Share

Chapter 2

Author: Asayake
last update Last Updated: 2025-07-21 23:24:30

Remang-remang cahaya terlihat di upuk timur…

Empat jam setelah perjalanan menuju ibukota, bus yang mengantar akhirnya berhenti di taman kota.

Isela turun dengan kesulitan, menggendong dan menyeret koper kecilnya menyusuri pinggiran jalan yang begitu sunyi sepi hanya menampakan sisa-ssa kegemerlapan ibukota melalui lampu-lampu yang masih menyala.

Ini untuk pertama kalinya Isela pergi keluar kota, berjalan sendirian hanya mengandalkan secarik kertas berisi alamat tujuannya andai dia tidak menemukan wanita yang bernama Lilith.

Setiap langkah yang Isela ambil terasa begitu berat, dijejaki kesedihan dan harapan yang masih abu-abu. Hatinya hancur berantakan terpisahkan dengan ibunya yang tidak Isela ketahui seperti apa nasibnya setelah membantunya kabur.

Langkah Isela perlahan terhenti kala melihat wanita paru baya yang tengah duduk sendirian sambil melihat-lihat jalanan.

Menyadari kedatangan seorang gadis, Lilith yang telah cukup lama duduk menunggu perlahan bangkit dan menghampirinya dengan tatapan tajam.

Di bawah cahaya lampu-lampu taman, Lilith memfokuskan diri pada sepasang mata Isela, satu-satunya ciri-ciri yang bisa Lilith ingat dari sosoknya.

“Kau Isela kan?” tanya Lilith begitu melihat satu mata Isela yang sedikit memutih akibat kebutaan.

Isela mengangguk dengan senyuman. “Benar.”

“Aku Lilith. Ayo ikut aku sekarang,” jawab Lilith terdengar datar, tanpa berbasa-basi Lilith pun membantu menarikkan koper Isela dan membawanya pergi mencari taksi untuk mengantar mereka menuju tempat tujuan.

Sepanjang jalan menuju rumah baru, jantung Isela mulai berdebar kencang tidak karuan karena gugup dan takut yang menjadi satu.

Isela mulai membayang-bayang seperti apa rupa ayahnya dan apa reaksinya saat nanti mereka berjumpa untuk pertama kalinya.

Ingin sekali Isela bertanya, mengapa selama ini ayahnya tidak pernah datang dalam kehidupannya dan mengharuskan Catelyna membesarkannya seorang diri.

Apakah karena ayahnya malu memiliki anak yang kekurangan sepertinya?

Bagaimana jika ternyata ayahnya memiliki keluarga dan mereka tidak menerima kehadiran Isela?

Isela menjilati bibirnya yang mengering, beberapa kali dia mengatur napas agar tetap tenang dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika dia bertemu dengan ayahnya.

“Kau berasal dari kota mana?” tanya Lilith ditengah kesunyian.

“Saya dari kota Andreas,” jawab Isela pelan nyaris tidak terdengar.

Lilith tidak lagi bertanya, tampaknya dia tidak begitu tertarik dengan apapun urusan Isela.

Satu jam lebih setelah melewati perjalanan, akhirnya taksi itu sampai di depan sebuah rumah yang tertutup rapat oleh gerbang kayu yang menjulang tinggi.

Lilith tidak membutuhkan izin untuk masuk, wanita itu langsung mendorong gerbang itu untuk sedikit bergeser dan membawa Isela masuk.

Saat kaki Isela melangkah masuk ke dalam rumah itu, jantungnya berdebar semakin kencang dan tangannya gemetar berkeringat dingin.

Isela terperangah takjub melihat rumah besar dan megah dihadapannya, hati kecilnya sampai bertanya, apakah benar ini rumah orang tuanya?

Begitu jauh berbeda dengan rumah bedeng tempatnya tinggal selama ini, rumahnya bahkan tidak pernah bisa terlihat bagus sekalipun Isela berusaha merapikannya.

Ditengah ketakjubnya, Isela mulai tertunduk memperhatikan penampilannya sendiri yang berpakaian lusuh dengan beberapa lebam bekas pukulan dan kondisi satu mata yang tidak bisa melihat.

Tanpa sadar Isela senyuman malu, bahkan sepatunya yang penuh debu itu terlihat tidak cocok menginjakkan kakinya disetiap jalanan pekarangan rumah ayahnya.

Langkah Lilith perlahan terhenti sebelum dia menginjakkan kaki di teras rumah besar itu.

“Lilith, siapa dia?” suara merdu seseorang gadis terdengar.

Isela menengok perlahan, seluruh kulitnya meremang dan detak jantungnya berdebar semakin kencang melihat seorang gadis cantik seusianya tengah duduk anggun.

Di sisi gadis itu terdapat seorang pemuda yang tengah bermain dengan seekor anjing, dan diantara keduanya terdapat seorang pria paruh baya berwajah tampan duduk tenang terbalut pakaian golf.

Pupil mata Isela gemetar kala pandangan bertemu dengan pria paruh baya itu.

‘Apakah itu ayahku?’ batin Isela bertanya.

“Beri salam Isela,” bisik Lilith memperingatkan.

Dengan gerakan kaku, Isela membungkukkan badannya untuk memberi hormat.

Grayson beranjak dari tempat duduknya dan mendekat. Pandangan Grayson menyapu, terfokus pada lebam ditangan dan lengan Isela, begitupun dengan wajah sembabnya dengan satu mata yang memutih.

Jika Grayson perhatikan, gadis itu sepantaran dengan putri bungsunya.

“Dia siapa, Lilith?” tanya Grayson.

Perlahan Isela tertunduk menahan tangisan, begitu sadar bahwa ternyata Grayson tidak mengetahui kedatangannya.

Lantas siapa yang mengizinkan dia dibawa ketempat ini?

“Namanya Isela. Dia anaknya teman nyonya Dahlia. Saya hanya ditugaskan untuk menjemput Isela di taman kota. Nyonya bilang, mulai sekarang Isela akan tinggal disini untuk melanjutkan sekola sekaligus menjadi pelayan baru yang akan menggantikan Regina mulai minggu depan,” jawab Lilith.

Deg!

Hati Isela mencelos, gadis itu membeku menatap getir Lilith yang memperkenalkan dirinya sebagai pelayan baru, bukan anak dari Grayson Benjamin.

Rupanya, Isela datang ke rumah ini atas izin isteri Grayson.

Kenapa Catelyna begitu percaya diri bahwa Isela akan disekolahkan dan mendapatkan kesembuhan dari batuan ayahnya, jika Grayson sendiri tidak tahu bahwa dia memiliki anak lain, yaitu Isela.

“Ibu tidak pernah bercerita tentang hal ini sebelumnya,” sahut Avery.

“Saya juga tidak tahu, Nona Avery. Biar nanti nyonya yang menjelaskan,” jawab Lilith.

“Bawa dia beristirahat, sepertinya kelelahan,” perintah Grayson.

“Baik, Tuan.” Lilith mengedikan dagunya memberi isyarat agar Isela mengikutinya dari belakang.

Tanpa bicara sepatah katapun, Isela tertunduk menatap jalanan sambil mengusap kasar matanya yang berair tidak dapat menahan tangisan karena harus menelan kenyataan yang jauh lebih pedih dari apa yang dia takutkan.

Isela pikir, kedatangannya ditunggu..

Ternyata, jangankan untuk ditunggu, dikenalipun tidak.

Apa mungkin karena ibunya seorang wanita penghibur, bagi Grayson, Catelyna hanya sebatas perempuan yang perlu diberi uang setelah berjasa menyenangkan?

Tapi, kenapa Catelyna begitu percaya diri menyerahkan Isela ke rumah yang bahkan semua orang yang ada didalamnya tidak mengenali Isela?

Langkah Isela memelan, gadis itu menengok ke belakang sejenak dan menatap sedih Grayson yang ternyata memiliki irish mata sama seperti dirinya.

Isela kambali melihat jalanan yang dipijaknya, mengusap kasar wajahnya untuk menyingkirkan air matanya yang kembali jatuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 87

    “Ada undangan untukmu.”Sebuah amplop berwarna hijau terbingkai simpul putih sudah berada di tangan. Dalam satu tarikan, simpul yang mengikat itu terlepas. Amplop itu terbuka, berisikan sebuah undangan agar Jach datang di pesta pernikahan Audrey dan Dante yang akan berlangsung dua hari lagi.Jach akan menghadirinya, jika bisa mungkin bersama Isela. Bukan untuk membuktikan bahwa hatinya telah berlabuh pada perempuan lain, melainkan sebagai bentuk penghormatan atas hubungan lamanya dengan Audrey yang kini telah berakhir dengan menemukan jalannya masing-masing.“Bungamu,” seorang wanita menyerahkan bucket bunga mawar merah yang telah dipesan.“Terima kasih.” Jach memutuskan pergi meninggalkan tempat itu dengan seikat bunga mawar ditangan.Hari ini, Jach memiliki janji bertemu dengan Isela.Michaelin telah mengantarkannya ke tempat yang sudah Jach perintahkan untuk sedikit memolesnya.Jach tahu, Isela tidak perlu berusaha untuk bisa terlihat cantik. Tapi pada kenyataannya, berlian sa

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 86

    Lembayung sore memancar di langit barat, cahayanya menembus kaca dan jendela, menyebar lembut ke seluruh ruangan.Isela menyisir rambutnya panjangnya, membiarkannya tergerai lurus menyapu punggung. Lalu dikenakannya sepasang sepatu cantik yang tersimpan di rak. Sore ini, Isela akan bertemu Jach untuk memenuhi janji yang sempat terucap semalam.Isela tidak ingin melewatkannya karena mungkin, ini pertemuan terakhir mereka jika minggu ini Isela menyelesaikan urusan sekolahnya.Uang cek yang telah Dahlia berikan telah berhasil Isela cairkan dan tersimpan di buku tabungan. Esok, setelah Isela memiliki handphone, dia akan mendaftarkan dirinya lagi sebagai pasien yang membunuhkan donor mata.Satu persatu masalah sedikit terselesaikan, hanya tinggal menunggu hati Catelyna luluh, lalu mereka bisa pergi untuk membuka lembaran baru karena ditempat ini tidak ada rumah yang bersedia menjadi tempat mereka pulang.Bagi Isela, kebahagiaan dan keselamatan Catelyna sama berharganya dengan mimpinya u

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 85

    “Aku berhenti disini.” “Kenapa berhenti disini?” tanya Berry ragu untuk menepikan mobilnya. “Aku mau main dulu Berry,” jawab Isela berdusta. Pada akhirnya Berry menepikan mobilnya dan menurunkan Isela ditengah hiruk pikuk ibukota. Dengan energy yang kembali terisi penuh setelah sepanjang perjalanan tidur, Isela tidak membuang waktunya untuk pergi ke dinas social tempat ibunya berada. Hari ini, Isela harus memastikan Catelyna dalam keadaan aman, setelahnya, Isela akan pergi ke bank memeriksa keaslian cek yang dberikan Dahlia. Meski terlihat tidak tahu malu, Isela akan tetap mencairkan uangnya dan memindahkannya ke dalam tabungan pribadi untuk mempermudah semua kepentingan biaya operasinya. Mencari donor mata tidaklah mudah, membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menanti. Namun dengan adanya uang, setidaknya Isela bisa pergi ke negara manapun yang memiliki donor untuknya. Dengan langkah sedikit terpincang-pincang itu Isela menelusuri bahu jalanan yang kini ramai. D

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 84

    Disaat semua orang berkumpul menunggu kabar Derec yang tengah ditangani. Isela memutuskan pergi dengan kondisi kaki yang telah terobati.Isela ingin kembali ke ibukota hari ini juga, perasaannya tidak tenang dan dilanda ketakutan.Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, Dahlia yang ikut serta mendampingi, diam-diam berbisik padanya, menyampaikan sebuah ancaman menakutkan.“Kau sudah mendapatkan uang untuk biaya operasi matamu, sekarang pilihan ada di tanganganmu Isela. Jika kau mengaku sebagai anakku dan Grayson, kau tidak hanya akan menerima kebencianku seumur hidupmu, kau juga harus membayarannya dengan nyawa Catelyna yang saat ini ada di dinas social. Atau pilihan kedua, bungkam selamanya, lalu pergi keluar negeri tanpa menunjukan diri lagi, jalani hidup yang sesuai dengan kelasmu bersama Catelyna.”Uang sudah ada di tangan Isela, akselerasi sekolahnya telah diterima. Isela hanya perlu bertahan kurang dari satu minggu lagi untuk bisa angkat kaki dari kediaman Dahlia.Sesuai dengan ap

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 83

    “Ibu..”Dahlia terbelalak dengan wajah pucat pasinya, seluruh darah dinadinya membeku memenjarakan tubuhnya untuk berdiri terpaku menghadapi ketakutan yang begitu hebat sampai membuatnya lupa bagaimaca cara untuk bersuara.Ketegangan di ruangan itu meresap ke setiap inci udara, menjalar hingga ke kulit. Semua orang saling berpandangan, masing-masing membawa perasaan yang berbeda di dalam dada.Menyadari bahwa situasi buruk akan terjadi, Isela menghapus kasar air matanya dengan kasar, terburu-buru mengambil cek senilai $200.000 yang tergeletak di atas rerumputan dan segera memasukannya ke dalam saku.Derap langkah dan napas terengah tidak beraturan terdengar, Dahlia mundur selangkah, ia menggeleng dengan mata berkaca-kaca dicekik oleh ketakutan.“Ibu.. ibu katamu?” tanya Derec mendekat dengan langkah tertatih memegang erat tongkat, matanya gemetar hebat memandangi Isela dan Dahlia dengan tatapan tidak percaya setelah menyaksikan apa yang terjadi dengan mata kepalanya sendiri.Mendenga

  • Isela: Putri yang Terbuang   Chapter 82

    Riven menjinjing seember besar ikan yang telah didapatkanya dari memancing. Dilihatnya Isela tengah duduk sendiri di sebrang dapur dengan senyuman berseri terukir dibibirnya.Riven meninggalkan embernya dan menghampiri Isela. “Kau terlihat senang sekali,” celetuk Riven penasaran.Senyuman Isela kian lebar bersama suara tawa yang samar-samar. “Nyonya Marizawa memberikan aku sepatu es sakting,” ceritanya berantusias mengeluarkan kembali kotak sepatu dari dalam tasnya dan menunjukannya kepada Riven.Isela berceloteh tentang jantungnya yang berdebar kencang saat menerima hadiah dari Marizawa. Isela terlihat sangat bersemangat sekaligus malu-malu menceritakan ruangan Marizawa yang sebagiannya sudah pernah dia lihat di televisi.Alis Riven sedikit terangkat bersama senyuman. “Itu sepatu yang dirancang khusus dan memiliki nilai sejarahnya, kau tidak akan menemukannya di toko manapun.”“Kau tidak marah kan?” tanya Isela berhati-hati, Isela tidak mau hadiah yang diterimanya menimbulkan kecem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status