Rutinitas Kira sepulang kerja hari ini tidak jauh berbeda dengan kemarin-kemarin. Ia pulang bersama Kai–yang masih merengut. Lalu mandi dan makan malam.
Setelah itu Kira akan pergi ke rumah Violet untuk menemui Luna dan memberikan stok ASI perah yang ia pompa siang tadi. Dan seperti biasa, Luna sedang menangis saat Kira datang, lalu tangisannya berhenti saat Luna berpindah ke pangkuan Kira. “Tadi siang anteng-anteng aja, Non. Tapi begitu jam lima, Luna langsung nangis kejer, kayaknya Luna tahu kalau Non Kira bakal datang. Mungkin kangen kali ya?” Rina menyampaikan kondisi Luna dengan jujur. Kira yang tengah menyusui Luna di dalam kamar pun tersenyum. Ia menunduk menatap wajah bayi yang semakin hari semakin berisi. Bahkan pipinya sudah terlihat agak chubby. “Beneran kamu kangen aku?” goda Kira sambil menjawil pipi Luna. “Udah mulai manja ya sekarang?” Kira terkekeh kecil. Mata Luna mengerjap pelan, s“Aku janji akan mencintaimu setiap hari.”Mata Kira terasa memanas mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Kai. Ia menatap mata suaminya lamat-lamat. Sekeras apapun ia berusaha mencari kebohongan dalam sorot mata Kai, tapi Kira tidak menemukannya. Pria itu terlihat tulus dan sungguh-sungguh saat mengatakan cinta kepadanya.Kira membenamkan wajah di dada Kaisar, menggigit bibir bawahnya. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan kepada suaminya itu.Napas Kira tertahan sejenak ketika ia merasakan kecupan lembut mendarat di puncak kepalanya. Kira membeku. Kai mengeratkan pelukannya.“Aku mencintaimu, Kira,” gumam Kai dengan nada sungguh-sungguh. “Maaf karena aku lama sekali menyadarinya.”Satu tetes air mata tiba-tiba terjatuh di pipi Kira. Ia tidak menyangka bahwa lelaki yang dulu membencinya, kini berbalik mencintainya.Kira lantas mendongak, menatap Kai dengan tatapan bimbang. Apakah ini saatnya ia membuka hatinya untuk Kai? Tidakkah semuanya terlalu cepat?Kai menunduk, menatap ma
Seharian itu Kira tidak bisa jauh-jauh dari Kai, karena pria itu terus memaksa Kira agar tetap berada di dekatnya.Saat Kai bekerja di kantor Milard Corp, Kira juga ikut bekerja di dalam ruangannya.Kira harus berada dalam jangkauan mata pria itu. Jika tidak, maka mood Kai akan berubah buruk dan perutnya kembali mual-mual. Mungkin ini terdengar berlebihan bagi orang lain, tapi bagi Kai kehadiran Kira adalah obat.Satu-satunya penenang yang bisa menstabilkan pikirannya dan meredam gejolak emosinya. Bukan hanya karena cinta, tapi juga karena rasa bersalah yang belum sepenuhnya bisa ia ampuni dalam dirinya sendiri.Kira tengah duduk di sofa kecil pojok ruangan, menyusun laporan keuangan yang baru dikirim tim finance. Matanya fokus pada layar tablet, tapi sesekali ia melirik Kai yang duduk di balik meja kerjanya.Kira memandangi pria itu dalam diam. Kai terlihat sangat serius, dan ketampanannya bertambah dua kali lipat saat sedang serius seperti itu. Sesekali Kai mengerutkan kening. Sesek
“Kamu istriku, Kira,” ujar Kai lembut. “Kamu berhak mendapatkan yang terbaik. Dan kita nggak mungkin memiliki kamar terpisah selamanya.”Lagi, Kira tertegun mendengar kata-kata Kaisar tersebut. Padahal dulu, Kai-lah yang menciptakan jarak di antara mereka. Sekarang keadaannya sudah berbalik.“Gimana? Mau?” tanya Kai, masih menatap Kira dengan tatapan hangat.Kira menoleh pada Kai, lalu menipiskan bibirnya sebelum menjawab, “Beri aku waktu, Mas. Bagaimanapun juga, aku masih marah sama kamu.”Kai tersenyum, mengangguk. “Baiklah. Aku nggak akan memaksa. Kalau kamu sudah siap, kasih tahu aku. Biar aku nyuruh orang untuk mindahin barang-barang kamu ke sini.”Kira mengangguk pelan, sebelum akhirnya meluruskan kembali pandangannya ke langit-langit ruangan. Tidak bisa dipungkiri bahwa jantungnya kini berdebar-debar, sikap Kai membuat pertahanannya goyah.Cukup lama Kira melamun, tapi ia bisa merasakan bahwa tatapan Kai terus tertuju ke arahnya, membuat pipi Kira bersemu merah. Namun Kira teta
Selesai makan siang, Kira menemani Kai menyelesaikan pekerjaannya di ruangan kerja. Karena walau bagaimanapun, status Kira masih sebagai asisten pribadi pria itu, meski beberapa hari terakhir Kira cuti dari pekerjaannya.Kira baru saja menghidangkan dua gelas teh hangat di meja yang agak jauh dari dokumen-dokumen penting, karena khawatir teh itu tidak sengaja tumpah.Kira hendak duduk di sofa seberang Kai, akan tetapi suara Kai menahannya.“Kira, kemarilah. Duduk di sini,” ucap Kai sembari menepuk space kosong di sebelahnya. Saat ini Kai duduk di sofa panjang.Kira agak kikuk sejenak, tapi kemudian ia mengangguk. “Iya, Mas,” timpalnya, lalu mendaratkan bokongnya di sebelah Kai dengan perlahan.Kai menyandarkan punggungnya ke sofa, ia menoleh, menatap Kira dengan tatapan lembut. Lalu tersenyum kecil. “Bantu bacain dokumen ini, aku agak pusing baca tulisan kecil.” Kai menyodorkan satu file kepada Kira.Kira menerimanya. Ia mengangguk mengiyakan. Kepalanya tetap tegak sementara pandangan
Hari ini pun Kai masih belum masuk kantor karena kondisinya yang belum stabil. Kai memilih bekerja dari rumah.Namun, ia tidak bisa diam di ruangan kerjanya sendirian. Saat ia tidak melihat keberadaan Kira dan tidak mencium aroma tubuhnya, Kai kembali mual-mual. Alhasil, Kai kerja di manapun Kira berada.Seperti saat ini, Kai membuka laptop dan beberapa dokumen pekerjaan di meja makan. Supaya ia bisa melihat Kira yang tengah memasak makan siang di dapur.Kai mengalihkan tatapannya dari layar laptop, ke arah Kira. Ia menopang dagu dengan tangan yang tertekuk di atas meja. Bibirnya mengulas senyum.Semenjak ada Kira di rumah ini, hati Kai terasa jauh lebih ringan, seolah-olah beban berat yang menggelayuti hatinya hilang begitu saja.Namun, Kai tetap saja merasa gelisah setiap kali teringat Aksa. Dadanya berdenyut nyeri saat penyesalan memenuhi relung hati.“Kira,” panggil Kai dengan manja.Kira pura-pura tidak mendengar dan ia fokus saja memasukkan bumbu pada sup kesukaan Kaisar.Kai me
Kira mengamati wajah Kai yang tengah terlelap dengan damai. Saat sedang terlelap seperti ini, rasanya Kira tidak sampai hati untuk terus marah pada pria itu. Kira menghela napas berat. Lalu menyelimuti tubuh Kaisar.Kira mendaratkan bokongnya di tepian ranjang, ia terdiam melamun memikirkan penjelasan Kai tadi malam mengenai kenyataan bahwa Luna bukan anak kandungnya.‘Laki-laki sesempurna Mas Kaisar, kenapa tega sekali Violet membohonginya?’ batin Kira seraya kembali menatap wajah Kai yang polos seperti anak kecil tak berdosa.Kira tahu, seberapa besar pengorbanan Kai untuk Violet dan Luna, tapi pada akhirnya karena kebodohannya, Kai harus mendapati kenyataan bahwa ia dibohongi habis-habisan oleh wanita yang dicintainya.Saat Kira sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba saja Kira mendengar pintu kamar diketuk pelan. Kira bangkit dan bergegas membukakan pintu. Terlihat Ani berdiri di hadapannya, wanita itu mengabarkan bahwa ada Grace yang baru saja datang.Kira terdiam sesaa
Kira sesekali menatap Kai yang terkulai lemas di atas tempat tidurnya. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gamang. Di satu sisi Kira tidak ingin memperdulikan Kaisar, tapi di sisi lain Kira tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia mengkhawatirkan kondisi suaminya. Pria itu terus saja muntah-muntah sampai Kira tak tega melihatnya.“Kira…,” panggil Kai dengan suara lemah, persis seperti orang yang sedang sakit parah. “Kemarilah, aku butuh kamu.”Kira mengembuskan napas pelan, ia menatap pria itu dengan datar lalu mendekati ranjang tanpa berkata-kata.Tangan Kai terulur meminta digenggam, tapi Kira mengabaikannya. Akhirnya tangan Kai kembali terkulai pasrah ke sisi tubuhnya.“Bisa tolong pijitin kepalaku? Aku pusing sekali.”Bibir Kira sedikit merengut, bukan karena tidak suka diperintah, tapi ia kesal karena Kai persis seperti anak kecil yang manja ketika sedang sakit. Sementara rasa marah di hati Kira mulai luntur karena sikap pria itu yang terlihat mengkhawatirkan.Akhirnya Kira
Kira terbangun pagi itu dengan suasana hati yang jauh lebih baik. Sejak awal kehamilannya, ia tidak mengalami morning sickness, tidak seperti saat ia hamil Aksa. Jadi Kira bangkit dari tempat tidur dengan tubuh yang lebih segar.Entah mengapa, di kamarnya yang ada di rumah Kaisar, terasa lebih hangat dibanding ruangan manapun. Mungkin karena kamar ini telah menjadi saksi bisu perjuangan Kira selama ini.Selesai mandi beberapa saat kemudian dan mengganti pakaiannya dengan dress bunga-bunga selutut dan tanpa lengan, Kira turun ke dapur untuk memasak sarapan. Ia sudah rindu dengan dapur di rumah ini. Padahal ia cuma pergi beberapa hari saja.Saat melewati ruangan keluarga, Kira terkejut karena mendapati Kai tengah terlelap di atas sofa dengan televisi yang masih menyala.Kira menghela napas panjang, lalu meraih remote dari atas meja dan mematikan televisi. Ia menatap Kaisar dengan tatapan campur aduk. Pria itu terlihat nyenyak sekali, meski tanpa selimut dan hanya tidur di sofa. Satu tan
Suasana di dalam mobil itu terasa hening. Kira lebih memilih sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Kai berkali-kali mencuri pandang ke arah Kira sambil mengulas senyum penuh kebahagiaan.Di tengah kesunyian itu, tiba-tiba saja perut Kai berbunyi, cukup jelas terdengar di telinga Kira.Kira mengerjap, ia ingin bertanya apakah Kai belum makan? Namun, egonya masih menggunung hingga pertanyaannya hanya berakhir di pikiran saja.“Sebenarnya aku belum makan beberapa hari ini,” ujar Kai tiba-tiba sambil meringis dan satu tangannya mengusap perutnya.Sontak, Kira menoleh pada Kai. Kira sempat melirik tangan kanan Kai yang diperban, sesaat. “Kamu… belum makan sama sekali?”“Mm.” Kai bergumam sembari mengangguk. “Kita makan malam dulu, ya. Aku lapar.”Kira terdiam, ia juga merasakan perutnya lapar karena sejak siang belum makan. Akhirnya Kira mengangguk tanpa berkata-kata.“Mau makan di mana, hm?” tanya Kai, menoleh ke arah Kira.Kira mengusap perutnya sejenak, mendadak nasi goreng di peda