"Mama! ini aku Naya, Mama! jangan pergi!" Renata yang kala itu merasa terpanggil terdiam saat melihat seorang balita berlari padanya seraya melayangkan panggilan mama. "Mama kemana aja? Naya kangen mama!" Ujar Naya seraya memeluk Renata erat. "Ayo kita pulang ke rumah, mama." Lalu ditariknya tangan Renata hingga perempuan itu terheran. Naren yang mengetahui putrinya menarik seorang perempuan yang tak lain adalah salah satu pegawainya di perusahaan hanya menghela napas pasrah. "Papa lihat! Naya membawa mama pulang, Naya menemukan mama!"
View More“Satu, dua, tiga, empat, lima, tuk-tuk.” Renata melirik seorang gadis kecil yang berjalan di sebelahnya dengan cara melangkah satu persatu ke dalam kotak marmer sembari berhitung.
“Enam, tujuh, delapan, tuk-tuk.” Renata tanpa sadar tersenyum saat anak kecil itu kembali berhitung dan berjalan mendahuluinya dengan cara yang masih sama, melangkah dengan hati-hati agar tidak menginjak garis. Dress selutut berwarna merah muda serta jepit rambut berwarna senada yang anak itu kenakan menambah kesan manis.“Dia terlihat menggemaskan.” Gumam Renata masih memperhatikan gadis kecil yang mulai menjauh dari jangkauannya.Sudah lebih dari 3 tahun Renata bekerja di perusahaan ini, berawal dari staff biasa hingga berhasil mendapat promosi dan diangkat sebagai kepala devisi personalia karena kinerjanya. Perempuan berusia 25 tahun itu melangkah dengan yakin, sesekali menyapa pekerja lain yang juga mengenalnya.Selain dikenal mumpuni saat bekerja Renata juga dikenal baik oleh orang disekitarnya. Sayangnya ada banyak sekali yang menunjukkan keirian pada perempuan itu.Pukul 12 siang adalah waktu untuk beristirahat, begitu pula Renata yang bergegas menuju cafetaria untuk mengisi perut. Perempuan itu memilih meja yang terletak di pojok ruangan, duduk sendirian setelah memesan. Renata sudah terbiasa dengan kesendirian, justru perempuan itu akan lebih nyaman menghabiskan waktu istirahat saat hanya ada dirinya.Sesaat setelah pesanannya datang Renata beralih dari ponselnya, mulai menikmati sepiring nasi goreng cabai hijau yang dipasangkan dengan segelas es teh manis.Namun belum lama Renata menikmati makan siangnya seorang gadis kecil yang ia temui di lobby tadi datang mengusiknya, menarik-narik ujung blazer yang ia kenakan dengan senyum polos."Tante cantik, aku mau duduk di sini bolehkan?" Tanya gadis kecil itu yang masih memainkan ujung blazer Renata, menatapnya memohon dengan lucu."Oh hai, tentu saja, duduklah gadis manis." Gadis kecil itu tersenyum lebar saat Renata menyambutnya baik lalu duduk di sebelah Renata."Tante cantik, namaku Naya Narela Narsma." Ucap Naya yang memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangan. Deretan gigi putihnya terlihat sebab tersenyum lebar."Nama tante Renata, apa kamu anak pak Naren?" Tanya Renata sedikit terkejut saat Naya menyebutkan marga yang sama dengan Narendra, petinggi di perusahaan tempat ia bekerja.Renata belum pernah melihat anak CEOnya selama bekerja ini, ia hanya mendengar jika putri Naren adalah gadis yang ceria dan baik hati, wajahnya cantik jelita dengan rambut coklat bergelombang. Sekarang Renata tidak lagi penasaran karena putri Naren yang di elu-elukan sedang duduk di sebelahnya."Iya, tapi tolong jangan beri tahu yang lain ya, aku tidak mau menjadi pusat perhatian." Renata terkekeh mendengarnya, ternyata selain ceria dan manis Naya juga narsis."Baiklah.""Naya sudah makan? Mau tante pesankan sesuatu?" Tawar Renata saat melihat Naya menatap piring nasi gorengnya.Naya mengangguk cepat dengan tatapan berbinar, "Naya mau nasi goreng juga, boleh kan?"Renata tidak bisa menahan senyumnya saat melihat binar dari bola mata Naya. Perempuan itu mengangguk, lalu beranjak dari duduknya."Tentu saja boleh, tunggu sebentar ya."Tatapan Naya tidak lepas dari langkah Renata yang mulai menjauh untuk memesankan sepiring nasi goreng untuknya, gadis kecil itu tidak meluruhkan senyumnya hingga Renata kembali duduk di sebelahnya. Naya seolah menemukan sosok yang selama ini selalu ia dambakan, gadis kecil itu berbinar dalam tatapannya saat menatap Renata."Tante mau jadi mamaku tidak?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Naya, dengan tatapan polos menatap Renata dengan mata beningnya."Apa?" Tanya Renata memastikan jika tidak salah dengar."Tante, jadi mamaku ya? Aku suka, tante Renata baik." Kali ini Naya meraih tangan Renata.Renata terdiam bingung, perempuan itu masih mencerna permintaan Naya yang terdengar aneh, memintanya untuk menjadi seorang mama? Yang benar saja."Tidak--""Aku memaksa! Mulai sekarang tante Renata menjadi mamaku!" Belum sempat Renata menyangkal Naya sudah dulu mendesak, membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi.Naya memeluk tubuh Renata dari samping saat perempuan itu masih membeku terkejut. Membiarkan nasi goreng miliknya menjadi dingin karena telah lama dibiarkan."Naya." Panggil Renata yang terlihat tidak nyaman, bukan karena Naya yang memaksakan pelukannya tapi karena orang-orang mulai memperhatikan keduanya.Interaksi yang tidak biasa Naya lakukan pada orang asing, terlebih anak itu pasti dibatasi untuk berinteraksi dengan sembarang orang. Mungkin jika Naren tahu, bukan Naya yang dimarahi tapi justru orang tersebut."Kenapa? Aku masih ingin memeluk mama." Naya mendongak dengan tatapan polos kemudian kembali mengeratkan kedua tangannya yang melingkari perut Renata."Oke baiklah, kau boleh memelukku lagi nanti, sekarang makan dulu nasi gorengmu ya?" Pinta Renata yang mencoba melepaskan pelukan Naya."Mama berjanji?" Tatap Naya dengan curiga, balita itu memincingkan mata karena pelukannya dilepaskan. Hei papanya saja tidak bisa menolak pelukannya!"Ya, janji. Sekarang makan dulu nasi gorengmu sebelum dingin." Renata bingung harus bersikap bagaimana, ia merasa interaksinya dengan Naya seharusnya tidak terjadi. Renata takut jika tiba-tiba Narendra datang dan memarahinya karena bersama Naya.Tanpa protes Naya mulai menyendok nasi goreng miliknya, sesekali melihat ke arah Renata yang juga melanjutkan makan siang. Perempuan itu menyendok dengan canggung karena ada banyak pasang mata yang memperhatikan. Seolah berinteraksi dengan Naya adalah sesuatu yang di luar nalar."Mama tahu tidak, Naya selalu minta pada papa untuk dicarikan mama baru tapi, papa selalu bilang 'iya besok papa carikan ya Naya' tapi sampai sekarang papa tidak pernah memberikan mama untuk Naya."Renata melirik Naya yang kini meletakkan sendok garpunya dengan lesu, bibirnya mengerucut karena teringat bagaimana papa selalu beralasan saat ia meminta seorang mama."Padahal papa berjanji pada Naya, tapi tidak pernah ditepati. Naya sebal." Kali ini terdengar dengusan dari bibir balita itu. Membuat Renata terkekeh sebab Naya terlihat lucu sekarang."Jadi, Naya ingin mencarinya sendiri?" Renata memang sempat mendengar simpang siur jika Naren adalah seorang duda. Namun Renata tidak pernah tahu jika gosip itu benar adanya, ia kira itu hanya gosip murahan karena istri bosnya tidak pernah datang ke kantor."Betul, aku lelah menunggu papa. Aku ingin mencari sendiri mama yang cantik dan baik."Renata tersenyum tipis mendengar Naya, ambisi anak kecil yang menggebu. Melihat Naya, Renata seolah berkaca pada masa kecilnya, ada sebuah harapan atas keinginan memiliki orang tua yang lengkap sebab itu adalah syukur setiap anak, tapi sebagian dari mereka tidak selalu mendapatkan kesempatan itu.Sama halnya dengan Naya yang menginginkan seorang mama, dulu Renata juga menginginkan dua orang tua yang menyayanginya."Sekarang aku tidak perlu lagi mencarinya karena aku sudah menemukan mama." Ungkap Naya seraya menggenggam tangannya."Bukankah aku lebih hebat dari papa?""Naya, apa kau tahu jika tidak boleh sembarangan meminta seseorang untuk menjadi mama?" Pertanyaan itu melunturkan senyum Naya, dengan mimik wajah kecewa Naya bertanya."Kenapa? Apa Naya tidak boleh memiliki seorang mama?""Bukan, bukan seperti itu. Maksudku, kau tidak boleh meminta seseorang untuk menjadi mama secara sepihak, kau juga harus mendengar pendapatnya apakah ia mau atau tidak.""Lalu, apa mama Renata mau menjadi mamaku?"Renata kembali terdiam mendengar pertanyaan itu, pertanyaan yang bahkan tidak bisa ia jawab dengan sembarangan. Renata tidak mungkin menyetujui hal konyol itu kecuali ia rela dipecat dari perusahaan, tapi saat melihat tatapan memohon dan penuh harapan dari mata Naya, Renata seolah tak mampu untuk berkata tidak.Naya semakin erat menggenggam tangan Renata, entah alasan apa yang membuat gadis kecil itu memaksa Renata menjadi mama untuknya."Naya tahu mama baik, pasti mama mau kan jadi mama Naya?"Walau Renata tahu Ayuna hanya bercanda dia tetap memberi tatapan kesal. Di otaknya hanya terisi oleh bekerja-bekerja dan bekerja, di jam berapa dia terpikir untuk mem-pelet lelaki yang justru menghabiskan uang untuk membayar dukun. Mulut Ayuna memang kurang ajar! "Kalau aku membenarkan pertanyaanmu itu, apa kamu percaya?" "Tidak, kamu bukan tipe yang akan menghabiskan uang untuk pergi ke dukun." Ayuna duduk di sofa, tepat di sebelah Renata. "Kamu berhutang cerita padaku, padahal aku hanya dinas ke luar kota selama dua minggu. Pulang-pulang sudah diberi kejutan." "Maaf, aku tidak sempat menelponmu karena suasanya tidak bersahabat." jujur Renata. "Kenapa? Apa ada masalah?" Ayuna adalah satu-satunya teman Renata yang paling dekat. Mereka mengenal satu sama lain saat masuk secara bersamaan di perusahaan. Mereka sudah seperti saudara sedarah yang sangat-sangat dekat, selalu berbagi apapun entah itu hal membahagiakan atau kesengsaraan. "Kamu tahu tidak kalau pak Naren memiliki satu
"Baiklah, aku pikirkan nanti sembari berbelanja." Mobil berhenti tepat di depan gedung kantor. Sebelum turun Naren meraih dompetnya, lalu mengeluarkan sebuah kartu dari sana. Kartu itu ia julurkan di hadapan Renata, memberi kode agar perempuan itu menerimanya. "Seterusnya pakai ini untuk berbelanja. Belilah beberapa barang seperti baju, tas atau heels untukmu, kamu bisa pakai sesukamu, tidak ada limit." Renata tertegun. Dia sempat ragu apakah harus menerima kartu itu dengan suka rela, terlebih dia belum sah menjadi istri Narendra. Belum saatnya bagi Naren mencukupi kebutuhannya selama mereka belum resmi menikah. "Ambil saja, mulai sekarang aku yang akan menanggung hidupmu. Simpan uangmu sebagai tabungan, mulai hari ini aku akan menafkahimu." Renata menerima kartu itu dengan penuh kehati-hatian. Dia bukan tipe perempuan yang suka membelanjakan uang untuk barang-barang seperti baju, sepatu atau tas dari brand ternama. Mungkin ke depannya dia akan membeli sebuah buku dengan kartu in
"Naya senang karena mulai hari ini akan berangkat bersama Mama." wajah Naya berseri-seri, matanya berbinar karena terlalu senang sebab mulai sekarang bisa berangkat bersama Renata. "Mama juga senang karena bisa mengantar Naya ke sekolah." Naren yang berada di kemudi tersenyum lebar, dia menyukai interaksi-interaksi kecil putrinya itu dengan Renata. Kedua perempuan beda usia itu sudah dekat, nyaman satu sama lain dan terlihat cocok sebagai ibu da anak. Ia berharap interaksi pagi ini akan terus terjadi hingga nanti, hingga ia tua bersama keluarga kecilnya. "Hihihi, Naya bisa pamerkan ke teman-teman kalau Naya sudah punya Mama. Mama mau tidak antar Naya sampai ke kelas?" Pertanyaan sederhana itu mendapat perhatian dari kedua orang dewasa, terutama Naren yang fokus menyetir. Lelaki itu memelankan laju mobil, lalu berdaham kecil sampai kedua perempuannya mengalihkan atensi. "Naya, bukannya Papa ingin melarang. Tapi, Naya bisa kenalkan Mama pada teman-teman Naya nanti setelah Papa
"Kalian sedang membicarakan apa?" Tanpa di undang Naren datang, lelaki itu turun dengan kemeja yang belum dikancingkan. Dasi dan jas ditenteng, datang dengan raut penuh penasaran. Suara bariton lelaki itu cukup mengejutkan Naya yang masih serius mendengarkan jawaban Renata. Begitu juga Renata yang sama sekali tidak menyadari kedatangan Narendra. "Membicarakan filosofi nasi goreng." Jawab Renata sembarang. Kedua alis Naren menukik tidak percaya, menatap intens pada Renata yang terlihat gugup. Perempuan itu terburu menyelesaikan bekal Naya dan mengalihkan pendangan ke sembarang arah. Naren tidak percaya jika kedua perempuannya membicarakan tentang filosofi nasi goreng dengan wajah yang serius, memangnya apa? "Iya, Papa. Mama sedang memasak nasi goreng untuk sarapan kita." Beruntungnya Naya yang tidak terlalu mengerti bisa berkompromi tanpa diberi tahu. Dan Beruntung Renata memang membuat nasi goreng pagi ini. "Memangnya apa filosofinya?" Naren bertanya sembari mendekat, dud
Mereka berpindah menuju wardrop, Renata yang lihai dan sudah terbiasa mengurus anak kecil dengan cekatan memakaian Naya seragamnya yang lucu. Lalu seperti permintaan anak itu, Renata menyisir rambutnya yang halus secara perlahan dan membaginya menjadi dua. Naya memiliki banyak sekali jepit rambut dan kunciran, juga pita-pita yang dibelikan oleh nenek. Perempuan itu dengan lihai menguncir rambut Naya menjadi dua, mengikatnya tanpa menimbulkan rasa sakit di kulit kepala, berbeda dengan nenek yang suka mengikat dengan kencang sehingga kulit kepala gadis kecil itu tertarik dan menimbulkan rasa sakit. Setelah mengikatnua dengan karet, Renata meraih dua buah pita berwarna merah muda. Lantas menalikan pita itu ke dua kunciran sebelumnya. Perempuan itu juga menambahkan dua jepit berbentuk lidi secara sejajar di sebelah kanan. Membuat Naya terlihat lebih manis dengan penampilannya. "Nah, sudah. Coba Naya berkaca." Renata memutar tubuh calon putrinya agar menghadap kaca. "WAHHH, CANTIK SE
"Mama sudah tidak marah kan pada Naya?" Mendengar itu Renata dengan cepat beralih, merapikan anak rambut milik Naya dengan senyuman kecil. "Tidak, Mama tidak pernah marah dengan Naya. Mama minta maaf ya sudah membuat Naya ketakutan." "Mama, Naya senang sekali. Mama tidak akan pergi lagi kan? Mama akan selalu berada di dekat Naya kan? Mama sayang Naya kan?" Pertanyaan ber-rantai itu membuat Renata terkekeh sekaligus sedih. Dia merasa lucu dengan bagaimana wajah Naya ketika bertanya padanya, namun juga merasa sedih sebab ternyata Naya menaruh begitu banyak harapan padanya. Harapan agar dia selalu menyanyanginya dan mencintainya, serta untuk tetap tinggal bersamanya. "Mama tidak akan pergi lagi, apapun yang terjadi, Mama juga akan selalu berada di sisi Naya dan Mama sangat-sangat sayang dengan Naya, Mama mencintai Naya seperti hidup Mama sendiri." "Benarkah? Kalau begitu Naya sangat bahagia mendengarnya. Mama mau janji kelingking dengan Naya?" Gadis kecil itu berbinar s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments