Prawira membawa Anita ke sebuah kamar, dia tidak punya pilihan lain sekarang. Lagian mungkin ini akan menjadi kesempatan dirinya juga. Dia membawa Anita ke ranjang, lalu tiba-tiba ponselnya berdering tanda ada yang menghubunginya. Prawira melihat dengan seksama, lalu dia mengangkatnya. "Hallo.""Pak Morgan yang terhormat, saya hanya ingin memberitahu Anda, datang ke bar Cipta Abadi dan di sana ada hotel nomor 12, di sana ada istri Anda yang tengah berselingkuh dengan Prawira Sanjaya."Prawira tersenyum ketika mendengar orang yang menghubunginya. Rupanya memang ini semuanya sudah direncanakan. "Terimakasih informasinya."Prawira langsung menutup sambungan teleponnya dan dia langsung mengunci kamarnya. "Mereka pikir akan menang sekarang, berani sekali melakukan rencana ini," ujar Prawira dengan senyuman licik penuh arti. Anita mulai merasa kepanasan, dia berusaha untuk membuka bajunya sendiri. Tetapi Prawira sudah lebih dulu mencegahnya. "Jangan lakukan itu," cegah Prawira. "Tolo
Icha tengah merasa gelisah sekarang, apalagi setelah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia tidak bisa membayangkan semuanya sekarang. Anita pasti dalam bahaya, dia harus bergerak. "Aku tidak bisa membiarkan Anita pergi ke sana sendiri, aku akan mengikutinya diam-diam," gumam Icha. Ini adalah jalan yang akan dia ambil, kebetulan memang dia banyak berhutang budi pada Anita. Jika terjadi sesuatu pada wanita itu, maka dia yang akan merasa bersalah nanti. "Permisi Bu Icha," panggil salah satu OB padanya. "Iya, kanapa?" tanya Icha menaikan sebelah alisnya heran. "Di depan sepertinya ada ayah mertuanya Bu Anita," kata OB tersebut. Icha yang mendengar itu pun langsung tersenyum dengan penuh arti. Kebetulan ada hal yang memang ingin dia katakan. Dia mencurigai sesuatu yang disembunyikan. "Okeh terimakasih infonya yah. Kalau begitu aku akan datang ke sana.""Iya, Bu Icha."Icha akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju tempat di mana Pak Anwar berada sekarang. Sampai dia men
Icha tengah merasa gelisah sekarang, apalagi setelah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia tidak bisa membayangkan semuanya sekarang. "Aku tidak bisa membiarkan Anita pergi ke sana sendiri, aku akan mengikutinya diam-diam," gumam Icha. Ini adalah jalan yang akan dia ambil, kebetulan memang dia banyak berhutang budi pada Anita. Jika terjadi sesuatu pada wanita itu, maka dia yang akan merasa bersalah nanti. "Permisi Bu Icha," panggil salah satu OB padanya. "Iya, kanapa?" tanya Icha menaikan sebelah alisnya heran. "Di depan sepertinya ada ayah mertuanya Bu Anita," kata OB tersebut. Icha yang mendengar itu pun langsung tersenyum dengan penuh arti. Kebetulan ada hal yang memang ingin dia katakan. Dia mencurigai sesuatu yang disembunyikan. "Okeh terimakasih infonya yah. Kalau begitu aku akan datang ke sana.""Iya, Bu Icha."Icha akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju tempat di mana Pak Anwar berada sekarang. Sampai dia menghampiri orang yang tengah duduk di loby kant
Icha dari pagi sudah datang ke rumah Anita dengan harapan bisa bertemu dengan suami Anita. Namun, kenyataannya rumah itu sepi, hanya Anita yang menyambutnya dengan wajah setengah kesal."Dia sudah pergi dari semalam," ucap Anita akhirnya ketika mereka sudah duduk di dalam mobil yang melaju ke kantor."Dia nggak tidur di sini, cuma sempat nemenin aku sebentar, lalu hilang begitu saja."Icha melirik cepat ke arah sahabatnya itu. "Aneh banget. Kenapa dia nggak mau tidur sama kamu? Apa dia takut topengnya kebuka saat kamu tidur di sebelahnya?"Anita menghela napas panjang, matanya kosong menatap jalanan. "Aku juga nggak ngerti. Tapi jujur, kalau dia berani tidur sama aku, aku bakal cari cara buat buka topengnya. Aku... terlalu penasaran."Senyuman kecil penuh arti terbit di bibir Icha. "Tuh kan, sudah aku bilang. Dalam hati kecilmu, kamu pasti penasaran dengan wajah asli suamimu itu. Kamu nikah sama orang asing, bahkan nggak tahu siapa dia sebenarnya.""Kamu benar, apalagi setelah mengeta
Anita tiba-tiba dikejutkan dengan orang yang memeluk dirinya dari belakang ketika dia baru saja sampai di rumah. Tiba-tiba saklar lampu mati dan itu membuat dia khawatir. "Apa yang terjadi?""Tidak usah khawatir, itu karena aku," jawab Morgan. Anita membalikkan badannya dan menoleh kearah Morgan yang kini ada dihadapannya. Dia tidak menyangka akan melihat laki-laki itu kembali. "Morgan, sejak kapan kamu masuk?" tanya Anita terkejut. "Sejak tadi, aku merindukanmu," bisik Morgan dengan pelan. Anita menatap kearah Morgan yang menggunakan topeng dalam gelap. Laki-laki itu sering sekali melakukan hal aneh. "Kamu menyuruh orang lain mematikan saklar lampu?" tanya Anita dengan pandangan curiga. "Iya, aku yang menyuruhnya," jawab Morgan sambil menggandeng tangan Anita untuk berjalan menuju kearah kamar wanita itu. Seketika Anita juga teringat dengan kejadian yang waktu itu ada di pesta. "Kamu melakukan itu juga ketika di pesta? Biar Prayoga tidak bisa melihat wajahmu?""Kamu memang p
Hana kesal karena dia baru saja mendapatkan telponan dari Prayoga kalau dia membatalkan pertunangannya. Dia sudah memohon pada Prayoga tetapi laki-laki itu tetap tidak mau. "Sialan Prayoga!" Hana mengumpat sambil melemparkan bantal sofa dengan kesal. Sampai tak lama kemudian, Ayu menoleh kearah anaknya. "Kenapa nak? Kamu malah terlihat kesal begitu.""Prayoga mah, dia memilih untuk memutuskan pertunangan kita," kata Hana dengan kesal. Ekspresi wajah Ayu malah tersenyum mendengar hal tersebut. "Sudahlah, Hana. Memang dari awal Prayoga juga tidak bisa diandalkan. Bahkan dia tidak bisa membantu kita membebaskan pengacara itu, sampai sekarang dia sudah meninggal.""Tapi mah, aku cinta dengan Prayoga.""Dengarkan apa yang mamah katakan. Lupakan itu yang namanya cinta. Dia tidak akan membuat kamu kenyang. Menikahlah dengan orang yang kaya, maka kamu akan mendapatkan semuanya," saran Ayu. Hana mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibunya barusan. "Jadi maksud mamah aku harus melupakan Pr