Share

Belati Emas

Jani masih lemas setelah mendengar jawaban Bi Inah tentang siapa dia sebenarnya. Wajah yang selalu ada di sampingnya selama hidupnya, ternyata menyimpan begitu banyak rahasia.

"Apa ibuku tahu siapa dirimu, Bi?” tanya Jani.

"Tentu saja tahu. Setelah ayahmu meninggal, ibumu pindah ke rumah dimana selama ini Nona tinggal. Di rumah itu saya menembus dimensi waktu. Saat itu nyonya Julia sedang bersamamu di kamar. Dia langsung mengenaliku lewat lukisan ini. Sejak itu saya tinggal bersama kalian.”

"Siapa nama Bibi yang asli?” tanya Ken.

"Nama saya Mina Hasanof, biasa dipanggil Minah. Saya kepala asisten rumah tangga keluarga Lucio. Mereka adalah orang tua angkat Jenifer. Tuan Lucio keturunan dari Tuan Benjamin, saudara kembarnya. Atau biasa di panggil Ben. Karena itu mereka bisa menemukan Jen yang ada di hutan. Keturunan Tuan Benjamin selama puluhan tahun menunggu kedatangan Jen di hutan di hari yang sama saat dia memasuki dimensi waktu.”

"Lucio? Itu adalah nama belakang ayahku.” Ken mengerutkan keningnya semakin tertarik dengan cerita Bi Inah.

"Itu karena ayahmu juga keturunan dari Tuan Lucio. Jenifer memiliki empat saudara angkat laki-laki. Kau keturunan dari anak pertama Tuan Lucio, yaitu pewaris belati emas. Sekarang belati itu diwariskan kepadamu karena kekuatan magic book yang menunjukkannya.”

"Magic book? Bagaimana sebuah buku yang dipegangnya itu bisa menunjukkan kekuatannya?” Ken menunjukkan jarinya ke arah Jani tanpa sadar.

"Darimana kau tahu aku memegang buku? Bahkan buku itu masih berada dikamarku dan aku belum menunjukkan ke siapapun.” Jani berkacak pinggang menatap Ken dengan tajam.

Ken merasa panik namun tidak diperlihatkannya. Dia membalas tatapan Jani dengan santai seperti biasanya. Dalam hatinya, Ken mencari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jani. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia tadi memasuki kamarnya.

"Kau sendiri yang mengatakannya barusan, kenapa malah menanyakan kepadaku, dasar cewek aneh. Sudahlah aku sangat lelah. Semua ini masih membingungkan buatku. Besuk sepulang sekolah, Bibi harus menjelaskan semua dengan detail kepadaku.” Ken segera keluar dari ruang perpustakaan menuju kamarnya.

Jani, pun masih merasa aneh dengan semua yang terjadi padanya. Pikirannya seperti puzzel yang mencocokkan semua kejadian dengan cerita Bi Inah yang barusan didengarnya.

"Besuk, Nona harus sekolah dan melakukan ujian akhir semester. Sebaiknya segera beristirahat. Semua akan segera menjadi masuk akal setelah Nona mengetahui siapa jati diri Nona sebenarnya.” Bi Inah memegang tangan Jani lalu meletakkan ke pipinya. Itu yang biasa dia lakukan untuk membuat Jani tenang.

"Baiklah, Bi.” Jani segera menuju kamarnya. Suara pintu terbuka dan tertutup kembali didengar oleh Ken yang berada di kamar sebelah. Ken terbaring di ranjangnya dengan pikiran yang penuh dengan wajah Jani.

"Aku bahkan tidak tahu harus bersikap bagaimana jika di dekatnya.” Batin Ken sambil memandang wajah Jani di dompetnya. Ken berdiri mengambil belati emas yang ada di kotak penyimpanannya. Dia menyimpannya kembali sebelum turun ke lantai bawah untuk makan malam. Saat belati ditangannya, dia merasakan sesuatu dalam dirinya.

"Sepertinya belati ini tidak asing buatku. Aku merasa pernah melihatnya.” Ingatan Ken tiba-tiba muncul. Sekilas bayangan dirinya saat kecil memegang belati itu dengan tangannya. Terdengar suara teriakan seorang wanita memanggil namanya.

"Ken!” Saat Ken mencoba mengingat lebih jauh, ingatan itu terputus dan hanya bayangan kosong yang dilihatnya.

Ken memegang kepalanya yang terasa berat, lalu meletakkan belati di ranjangnya. Dia berbaring kembali dan mencoba untuk mengistirahatkan matanya.

Di kamar sebelah, Jani telah mengganti pakaiannya dengan piyama. Setelah menyirir rambut panjangnya, Jani naik ke atas ranjang. Selimut lembut ditarik untuk menghangatkan tubuhnya. Jani termasuk gadis yang mudah sekali tidur. Dalam hitungan detik, dia bisa dengan mudah terlelap.

Ken masih saja gelisah dengan membolak-balik tubuhnya. Setelah melakukan olahraga kecil dengan berlari ditempat, akhirnya Ken merasa ngantuk dan tertidur. Namun, Ken bermimpi sangat aneh. Ken melihat awan hitam berputar-putar lalu keluar makhluk menyerupai manusia. Yang mencolok dari makhluk itu adalah matanya yang hanya berwarna merah menyala seakan siap membakar siapapun yang didekatnya.

Makhluk itu mendekati Jani yang tertidur, seakan ingin melahapnya. Ken berlari dengan membawa belati emas ditangannya. Mahkluk itu melihatnya dan nampak ketakutan sehingga melepaskan Jani dan menghilang menjadi gumpalan awan hitam.

Ken terbangun dengan berteriak, “ Jani!” dengan cepat Ken beranjak dari ranjangnya untuk mengambil belati emas dan keluar dari kamarnya. Dia membuka pintu kamar Jani yang tidak terkunci. Ken melihat Jani masih tidur dengan nyenyak. Pelan-pelan dia mendekati gadis itu untuk memastikan keadaannya aman.

"Hah, ternyata hanya mimpi.” Ken melihat jendela kamar yang sedikit terbuka lalu menutupnya. Saat pandangannya ke arah luar, dia melihat bayangan hitam di luar pagar lalu menghilang di pepohonan.

"Apa itu? Apa dia makhluk yang membunuh ayahku dan ibu Jani?” Ken menutup tirai jendela dengan rapat.

"Aku tidak boleh membiarkannya sendirian. Aku akan menjaganya disini.” Dia menarik kursi lalu meletakkannya ke sudut ruangan yang gelap hingga dia bisa duduk tanpa terlihat oleh Jani. Matanya terus mengarah ke arah gadis yang dijaganya. Sesekali dia menutup mata karena rasa kantuk, tapi telinganya tetap waspada.

Ayahnya melatihnya dengan sangat baik. Ken menguasai semua ilmu bela diri di usia yang masih muda. Bahkan dia dilatih meditasi tingkat tinggi untuk meningkatkan konsentrasi dan juga kepekaan ke lima panca indranya.

Tak terasa hari hendak menjelang pagi. Langit yang hitam terlihat mulai berubah kekuningan. Ken dengan cepat keluar dari kamar Jani. Dia kembali masuk ke kamarnya dan segera tidur walaupun harus bangun sekitar satu jam lagi. Itu cukup buat Ken mengistirahatkan tubuhnya agar terlihat segar kembali.

Saat mentari dengan sempurna mengganti malam, Jani terbangun dan mulai bersiap. Menggunakan rok pendek, kaos ketat dipadukan dengan jaket jeans, Jani terlihat sangat cantik seperti biasanya. Dia memang termasuk gadis tercantik di sekolah, walaupun Jani merasa biasa. Dia tidak seperti gadis sombong lainnya yang memilih-milih teman. Karenanya, dia sangat disukai oleh semua orang termasuk guru dan juga pegawai kebersihan di sekolah.

Ken sudah berada di ruang makan untuk sarapan saat Jani datang. Bi Inah segera menuangkan jus jeruk dan menyajikan sandwich untuk Jani. Mereka berdua sarapan dengan tenang tanpa berbicara.

Ken terlebih dahulu menyelesaikan sarapannya dan segera keluar dari ruang makan. Tak lama Jani melakukan hal yang sama setelah jus jeruk kesukaannya tidak tersisa di gelas.

"Hati-hati, Nona.” Bi Inah mengecup kening Jani seperti yang dia lakukan setiap harinya.

"Iya. Bibi. Bikinkan aku puding yang lezat saat pulang nanti.” Jani sangat manja dengan Bi Inah. Kedekatan mereka membuat Ken tersenyum karena sejak kecil tak pernah merasakan kasing sayang seorang ibu maupun pengasuh.

Jani segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Namun, betapa terkejutnya saat melihat Ken telah duduk disampingnya.

"Apa yang kau lakukan disini?” tanya Jani dengan sinis.

"Tentu saja mau berangkat ke sekolah. Memangnya aku mau mengikuti kamu?” jawab Ken dengan santai.

Jani membuka jendela mobil dan berteriak ke arah Bi Inah.

"Bibi, apa dia harus satu mobil denganku?”

"Sayangnya iya, Non,” jawab Bi Inah yang membuat Jani menutup mata dengan geram. Mobil langsung melaju dengan kecepatan sedang bersama Fred yang menjadi supir mereka. Perjalanan cukup jauh karena rumah mereka jauh dari perkotaan. Untungnya jani dan Ken tinggal mengikuti ujian akhir kelulusan mereka.

"Dengar, Ken. Aku tidak mau teman-temanku melihatku satu mobil denganmu. Apalagi kalau mereka tahu jika kita tinggal bersama. Lebih baik kau turun di ujung jalan sehingga mereka tidak melihat kita bersama.”

"Aku tidak mau. Kau saja yang turun,” jawab Ken dengan bersandar dan memejamkan matanya.

"Kau sangat menyebalkan. Baiklah, jika kau tidak mau biar aku saja yang turun. Fred, turunkan aku di depan!” Jani mengambil tas nya lalu bersiap turun. Fred hanya diam menunggu reaksi Ken dan segera menghentikan mobilnya dipinggir jalan.

Saat Jani hendak membuka pintu mobil, Ken mencegahnya.

"Biar aku saja yang turun. Lagipula aku tidak mau para gadis salah paham lalu mengira kita ada hubungan. Kau bisa merusak pasaranku.” Ken segera membuka pintu. Lalu menutupnya dengan lumayan keras. Jani tersenyum penuh kemenangan karena dia tahu jika Ken akan melakukan hal itu.

Jani tiba duluan di sekolah. Dia berhambur dengan teman-temannya. Mereka saling tertawa dan bercanda. Tawa Jani tertahan saat melihat Ken datang dan langsung disambut para penggemar wanitanya. Mereka mendekati Ken dan berjalan berdampingan.

Jani dan Ken saling berpandangan dengan tajam dan sama –sama membuang muka.

"Kring!” Bunyi bel tanda masuk telah terdengar. Semua siswa masuk ke kelas masing-masing. Ken duduk di belakang Jani. Pandangan matanya yang nakal terus saja menatap jani.

Guru galak mereka masuk ke dalam kelas dan membuat semua siswa terdiam.

"Ini adalah ujian akhir. Ibu harap kalian mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.” Guru perempuan itu mulai membagikan lembaran ujian. Para siswa segera menjadi serius mengerjakan soal ujian. Berbeda dengan Ken yang nampak santai. Dia menyelesaikan soal ujiannya hanya dalam waktu setengah jam. Sisa waktu dia gunakan untuk menggambar makhluk yang ada di mimpinya. Ken memang termasuk siswa terpintar di sekolahnya.

Waktu ujian tak terasa tinggal lima belas menit lagi. Jani terlihat panik karena sangat tidak menyukai mata pelajaran yang sedang diujikan. Ken sangat mengetahui hal itu. Bahkan dia mengetahui hampir semua hal tentang Jani.

"Sepertinya dia kesusahan menjawabnya.” Ken mengintip lembar jawaban Jani yang masih banyak belum terisi. Tak lama Jani ijin untuk ke toilet karena merasa gugup.

"Selalu saja melakukan itu jika gugup. Dia bisa tidak lulus jika dibiarkan,”batin Ken yang segera melakukan sesuatu. Dia berjalan untuk menyerahkan lembar jawabannya lalu berbisik ke arah guru yang mengawasi mereka. Entah apa yang dikatakannya sehingga guru itu segera membuka tasnya dan mengambil cermin.

Kesempatan itu digunakan Ken untuk mengambil lembar jawaban Jani lalu mengisinya dengan cepat. Dia mengembalikan ke meja Jani tepat saat guru itu kembali mengawasi semua siswanya dengan ketat.

Jani kembali ke mejanya dengan wajah pucat. Wajahnya terlihat terkejut saat melihat lembar jawabannya yang telah penuh.

"Kring!” bunyi bel yang menandakan waktu telah habis. Ken segera keluar mendahului siswa lain yang masih antri mengumpulkan lembar jawaban.

Jani tidak punya pilihan selain mengumpulkan lembar jawabannya dan melupakan bagaimana dia menyelesaikan semua pertanyaan yang dia tidak mengerti.

Para siswa segera ke kantin untuk antri makan siang. Ken telah duluan duduk di salah satu meja yang memang biasanya dia duduki. Para gadis tidak ada yang berani mendekatinya karena mereka selalu ditolak tiap kali ingin semeja dengannya.

Di meja itu, Ken bisa mengawasi seluruh ruangan termasuk Jani yang selalu duduk di tengah ruangan bersama teman-temannya. Bahkan Dave tidak berani macam-macam lagi dengan Jani setelah  diam-diam Ken mengancamnya dengan keras.

Kegiatan sekolah berjalan seperti biasa hingga jam pelajaran usai. Semua siswa berhamburan keluar dari gedung untuk pulang. Jani masih berada dikelasnya sedang menyelesaikan tugas sebagai asisten gurunya. Saat tugasnya telah selesai, Jani merapikan kertas-kertas dan membawanya keluar dari kelasnya. Sekolah telah sepi, petugas kebersihan masih sibuk di kantin sekolah. Jani berjalan sendiri menuju ruang guru.

Saat melewati lorong sekolah, terdengar suara lirih yang berbisik di telinganya.

"Ja-ni.”

Dengan cepat dia menoleh ke belakang mencari sumber suara itu. Namun, Jani tak menemukan siapapun.

Suara itu kembali terdengar saat Jani melewati toilet. Dengan rasa penasaran Jani masuk ke dalam toilet memeriksa semua ruangan.

"Tidak ada siapapun disini,” ucap Jani yang menuju wastafel untuk menyisir rambutnya.

Namun tiba-tiba saat dia menatap ke cermin, Jani melihat dirinya sendiri yang penuh luka dengan makhluk mengerikan mencekiknya.

"Argh!” teriak Jani yang langsung membuka pintu kamar mandi yang tiba-tiba terkunci.

"Tolong aku! Buka pintunya.” Jani menoleh ke belakang. Di melihat makhluk yang sangat nyata di depannya. Makhluk itu semakin mendekat dengan tangan yang membawa pedang. Pedang diarahkan dengan cepat hendak membelah tubuh Jani.

"Ting, tang!” Sebuah pedang yang lain menangkis serangan itu. Ken datang tepat waktu melindungi Jani. Makhluk itu semakin geram dengan matanya yang memerah. Saat pedangnya hendak kembali melakukan serangan, makhluk itu melihat belati emas yang terselip di pinggang Ken.

Dengan cepat makhluk itu berubah menjadi awan hitam dan menghilang. Ken memasukkan pedangnya ke dalam selongsongan lalu berbalik melihat jani.

"Jani, kau tidak apa-apa?” Jani pingsan tak sadarkan diri. Dengan cepat Ken menggendongnya dan membawanya ke mobil.

"Cepat, Fred! Kita harus membawanya pulang.” Ken mendekap erat Jani dalam pelukannya. Jani yang masih setengah sadar mencoba membuka matanya.

"Ken ...,” ucap jani lirih dan kembali tak sadarkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status