“Kenapa kalian membiarkan Kira pergi?!” desis Kai dengan tatapan penuh amarah pada dua satpam yang berdiri dengan kepala tertunduk di hadapannya.Salah satu dari kedua satpam itu kemudian berkata dengan pelan, “Maafkan kami, Tuan. Kami mengira Nona Kira pergi untuk jogging, karena Nona Kira bilang akan jogging sebentar.”“Seharusnya kalian menahannya!” desis Kai lagi, rahangnya berkedut. “Apa kalian pikir, Kira suka pergi pagi-pagi buta begitu untuk jogging?”Kedua satpam itu tak ada yang berani menimpali ucapan Kai lagi, mereka tertunduk. Sementara itu Kai meraup wajahnya dengan kasar. “Kalian benar-benar tidak bisa diandalkan!”Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Kai lalu berjalan dengan langkah cepat untuk kembali ke dalam rumah.Raut muka Kaisar berubah panik saat ia sedang sendirian. Ia sudah mencoba menghubungi nomor telepon Kira, berkali-kali, tapi Kai mendapati bahwa Kira meninggalkan ponselnya di dalam kamar. Sial.Kai lantas menelepon Bobby–seseorang yang ia perintahkan un
“Kamu bisa gunakan apartemen ini sesuka kamu,” ucap Julian sambil mendorong pintu apartemen di hadapannya. Lalu melangkahkan kakinya memasuki unit tersebut.Kira ikut melangkah masuk. Ia melihat apartemen itu tampak rapi dan bersih meski tidak ditempati.“Rumah ini memang selalu dibersihkan dua kali seminggu walaupun nggak aku tempati.” Julian tersenyum, seolah mengerti apa yang ada di kepala Kira saat ini.Kira menoleh pada Julian, tersenyum samar.Bibir Kira terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi Julian lebih dulu berbicara, “Kalau kamu butuh makanan, di kulkas ada bahan makanan tapi cuma seadanya. Aku selalu merestok makanan setiap bulan, mengganti yang kadaluarsa dengan yang baru.” Julian menjelaskan panjang lebar sembari melangkah menuju dapur.Lalu membuka pintu kulkas dan benar saja ucapannya, di dalam kulkas itu banyak bahan makanan yang masih segar.Kira menggigit bibir bawahnya sejenak, ia merasa canggung sekaligus merasa bersalah. “Em… Julian?”“Ya?” Julian menoleh pada Ki
Kira keluar pagi-pagi sekali dari rumah itu, bahkan sebelum Kai dan Ani bangun. Ia pergi karena tak ingin bertemu dengan Kai untuk saat ini. Melihat wajah lelaki itu, hanya akan menambah luka baru di hati Kira. Setelah keluar dari gerbang rumah usai pamit pada satpam yang sempat kebingungan melihat kepergiannya, Kira pun melangkahkan kakinya dengan gontai di jalanan komplek. Langit masih gelap, segelap hati Kira saat ini. Saat melewati rumah Violet, Kira sempat menghentikan langkahnya sejenak. Tangannya mengepal, dadanya berdenyut nyeri kala teringat dengan ucapan Kai tadi malam. “Sepertinya kamu nggak menyerah untuk mengambil Kai dariku,” gumam Kira dengan senyuman getir. Tanpa sadar mata Kira menggenang. Ia meneruskan langkahnya, tanpa tujuan. Ia tidak membawa apa-apa selain dompet. Bahkan ponsel saja ia tinggalkan di kamar. Untuk saat ini Kira tidak memikirkan apapun selain lari dari Kai, setidaknya untuk pagi ini saja, ia tidak sanggup bertemu dengan lelaki itu. Kini Kira ber
“Mau bicara apa, Mas?” tanya Kira.Kai tak langsung menjawab. Pria itu terdiam cukup lama dengan tatapan menerawang. Sesekali Kai mengusap wajahnya dengan gusar.Kira memperhatikan sikap Kaisar dengan penuh rasa ingin tahu dan kebingungan. Entah kenapa tangan Kira mendadak terasa dingin, perasaannya mulai tidak enak. Kira merasa kabar yang akan dibicarakan Kai bukanlah kabar baik.“Kira…,” panggil Kai dengan suara tercekat. Pria itu menoleh ke arah Kira, tapi tidak menatap matanya, sejak tadi Kai selalu menghindari bersitatap dengan Kira.“Ya, Mas? Apa yang mau kamu bicarakan?” tanya Kira sekali lagi, tangannya terulur, menyentuh pipi Kaisar agar pria itu menatapnya. “Kenapa kamu nggak mau menatapku, Mas?”Namun, tanpa diduga-duga, Kai justru malah menepis tangan Kira dengan halus. Lalu Kai menghela napasnya kasar. “Kira, sebelumnya… aku minta maaf, karena mungkin apa yang akan aku sampaikan ini mengecewakanmu.”Kira terdiam sesaat. Lalu mengangguk. “Sampaikan saja apa yang mengganggu
Kira duduk termenung di ruangan keluarga. Matanya menatap televisi yang tak benar-benar ia tonton. Suara presenter wanita memenuhi ruangan tersebut di tengah sunyinya malam.Sudah pukul sembilan malam, tapi Kai tak kunjung pulang. Tatapan Kira bergeser ke arah ponsel yang tergeletak di samping remote, ia menantikan pesan atau telepon dari suaminya. Namun, Kai tidak ada menghubunginya satu kali pun sampai saat ini.Apa Kai sudah berhasil menemukan Violet? Atau belum?Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala Kira. Ia penasaran kenapa Kai belum pulang sampai hampir tengah malam begini?Meski marah dan kecewa karena Kai membatalkan janjinya untuk pergi babymoon begitu saja demi Violet, tapi Kira tak bisa memungkiri bahwa ia khawatir pada pria itu.Saat Kira sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba saja pintu terdengar dibuka, disusul dengan derap langkah kaki yang memasuki rumah.Kira keluar dari lamunannya. Seketika itu juga ia berdiri dan menghampiri ruang tamu untuk menya
Beberapa saat yang lalu, Kai menghentikan laju kendaraannya di depan lobi Milard hotel. Saat turun dari mobil, ia melihat beberapa orang tengah berkerumun sambil menatap ke arah langit.Awalnya Kai tidak ingin menghiraukan mereka, karena fokusnya saat ini adalah mencari Violet.Namun, ucapan beberapa orang itu membuat langkah kaki Kai urung untuk masuk ke lobi.“Ada orang mau bunuh diri!”“Ya Tuhan, apa yang harus kita lakukan?”“Gila ya tu orang, kayaknya dia udah nggak waras!”“Cepat! Cepat panggil polisi!”Seruan-seruan itu membuat raut muka Kai seketika berubah menegang. Lalu Kai mendongak ke atas dengan perasaan campur aduk. Dan begitu pandangannya tertuju ke arah rooftop, ia terkesiap begitu melihat seseorang akan melompat dari sana.Apa jangan-jangan… wanita itu adalah Violet?Ya, tidak salah lagi. Firasat Kai menyebutkan bahwa wanita itu Violet.Tanpa membuang-buang waktu, saat itu juga Kai berlari menghampiri lift. Namun, sial. Ketiga lift di lobi itu sedang berada di posisi
Kira tercenung.Namun sebelum sempat Kira berkata-kata, Kai sudah menggenggam bahu Kira dengan kedua tangannya.“Kira, kita tunda keberangkatannya, ya. Aku harus mencari Violet karena aku nggak bisa tenang kalau belum menemukannya.”Kata-kata itu bagai ujung pedang yang menusuk tepat di jantung Kira, membuat Kira merasakan nyeri di sekujur tubuhnya.Kira ingin protes, ingin berteriak karena babymoon yang ia nanti-nantikan harus batal begitu saja. Namun saat melihat sorot mata Kai yang gelisah dan penuh rasa bersalah membuat kata-kata itu tak sanggup keluar dari bibir Kira. Kira hanya mengangguk sambil menahan nyeri di dada.“Aku ikut,” gumam Kira.Kai menggeleng. Matanya menatap wajah Kira lurus-lurus. “Nggak, Kira, kamu lagi hamil, nggak boleh kelelahan. Aku akan mengantarmu ke rumah. Hm?”Kira ingin menolak, tapi ia tahu sekarang bukan saatnya mementingkan egonya.“Setelah Violet ketemu, aku akan langsung pulang dan meneruskan perjalanan kita yang tertunda ini,” ujar Kai lagi dengan
Kai benar-benar membuktikan ucapannya. Kira tidak perlu mempersiapkan apapun yang dibutuhkan untuk liburan mereka, karena Kai yang telah menyiapkan semuanya. Kira hanya perlu mengemasi pakaiannya saja yang akan digunakan selama di Bali.Hari ini akhirnya mereka akan pergi ke Bali untuk babymoon, sesuai rencana Kai sebelumnya.Saat Kira sedang mengoleskan lipstik berwarna nude pink di bibirnya, Kai masuk ke dalam kamarnya dan memeluknya dari belakang. Kira tidak begitu terkejut karena ia sempat melihat kedatangan Kai melalui cermin.“Sudah selesai?” tanya Kai sambil membenamkan wajah di ceruk leher Kira, menghidu aroma tubuh wanita itu dalam-dalam.Beruntung Kira sudah selesai mengaplikasikan lipstik. Jika belum, maka Kira yakin lipstiknya akan belepotan karena tingkah Kaisar.“Sudah, Mas. Ayo.” Kira menaruh lipstik itu ke dalam tasnya, bersatu dengan alat make up-nya yang lain.Namun, Kai tampak enggan melepaskan Kira. Pria itu justru malah semakin mengeratkan pelukannya seolah-olah t
“Boleh aku menginginkanmu sekarang?”Pertanyaan Kai yang diucapkan dengan suara berat dan serak itu sontak membuat pipi Kira tersipu-sipu. Kira melihat tatapan suaminya sudah berubah sayu dan tidak sabaran.Tanpa malu-malu, Kira mendaratkan bibirnya di atas bibir tipis Kai dengan lembut, membuat pria itu menegang seketika.“Hey, katanya aku harus istirahat?” Kira mengingat ucapan Kai beberapa saat yang lalu.“Iya juga, sih.” Kai menghela napas lesu. “Kamu harus banyak istirahat.”“Lagi pula di luar masih ada Tante Grace.”“Sepertinya sudah pulang.”Kira menggelengkan kepalanya. “Tapi aku belum dengar suara mobilnya pergi, Mas.” Ia mengukir senyuman di bibir kecilnya. “Kamu temui Tante Grace dulu, ya. Aku mau istirahat dulu.”Kai menelan saliva dengan susah payah. “Jadi, kamu menolakku, Kira?”Mendengarnya, Kira pun terkekeh-kekeh. “Bukan begitu,” sanggahnya sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Kai.