata." Final Naren sebab putrinya yang mulai mendramatis keadaan.

"Baik, pak." Naren menghela napas panjang melihat tingkat putrinya yang selalu menjengkelkan, sayangnya Naren terlalu mencintai Naya hingga ingin marah pun ia tak bisa.

"Papa akan meninggalkanmu di sini, ingat untuk bersikap sopan, Naya." Ingat Naren yang langsung mendapat cibiran dari Naya.

Renata menunduk begitu Naren menatapnya dalam, lelaki itu terlalu mendominasi suasana sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa agar Naren segera pergi dari ruangannya.

Narendra terlalu tampan dan berkharisma saat ini, jas yang berantakan, lengan kemeja yang digulung sebatas siku lalu rambutnya yang acak-acakan karena sempat berlari, Renata takut jatuh pada pesona lelaki itu.

"Sana papa pergi! Naya mau sama mama baru."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   42. Ayuna

    Walau Renata tahu Ayuna hanya bercanda dia tetap memberi tatapan kesal. Di otaknya hanya terisi oleh bekerja-bekerja dan bekerja, di jam berapa dia terpikir untuk mem-pelet lelaki yang justru menghabiskan uang untuk membayar dukun. Mulut Ayuna memang kurang ajar! "Kalau aku membenarkan pertanyaanmu itu, apa kamu percaya?" "Tidak, kamu bukan tipe yang akan menghabiskan uang untuk pergi ke dukun." Ayuna duduk di sofa, tepat di sebelah Renata. "Kamu berhutang cerita padaku, padahal aku hanya dinas ke luar kota selama dua minggu. Pulang-pulang sudah diberi kejutan." "Maaf, aku tidak sempat menelponmu karena suasanya tidak bersahabat." jujur Renata. "Kenapa? Apa ada masalah?" Ayuna adalah satu-satunya teman Renata yang paling dekat. Mereka mengenal satu sama lain saat masuk secara bersamaan di perusahaan. Mereka sudah seperti saudara sedarah yang sangat-sangat dekat, selalu berbagi apapun entah itu hal membahagiakan atau kesengsaraan. "Kamu tahu tidak kalau pak Naren memiliki satu

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   41. Kabar pernikahan

    "Baiklah, aku pikirkan nanti sembari berbelanja." Mobil berhenti tepat di depan gedung kantor. Sebelum turun Naren meraih dompetnya, lalu mengeluarkan sebuah kartu dari sana. Kartu itu ia julurkan di hadapan Renata, memberi kode agar perempuan itu menerimanya. "Seterusnya pakai ini untuk berbelanja. Belilah beberapa barang seperti baju, tas atau heels untukmu, kamu bisa pakai sesukamu, tidak ada limit." Renata tertegun. Dia sempat ragu apakah harus menerima kartu itu dengan suka rela, terlebih dia belum sah menjadi istri Narendra. Belum saatnya bagi Naren mencukupi kebutuhannya selama mereka belum resmi menikah. "Ambil saja, mulai sekarang aku yang akan menanggung hidupmu. Simpan uangmu sebagai tabungan, mulai hari ini aku akan menafkahimu." Renata menerima kartu itu dengan penuh kehati-hatian. Dia bukan tipe perempuan yang suka membelanjakan uang untuk barang-barang seperti baju, sepatu atau tas dari brand ternama. Mungkin ke depannya dia akan membeli sebuah buku dengan kartu in

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   40. Ke sekolah bersama Mama

    "Naya senang karena mulai hari ini akan berangkat bersama Mama." wajah Naya berseri-seri, matanya berbinar karena terlalu senang sebab mulai sekarang bisa berangkat bersama Renata. "Mama juga senang karena bisa mengantar Naya ke sekolah." Naren yang berada di kemudi tersenyum lebar, dia menyukai interaksi-interaksi kecil putrinya itu dengan Renata. Kedua perempuan beda usia itu sudah dekat, nyaman satu sama lain dan terlihat cocok sebagai ibu da anak. Ia berharap interaksi pagi ini akan terus terjadi hingga nanti, hingga ia tua bersama keluarga kecilnya. "Hihihi, Naya bisa pamerkan ke teman-teman kalau Naya sudah punya Mama. Mama mau tidak antar Naya sampai ke kelas?" Pertanyaan sederhana itu mendapat perhatian dari kedua orang dewasa, terutama Naren yang fokus menyetir. Lelaki itu memelankan laju mobil, lalu berdaham kecil sampai kedua perempuannya mengalihkan atensi. "Naya, bukannya Papa ingin melarang. Tapi, Naya bisa kenalkan Mama pada teman-teman Naya nanti setelah Papa

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   39. Sarapan bersama seperti keluarga

    "Kalian sedang membicarakan apa?" Tanpa di undang Naren datang, lelaki itu turun dengan kemeja yang belum dikancingkan. Dasi dan jas ditenteng, datang dengan raut penuh penasaran. Suara bariton lelaki itu cukup mengejutkan Naya yang masih serius mendengarkan jawaban Renata. Begitu juga Renata yang sama sekali tidak menyadari kedatangan Narendra. "Membicarakan filosofi nasi goreng." Jawab Renata sembarang. Kedua alis Naren menukik tidak percaya, menatap intens pada Renata yang terlihat gugup. Perempuan itu terburu menyelesaikan bekal Naya dan mengalihkan pendangan ke sembarang arah. Naren tidak percaya jika kedua perempuannya membicarakan tentang filosofi nasi goreng dengan wajah yang serius, memangnya apa? "Iya, Papa. Mama sedang memasak nasi goreng untuk sarapan kita." Beruntungnya Naya yang tidak terlalu mengerti bisa berkompromi tanpa diberi tahu. Dan Beruntung Renata memang membuat nasi goreng pagi ini. "Memangnya apa filosofinya?" Naren bertanya sembari mendekat, dud

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   38. Bercakap dengan Mama

    Mereka berpindah menuju wardrop, Renata yang lihai dan sudah terbiasa mengurus anak kecil dengan cekatan memakaian Naya seragamnya yang lucu. Lalu seperti permintaan anak itu, Renata menyisir rambutnya yang halus secara perlahan dan membaginya menjadi dua. Naya memiliki banyak sekali jepit rambut dan kunciran, juga pita-pita yang dibelikan oleh nenek. Perempuan itu dengan lihai menguncir rambut Naya menjadi dua, mengikatnya tanpa menimbulkan rasa sakit di kulit kepala, berbeda dengan nenek yang suka mengikat dengan kencang sehingga kulit kepala gadis kecil itu tertarik dan menimbulkan rasa sakit. Setelah mengikatnua dengan karet, Renata meraih dua buah pita berwarna merah muda. Lantas menalikan pita itu ke dua kunciran sebelumnya. Perempuan itu juga menambahkan dua jepit berbentuk lidi secara sejajar di sebelah kanan. Membuat Naya terlihat lebih manis dengan penampilannya. "Nah, sudah. Coba Naya berkaca." Renata memutar tubuh calon putrinya agar menghadap kaca. "WAHHH, CANTIK SE

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   37. Pagi yang membahagiakan

    "Mama sudah tidak marah kan pada Naya?" Mendengar itu Renata dengan cepat beralih, merapikan anak rambut milik Naya dengan senyuman kecil. "Tidak, Mama tidak pernah marah dengan Naya. Mama minta maaf ya sudah membuat Naya ketakutan." "Mama, Naya senang sekali. Mama tidak akan pergi lagi kan? Mama akan selalu berada di dekat Naya kan? Mama sayang Naya kan?" Pertanyaan ber-rantai itu membuat Renata terkekeh sekaligus sedih. Dia merasa lucu dengan bagaimana wajah Naya ketika bertanya padanya, namun juga merasa sedih sebab ternyata Naya menaruh begitu banyak harapan padanya. Harapan agar dia selalu menyanyanginya dan mencintainya, serta untuk tetap tinggal bersamanya. "Mama tidak akan pergi lagi, apapun yang terjadi, Mama juga akan selalu berada di sisi Naya dan Mama sangat-sangat sayang dengan Naya, Mama mencintai Naya seperti hidup Mama sendiri." "Benarkah? Kalau begitu Naya sangat bahagia mendengarnya. Mama mau janji kelingking dengan Naya?" Gadis kecil itu berbinar s

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status