Share

159. Mengidam

last update Huling Na-update: 2025-05-10 15:43:25

“Kamu… ngidam?” tanya Kai dengan suara tercekat.

Kira menatap Kai ragu-ragu. Ia pikir, Kai pasti tidak akan senang jika Kira meminta sesuatu. Jadi Kira lebih memilih menyembunyikan keinginannya itu.

Kepala Kira menggeleng pelan. “Nggak kok, Mas. Udah sana tungguin di luar, aku mau pompa ASI dulu.” Kira menyengir kecil sambil mendorong lengan Kai dengan lembut.

Kai kembali menatap Kira, tatapannya seolah menyiratkan rasa ingin tahu. Namun, saat melihat Kira sudah mengeluarkan alat pemompa ASI-nya, Kai tidak punya pilihan lain selain menunggu di luar.

Sebenarnya bisa saja Kai menunggu di sofa, toh bisa ditutupi dengan pakaian atau selimut. Namun Kira masih merasa terlalu malu jika harus melakukannya di hadapan Kaisar.

“Aku mau sekalian beli kopi dulu,” ucap Kai yang tampak enggan untuk pergi.

Kira mengangguk. “Iya, Mas.”

Kai tersenyum, tangannya terulur mengacak puncak kepala Kira, lalu akhirnya pria itu masuk ke kamar mandi terlebih dulu sebelum keluar dari ruangan tersebut.

Selepas ke
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
baru awal masih wajar ngidamnya... lama2 ngidam yg ga wajat juga gpp kira biar kai ngerasain juga susahnya orang hamil hahahaaaa
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
masih mending ngidamnya kiramah masih normal. lahhhh dulu ngidamnya yara konyol parah. bener² di kerjain tuh oliver sama anaknya yang masih di dalam perut yara.
goodnovel comment avatar
~kho~
semangat pak ceo berburu siomay dan es lilinnya pak Tono, wkwkwkwk
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   160. Demi Kira

    Kai memarkirkan mobilnya di pinggir jalan tepat di seberang sebuah Sekolah Dasar di pinggiran kota. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, di depan sekolahan tersebut banyak penjual jajanan–yang entah makanan apa namanya, Kai tidak tahu. Sebab dulu, sewaktu ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar, tidak ada yang berjualan seperti itu di sekolahannya. Lagi pula, Kai hampir tidak pernah jajan di luar, orang tuanya selalu membawakannya bekal makanan dari rumah. Kai lalu menghampiri salah satu penjual yang sedang mengipasi lehernya dengan topi. “Selamat pagi, Pak,” sapanya dengan ekspresi datar. Si penjual itu sempat melongo melihat kedatangan Kai. Walaupun Kai hanya memakai celana jeans dan kaos putih berlengan pendek, tapi aura orang kayanya sama sekali tidak luntur. “Iya, selamat pagi, Pak. Ada apa, Pak?” tanya si penjual itu sambil mendongak menatap Kai. “Bapak kenal sama penjual siomay dan es lilin yang namanya Pak Tono?” Kai menyebutkan nama penjual yang tadi sempat disebutkan

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   159. Mengidam

    “Kamu… ngidam?” tanya Kai dengan suara tercekat.Kira menatap Kai ragu-ragu. Ia pikir, Kai pasti tidak akan senang jika Kira meminta sesuatu. Jadi Kira lebih memilih menyembunyikan keinginannya itu.Kepala Kira menggeleng pelan. “Nggak kok, Mas. Udah sana tungguin di luar, aku mau pompa ASI dulu.” Kira menyengir kecil sambil mendorong lengan Kai dengan lembut.Kai kembali menatap Kira, tatapannya seolah menyiratkan rasa ingin tahu. Namun, saat melihat Kira sudah mengeluarkan alat pemompa ASI-nya, Kai tidak punya pilihan lain selain menunggu di luar.Sebenarnya bisa saja Kai menunggu di sofa, toh bisa ditutupi dengan pakaian atau selimut. Namun Kira masih merasa terlalu malu jika harus melakukannya di hadapan Kaisar.“Aku mau sekalian beli kopi dulu,” ucap Kai yang tampak enggan untuk pergi.Kira mengangguk. “Iya, Mas.”Kai tersenyum, tangannya terulur mengacak puncak kepala Kira, lalu akhirnya pria itu masuk ke kamar mandi terlebih dulu sebelum keluar dari ruangan tersebut.Selepas ke

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   158. Tetaplah Di Sampingku

    “Mas, kalau kamu mau ke kantor, nggak apa-apa, aku bisa sendirian kok di sini,” ucap Kira pagi itu. Ia terbangun dalam pelukan Kaisar yang tidur satu ranjang dengannya.Kai yang sudah terbangun sejak tadi, menatap Kira dengan helaan napas pelan. Tangannya terulur, menyentuh pipi Kira dengan gerakan seringan kapas.“Kamu pikir… aku akan membiarkanmu sendirian di rumah sakit?” Kai balik bertanya dengan suara seraknya. “Nggak, Kira. Aku nggak akan membiarkannya.”Seulas senyum terukir di bibir Kira. Lihatlah, ranjang pasien yang tidak terlalu luas itu kini terasa semakin sempit dengan kehadiran Kai yang tidur di sampingnya. Namun, hal itu justru membuat tidur Kira nyenyak tadi malam.“Maaf ya, Mas. Seharusnya aku kerja sekarang, melayani kamu sebagai asisten pribadi kamu, tapi aku justru malah harus dirawat.”“Justru aku yang harus meminta maaf padamu.”“Hm?” Kening Kira mengernyit. “Kenapa kamu harus minta maaf?”Kai mengembuskan napas pelan, ia meraih tangan Kira yang terbebas dari jar

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   157. Penerimaan Kai

    Kira tertegun. Ia merasakan dadanya bergemuruh hebat, merasa bahagia, bingung dan takut bercampur menjadi satu.Pandangan Kira lalu beralih pada Kai yang tampak mematung, rasa nyeri itu seketika menyergap hati Kira. Ia penasaran bagaimana reaksi Kai mendengar kabar kehamilan ini.Apakah… pria itu akan menolaknya dan tidak peduli pada kehamilannya seperti dulu?“H-Hamil?” tanya Kira sekali, seolah ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.Dokter Amira kembali tersenyum. “Saya tahu, kabar ini cukup mengejutkan. Tapi kondisi janinnya dalam keadaan baik untuk sekarang. Asalkan Bu Kira cukup istirahat dan menjaga pola makan, semuanya akan baik-baik saja dan berjalan lancar. Selama satu sampai tiga hari ke depan, Bu Kira akan dirawat untuk observasi.”Kira hanya mengangguk dengan tatapan penuh kebingungan. Selepas kepergian Dokter Amira yang hilang di balik tirai, suasana di antara Kai dan Kira terasa hening.Kira menggigit bibir bawahnya, ia mengelus perutnya pelan dengan mata ya

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   156. Kabar Bahagia

    Langit-langit ruangan berwarna putih adalah hal pertama yang Kira dapati saat ia membuka mata. Ia mengerjapkan mata berkali-kali untuk menyesuaikan retina matanya dengan cahaya lampu. Bau obat-obatan terasa cukup menyengat. ‘Di mana aku?’ batin Kira sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Yang jelas, ini bukan di kamarnya. Langit-langit dan aroma ruangan itu terasa asing baginya. Ia mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Namun yang ia dapati justru tirai yang menjuntai menutupi sekelilingnya. Kira berusaha mengingat apa yang terjadi padanya. Namun, hal terakhir yang ia ingat adalah kepalanya yang terasa pusing setelah mendapat pesan dari Violet bahwa Kai sedang berada di rumahnya saat itu. Sebuah kabar yang membuat dada Kira sesak. Setelah berjuang menahan rasa nyeri di kepala, Kira tidak ingat apa-apa lagi. Lamunan Kira buyar tatkala ia melihat Kai datang dengan raut muka panik. Pria itu terkejut menatap Kira yang sudah siuman. “Kira, kamu sudah bangun?” g

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   155. Kecewa

    “Kai? Kamu di sini?”Kai mengalihkan tatapannya dari Luna yang tengah terlelap, ke arah Violet yang baru saja memasuki kamar Luna.Wanita itu tampak tersenyum, akan tetapi Kai tahu, senyuman itu mengandung luka. Kai berusaha meraba-raba perasaannya. Masihkah ada rasa cinta di hatinya untuk wanita itu?Namun, Kai tidak bisa memastikannya. Yang jelas, kini sudah tidak ada lagi debar di hatinya saat melihat Violet.Ia menganggukkan kepala. Lalu menghampiri Violet dan berkata, “Kita bicara.”Violet sempat terdiam. Sebelum akhirnya mengikuti langkah kaki Kai yang berjalan ke luar lebih dulu.“Mau aku buatin kopi?” tawar Violet sambil tersenyum lembut.Kai terdiam sesaat. Kepalanya kini terasa penuh, mungkin kafein bisa meringankan beban di kepala, pikirnya. Kai akhirnya mengangguk. “Boleh.”“Baiklah, tunggu sebentar.”Kai menunggu di sofa ruang keluarga. Tatapannya tertuju pada Violet yang kini tengah sibuk dengan mesin pembuat kopi. Kai kembali meraba-raba perasaannya. Namun, hasilnya tet

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   154. Keputusan Kaisar

    Kai berjalan mondar-mandir di bawah tangga. Sesekali mengusap tengkuk. Sesekali menghela napas resah seraya menatap pintu kamar Kira di lantai dua.Sejak kemarin sore, Kira tidak keluar kamar selain hanya untuk makan. Itupun saat makan bersama, Kira tidak banyak bicara. Kira hanya bersuara ketika Kai bertanya, membuat Kai dirundung perasaan gelisah.“Astaga… apa yang harus kulakukan?” erang Kai sembari meraup wajahnya dengan kedua tangan, lalu menghela napas kasar.Kai lalu duduk di sofa dengan kedua siku bertumpu di lutut, sementara jari jemarinya saling bertaut di bawah dagu.Ia tengah berusaha meraba-raba perasaannya. Sebenarnya bagaimana perasaannya terhadap Kira dan Violet? Siapa yang kini lebih ia cintai?Jika itu dulu, setiap kali bersama Violet, ada perasaan senang yang menyelimuti hati. Namun sekarang, ia merasa lebih tenang dan nyaman ketika sedang bersama Kira. Sudah tidak ada lagi debar untuk Violet setiap kali mereka bersama.‘Apa perasaanku untuk Violet sudah hilang?’ ba

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   153. Tidak Perlu Minta Maaf

    Kai menatap kepergian Kira dengan rahang mengeras. Ia berbalik menatap ibunya. “Mami sudah keterlaluan,” ucapnya, dingin. Tanpa sempat menunggu tanggapan dari sang ibu, saat itu juga Kai pergi menyusul Kira. Dengan langkah setengah berlari ia keluar dari rumah Violet, membiarkan pintu di belakangnya terbuka tanpa sempat menutupnya. Kai menyapukan pandangannya ke sekeliling jalanan komplek, ia menemukan Kira yang sedang berjalan cepat di hadapannya. Bergegas Kai menghampiri wanita itu. “Kira, tunggu…!” seru Kai sambil berlari. Namun, Kira seolah tidak memedulikan seruan Kai. Kira terus saja melangkah tanpa menoleh ke belakang. “Kira….” Kai akhirnya berhasil meraih tangan Kira, membuat langkah kaki wanita itu seketika terhenti. Lalu Kai memutar tubuh Kira dan ia tertegun kala melihat mata Kira yang berkaca-kaca. “Kira, maafkan aku,” gumam Kai dengan tenggorokan tercekat. Kira membuang muka, berul

  • Ibu Susu untuk Madu Suamiku   152. Tanggung Jawab

    Seorang wanita paruh baya dengan penampilan elegan tengah duduk di sofa ruang tamu. Kai langsung mengernyit, langkahnya terhenti seketika. Tangannya yang menggenggam tangan Kira mengencang tanpa sadar.Sementara Kira… hanya diam mematung dengan ekspresi terkejut yang berusaha ia sembunyikan. Kira menatap wanita itu dan Violet–yang duduk saling berhadapan, dengan tatapan penuh kebingungan dan keterkejutan.“Mami,” gumam Kai nyaris tak percaya dengan apa yang ia lihat. “Kenapa Mami ada di sini?”Ya, wanita paruh baya itu adalah Grace.Grace tersenyum tipis. Namun, itu bukan senyuman hangat. Melainkan senyuman yang seolah menyimpan sesuatu.“Kebetulan sekali kalian datang,” kata Grace dengan tenang. Ia sama sekali tidak melirik Kira. “Ada yang ingin Mami bicarakan sama kamu, Kai.”Kai melirik Violet yang tampak seperti habis menangis. Violet seketika memalingkan wajahnya dari Kai. Tatapan Kai lalu tertuju pada Kira yang masih terdiam.“Ayo, kita duduk,” ucap Kai pada Kira.Kira menganggu

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status