Share

Warisan

Ratusan tahun setelah kejadian itu, hutan telah menjadi perkotaan yang ramai dengan peradapan modern masa kini. Seorang gadis muda sedang bersenang- senang dengan teman-temannya di kafe ternama. Gadis itu sedang merayakan hari kelahirannya yang menginjak 17 tahun. Nampak musik disco dengan DJ ternama di kota itu mengiringi gadis itu dan para tamu yang sedang berdisco.

"Hahaha, acara ultahmu sangat meriah, Jani. Lihatlah! Dave dari tadi memandangmu terus. Sepertinya sebentar lagi dia akan mendekatimu," bisik sahabat Jani bernama Cela. Seperti ucapan Cela, Dave salah satu cowok popular di sekolah mereka, mendekati Jani dan mengajaknya ke balkon yang lumayan jauh dari tempat pesta. Jani yang merasa senang dengan pasrah mengikuti Dave.

"Jani, kau sangat cantik malam ini, aku ingin memberimu hadiah istimewa." Dave menarik Jani dan mendekatkan bibirnya ke bibir Jani.

"Apa yang mau kau lakukan, Dave? Menjauhlah dariku! Plak." Jani mendorong Dave dan menamparnya.

"Beraninya kau menamparku, Jani? Bukankah ini yang kau inginkan?"

"Apa maksudmu? Aku tidak pernah menginginkan itu," teriak Jani.

"Semua gadis menginginkan bermalam denganku. Kau pasti juga menginginkannya karena selama ini kau selalu mencoba mendekatiku." Dave menarik lengan Jani dan kembali memaksa untuk menguasai bibirnya.

"Kau tidak waras. Aku tidak pernah mendekatimu apalagi menginginkan bermalam denganmu. Lepaskan atau aku akan teriak!"

"Teriak saja karena tidak akan ada yang mendengar. Selama ini tidak ada gadis yang menolakku. Kau, pun tak akan lolos dariku."

Dave mendekap Jani dan menempelkannya ke tembok. Bibir ganas Dave mulai menjelajahi leher mulus Jani. Jani yang tak terima dengan perlakuan Dave, segera menjambak rambutnya dan menendang kepemilikan Dave.

"Bukk!" Jani berlari menuju pintu masuk ruang pesta.

"Aargh! sialan. Kau harus menerima balasanku!" Dave mengejar Jani dengan cepat. Dia akhirnya berhasil menangkap Jani tepat di depan pintu masuk.

"Lapaskan!" teriak Jani sambil meronta.

Dave membawa Jani ke ruangan lain dengan mendekapnya. Dave menarik baju Jani hingga robek. Dia tidak peduli dengan teriakan Jani yang terus meminta pertolongan. Tangan Dave yang nakal, dengan kuat mengangkat satu kaki Jani. Jani menggigit bibir Dave. Namun, Dave mencekik lehernya.

"Jika kau terus menolak, aku akan mematahkan lehermu dan tidak akan ada yang tahu!" ancam Dave.

Dave mencekik Jani dan membuatnya melemas. Dave yang sudah tak mampu menahan hasratnya, kembali menguasai kulit mulus Jani.

Namun tiba-tiba seseorang memukul kepala Dave hingga dia tersungkur di lantai.

"Brak!"

"Kau tidak apa-apa? Lebih baik kau memakai jaketku untuk menutupi tubuhmu!" Laki-laki itu membuka jaketnya, dan memberikannya kepada Jani. Dave yang sadar, segera bangun dan hendak menyerang laki-laki itu.

"Beraninya kau memukulku!"

Dave  menyerang laki-laki itu. Namun, dengan mudah laki-laki itu mengalahkan Dave yang kembali tersungkur di lantai.

"Jika kau berani bangkit lagi, aku akan membuatmu patah berkeping-keping." Lelaki itu menarik tangan Jani dan  mengajaknya keluar. Jani yang masih geram dengan Dave, langsung meninju wajah Dave hingga tersungkur kembali dan pingsan.

"Kau layak mendapatkannya, Dave!"

"Auw!" Jani mengibaskan tangannya yang sakit akibat pukulannya kepada Dave.

"Hah, dasar cewek tolol. Jika tangan kecilmu memukul dengan cara seperti itu, tentu saja akan sakit dan membengkak." Lelaki itu menarik Jani kembali dan masuk ke dalam ruang pesta.

"Terimaksih sudah menolongku. Tak kusangka kau baik juga, Ken," ucap Jani dengan sinis.

"Itu hanya rasa kemanusiaan. Tidak perlu berterimakasih. Dasar gadis menyusahkan." Lelaki yang bernama Ken segera meninggalkan tempat pesta. Ken berjalan sambil menerima telepon dari seseorang.

Jani masih memandang Ken hingga berlalu dari hadapannya.

"Jani, kau kemana saja? Bi Inah menelponmu terus menerus. Ibumu sedang dirumah sakit," ucap Cela sambil membawa ponsel Jani yang segera membuyarkan lamunannya.

Jani segera menerima ponsel yang di sodorkan Cela kepadanya. 

"Apa? Tapi kenapa ibu dirumah sakit?" Jani segera menelepon rumahnya dan terkejut saat asisten rumah tangganya mengabarkan bahwa ibunya sedang dirumah sakit karena serangan jantung.

"Aku harus segera kerumah sakit. Kau akhiri pestaku, Cela!"

Jani berlari masih dengan memakai jaket pemberian Ken menuju parkiran mobilnya. Dia tak sengaja melihat sekelibat bayangan hitam yang melompat ke atas dan menghilang. Dengan hanya mengerutkan keningnya, Jani masuk ke dalam mobil dan mengendarai mobilnya menuju rumah sakit yang tidak jauh dari kafe dimana dia mengadakan pesta.

Setelah sampai dan memarkir mobilnya dengan sembarang, Jani masuk ke dalam rumah sakit lalu mencari ruangan dimana ibunya dirawat. Perawat segera menunjukkan ruangan ICU. Jani menemui dokter keluarganya  yang kebetulan keluar dari ruangan itu.

"Bagaimana dengan ibuku, Dokter? Kenapa ibu tiba-tiba terkena serangan jantung? Terakhir kali aku melihatnya baik-baik saja," tanya Jani dengan panik.

"Sebaiknya kau menemui ibumu sekarang! Kami telah melakukan yang terbaik. Semoga ada keajaiban." Jani tersentak mendengar jawaban dokter dan segera masuk ke ruangan.

"Ibu, kenapa denganmu? Bukankah tadi Ibu baik-baik saja? Jangan tinggalkan aku, Ibu!" Jani menangis tersedu di samping ranjang ibunya.

"Hiduplah dengan baik, Jani! Kau sebentar lagi akan mendapatkan warisan ibu yang paling berharga. Jagalah warisan itu dengan baik!"

"Aku tidak butuh harta Ibu. Aku hanya mau Ibu disampingku saja."

"Warisan Ibu lebih dari harta. Kau akan tahu nanti."

"Argh." Ibunya tiba-tiba sesak nafas. Pandangannya menatap langit-langit kamar seolah melihat sesuatu.

Jani berteriak memanggil dokter. Dengan cepat dokter dan para suster masuk memberikan pertolongan. Namun sayang, ibu Jani harus menghembuskan nafas terakhirnya.

Di ruangan lain juga terjadi hal yang sama. Ken harus meratapi kepergian ayahnya akibat serangan jantung yang mendadak. Ken begitu terpukul dan menangis di depan pintu kamar yang bersebelahan dengan kamar ibu Jani. Mereka berdua tidak tahu jika mereka sama-sama berduka. Jani dengan tegar mengurus administrasi rumah sakit dan Ken juga melakukan hal yang sama, hanya beberapa detik setelah Jani selesai menemui petugas administrasi.

Mereka tidak saling bertemu walaupun di dalam rumah sakit yang sama dan kembali menuju kediaman mereka masing-masing.

Setelah pemakaman ibunya, Jani mengurung diri di kamar selama berhari-hari. Ken juga melakukan hal yang sama. Hingga suatu hari, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumah Jani.

"Apa anda Nona Jani?" tanya seorang laki-laki memakai jas hitam.

"Benar. Ada apa?" tanya Jani dengan wajah lusuhnya.

"Kami adalah wakil dari pengacara ibu Nona. Saat ini juga kami ingin menjemput anda untuk datang ke kantor kami dan membicarakan hak waris anda."

"Apa harus sekarang? Aku bahkan belum mandi," jawab Jani santai.

"Kami akan menunggu." Dua lelaki berjas hitam masuk ke dalam rumah dan duduk  di ruang tamu. Bi Inah segera menyiapkan minuman untuk kedua tamu. Sedangkan Jani masuk ke kamarnya untuk bersiap.

"Anda Bi Inah?" tanya salah satunya.

"Iya benar. Ada apa tuan?"

"Anda juga harus ikut kami. Jadi segera bersiap!"

"Ba-baik, tuan," Bi Inah menjawab dengan terbata tak mengerti, namun menurutinya.

Tak lama Jani dan Bi Inah telah siap untuk ikut menuju mobil pengacara. Mereka segera meninggalkan rumah Jani.  Hanya membutuhkan waktu satu jam untuk sampai ke sebuah kantor pengacara yang besar dan mewah. Mereka turun dari mobil dan menuju sebuah ruangan dengan pintu yang besar.

"Selamat datang, Nona Jani dan Bi Inah. Kami telah menunggu kalian berdua," ucap seorang pria yang duduk di kursi besar dan terlihat sebagai pimpinan di tempat itu.

"Kau, kenapa kau ada disini?" tanya Jani yang terkejut melihat Ken duduk di kursi sofa.

"Kau yang kenapa ada disini? Sungguh sial hari ini aku harus bertemu denganmu lagi,"  jawab Ken sinis

"Kau pikir aku juga suka melihatmu?" balas Jani.

Dia mengingat bagaimana menyebalkannya lelaki yang berada di depannya. Ken adalah musuh utamanya di sekolah.

Pernah suatu hari Jani harus terkena hukuman karena Ken mengguyur bajunya saat di sekolah. Jani dengan penuh emosi mengambil air dengan bak dan mengejarnya.

Ken sengaja masuk ke ruang kelas dan bersembunyi di balik pintu. Jani yang penuh amarah berlari masuk dan mengguyurkan air di dalam bak yang di pegangnya ke dalam kelas. Namun sayang, bukan Ken yang terkena, tapi guru mereka yang terkenal paling galak.

"Byur!"

"Jani, apa yang kau lakukan? Beraninya kau mengguyur Ibu. Ikut ke ruang guru sekarang!" Guru itu menarik telinga jani dan menyeretnya ke ruang guru.

Ingatan Jani atas wajah Ken di balik pintu yang tersenyum penuh kemenangan saat itu, membuat Jani semakin kesal.

"Emm, lebih baik kalian duduk dengan tenang! Sebentar lagi kita akan membacakan warisan kalian berdua yang saling berkaitan," ucap pengacara membuyarkan lamunan Jani.

"Apa? Tapi aku tidak ada hubungan dengannya. Dan aku tidak mau ada hubungan apapun dengan laki-laki menyebalkan itu." Jani menunjukkan jarinya ke arah Ken yang dibencinya.

"Kau pikir aku mau berhubungan denganmu, cewek cerewet," balas Ken.

"Apa kau bilang, cowok aneh?" teriak Jani.

"Brak!"

"Cukup, jangan bertengkar lagi! Bagaimana kalian bisa hidup bersama setelah ini jika saling bermusuhan?" ucap pengacara sambil memukulkan tangannya di atas meja mengejutkan mereka.

"Apa? Hidup bersama?" Jani dan Ken berteriak bersama.

"Yah, kalian akan hidup bersama dan akan menjadi pasangan setelah lulus dari sekolah. Sekarang duduk dan dengarkan pembacaan warisan kalian!" Pengacara berbicara dengan tegas, membuat Jani dan Ken mematung.

"Bi Inah, katakan jika aku sedang bermimpi!" ucap Jani.

"Sayangnya Nona Jani tidak sedang bermimpi. Ini kenyataan, Non," jawaban Bi Inah membuat Jani lemas dan duduk di sofa.

Diseberang jalan, terdapat dua lelaki memakai jaket panjang hitam menatap ke arah kantor pengacara itu. Salah satunya membaca sebuah mantra. Seekor lalat terbang ke arah tangannya. Lelaki itu seolah berbisik ke lalat itu. Tak lama lalat itu terbang dan masuk ke gedung pengacara. Mata lelaki itu terbelalak dan melihat semua yang dilewati lalat itu hingga ke ruangan pengacara.

"Jani."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status