Namun, perintah tetaplah perintah. Mereka segera membawa pelayan ke kebun belakang dan menyisakan Layla.Saat hanya tersisa mereka berdua, Layla merasa tidak pantas berdiri. Jadi dia berlutut dengan jantung berdebar hebat.“Hukuman untuk Bibi Layla harus jauh lebih spesial dari siapa pun. Bibi adalah Kepala Pelayan di sini,” tukas Morgan sambil berjalan pelan mengitari Layla.“Ya, Tuan. Saya akan menerimanya,” sahut Layla pasrah sambil meneteskan air mata.“Bibi akan aku hukum untuk menjadi pencicip makanan anggota keluargaku mulai sekarang sampai waktu yang tidak ditentukan,” ucap Morgan sambil menatap tajam Layla dan melipat tangan di depan dada.Itu pekerjaan berisiko. Apalagi setelah sebelumnya sudah ada riwayat kejadian keracunan.Pekerjaan yang seperti dua mata pisau.Di satu sisi, Layla merasa masih dipercaya oleh Morgan. Namun di sisi lain, Layla juga merasa ini adalah bentuk kekecewaan pria itu.“Baik,
Walaupun Sydney selalu melibatkan Morgan dalam pengasuhan anak, pria itu tiba-tiba merasa bodoh jika sang istri tidak ada di sebelahnya.“Kalian boleh bersedih. Tapi kalian harus tetap makan, sekolah, dan berkegiatan seperti biasa. Jika kalian terus seperti ini, itu akan membuat Mami khawatir,” ujar Morgan dengan tegas.Morgan tidak tahu cara menjawabnya sudah benar atau belum. Namun yang jelas, Morgan harus memastikan mereka baik-baik saja.“Papi juga harus mengurus adik-adik kalian yang baru saja belajar makan. Kalian sudah lebih pintar, jadi tolong Papi degan menjadi anak baik, oke?” tanya Morgan sambil menatap si kembar pertama bergantian.Jade mengangguk lebih dulu, diikuti oleh Jane.Usai makan bersama Jade dan Jane, Morgan memeriksa si kembar kedua yang ada di kamar mereka.Sementara si kembar pertama, belajar bersama para pengasuhnya.Suara tangisan Sereia dan Zaleia langsung menyambut Morgan saat membuka pintu kamar si kembar kedua.“Mereka masih menangis?” tanya Morgan sambi
Tiba-tiba Morgan teringat panggilan dari sipir Rumah Tahanan Highvale yang pertama.Saat Morgan mengabaikan permintaan Jerry untuk bertemu selama beberapa minggu.Jadi selama Morgan mengabaikan Jerry, orang-orang Si Tua sudah mulai melancarkan aksi untuk menghancurkannya.“Kemungkinan begitu, Morgan,” jawab Ken turut bersimpati. “Ada kadar toksin spesifik dalam darah Sydney, berasal dari jamur beracun.”Morgan mengernyitkan dahi dan bertanya cepat, “Apa kau bisa mengenali jenis jamur beracunnya?”“Sayangnya, tidak. Itu sangat sulit,” jawab Ken penuh penyesalan.Rahang Morgan mengeras. Tangannya terkepal.Dada pria itu bergemuruh hebat begitu mendengar tentang jamur beracun.“Keluarga Draxus di Cordanze … secara khusus menanam jamur beracun untuk menyerang musuh diam-diam,” tukas Morgan dengan dada naik turun.Ken mengangkat kedua alisnya.“Jika memang itu jamur beracun yang sama dengan yang ada di tubuh Sydney, aku harus mengambil langkah besar untuk membalas mereka.” Morgan melanjutk
Sydney langsung dibawa ke Rumah Sakit Terasehat.“Saya sendiri yang akan menangani Sydney,” ujar Ken pada perawat yang membawa Sydney ke ruang IGD.“Baik, Dokter,” sahut perawat itu.Morgan mengusap wajahnya dengan kasar.“Sydney harus selamat!” seru Morgan sambil mencengkeram dengan kuat bahu Ken.Kondisi Sydney persis seperti orang sakau. Namun wanita itu tidak mengonsumsi obat terlarang apa pun. Bahkan dia tidak minum alkohol.Ken mengangguk. “Aku akan pergi melihat Sydney.”Saat Ken memeriksa Sydney, Morgan berdiri di sisi ranjang sambil menggenggam tangan wanita itu dengan kuat.Sydney sudah tidak kejang lagi. Namun dia masih belum sadarkan diri.Kulit Sydney yang memang pada dasarnya putih, menjadi semakin terlihat pucat kala dia terbaring sakit.“Aku akan mengetes darahnya di lab,” ujar Ken yang kini memakai jas dokternya.Morgan hanya mengangguk tanpa berkata sedikit pun. Dia bahkan tidak menoleh saat Ken sudah pergi dari hadapannya.Tatapan Morgan terfokus pada mata Sydney ya
Sekitar satu jam kemudian, Sydney dan Morgan bersama anak-anak duduk di meja makan untuk sarapan bersama.Jade dan Jane sudah rapi dengan seragam sekolah mereka.Sementara Sereia dan Zaleia juga sudah mandi. Aroma khas bayi menguar dari tubuh mungil mereka.“Ken di mana?” tanya Sydney saat menu sarapan hampir selesai dihidangkan di hadapan mereka.Morgan yang baru saja hendak mengambil garpu menghentikan gerakannya. Kerutan muncul di dahinya."Ken?" ulang pria itu.Sejak bertemu tadi pagi, Morgan belum mendapat kabar dari Ken. Dia tidak tahu tahu Ken sudah selesai mengurus Jerry atau belum.Sydney mengangguk.“Ada apa?” tanya Morgan berusaha bersikap normal.Sydney tidak akan suka dengan keputusan Ken menghukum Jerry di tempat tinggal anak-anak mereka.Namun Morgan tidak punya pilihan lain. Jadi untuk berjaga-jaga, Morgan merahasiakan itu."Tadi aku mengundang Ken untuk sarapan bersama," lanjut Sydney sambil menaburkan chia seeds di atas sarapan sehatnya. "Dia sudah bilang iya, tapi s
Sydney membeku. “Aku harap kau mendukung keputusanku. Semua sudah aku pikirkan dan ini adalah keputusan terbaik yang bisa aku ambil.” Morgan menjelaskan seraya menatap manik cokelat Sydney dalam. Sydney terdiam cukup lama, tidak merespons apa pun. Wanita itu sibuk menatap raut wajah suaminya yang tampak kelelahan. Morgan pulang terlambat lima jam lebih. Dan dalam waktu itu, Morgan pasti sudah melalui banyak hal serta pertimbangan hingga berakhir membawa Jerry ke mansion. Sydney mengangkat kedua tangan dan menelusuri garis rahang Morgan. Morgan memejamkan mata, menikmatinya. “Ada hal berat yang sedang kau lalui?” tanya Sydney sambil mengangkat kedua alis. Sydney memang layak menjadi tempat Morgan pulang. Wanita itu tidak menghakimi keputusan Morgan. Dia juga selalu percaya pada suaminya. Walaupun pasti berat bagi Sydney menerima keputusan Morgan, karena sang suami mengundang penjahat ke tempat yang seharusnya menjadi tempat teraman anak-anak mereka. Morgan mengan