"Arkana Hadiwijaya. Masih belum menyerah juga?" tanya Dominic dengan nada dingin. Dia bahkan tidak repot-repot untuk mengajak pria itu masuk ke dalam ruangannya untuk menjamu tamu tak diundang ini.
"Kecuali kamu berhenti menjadi pengecut, baru aku berhenti meneror hidupmu!" desis Arkan sengit.Dominic menggelengkan kepalanya dengan geli. "Ayolah Arkan, ini memalukan. Kita semua tahu kebenarannya!" ujar Dominic menimpali."Kebenaran apa?""Kebenaran bahwa yang menghamili Salsa adalah kamu! Kenapa masih ngotot memaksa aku untuk tanggung jawab?""Aku tidak pernah menghamili Salsa!" bantah Arkan dengan sengit. Dia menekan setiap kata yang diucapkan itu dengan berat."Ck ck ck! Lantas apa yang membuat kamu begitu yakin kalau aku adalah orang yang menghamili Salsa?" tanya Dominic.Empat tahun dikejar oleh orang ini membuat Dominic benar-benar kelelahan. Terlebih lagi karena pria ini meminta hal yang tidak bisa dia lakukan. Mendengar tuduhan bahwa dia akan menjadi seorang ayah saja sudah cukup mengerikan baginya. Apalagi jika ditambah dengan permintaan bahwa dia harus menikahi si ibu yang sama sekali tidak pernah dia sentuh.'Bedebah sialan!' maki Dominic dalam hati."Karena Salsa mengatakan bahwa kamu pelakunya, maka kamu adalah pelakunya!" geram Arkan.Dominic memutar matanya dengan dramatis. "Aduuh, Dude. Kenapa perkataan Salsa selalu kamu jadikan kebenaran mutlak, hm?"Inilah hal yang membuat Dominic paling tidak habis pikir. Pria pintar seperti Arkana Hadiwijaya ini kepalanya tiba-tiba tertutup kotoran untuk segala hal yang berhubungan dengan Salsa."Karena Salsa tidak mungkin berbohong!" desis Arkan dengan percaya diri."Dia tumbuh di sisiku. Jadi aku tahu betul dia orang yang seperti apa!" lanjut Arkan.Dominic lagi-lagi memutar matanya terang-terangan mendengar perkataan tanpa dasar ini. Seingatnya, Salsa sama-sama manusia seperti dirinya, bukan malaikat suci yang bebas dari kesalahan. Apalagi sekecil kebohongan yang bisa dilakukan dengan hanya menyemburkan ludah."Cinta kamu itu benar-benar buta Arkan!" ucap Dominic dengan santai sambil menggelengkan kepalanya dengan miris."Coba katakan ini di depan semua orang yang datang ke pesta malam itu. Apa kamu pikir mereka akan percaya dengan semua tuduhan kamu ini? Apa kamu tidak tahu bahwa sikap kamu ini menjadi lelucon besar bagi mereka semua? Jelas-jelas kamu orang satu-satunya yang keluar dari kamar Salsa di pagi hari," lanjut Dominic sambil mendengus lucu." ... ""Semua orang sudah berbaik hati untuk tidak berkoar-koar mengenai masalah ini. Tapi kenapa kamu dengan bodohnya masih terus mengungkit masalah ini?" tanya Dominic tidak habis pikir." ... ""Bung, lebih baik kamu cari kesibukan lain. Jangan terus mengejarku. Nanti orang-orang bisa salah paham. Asal kamu tahu, aku masih menyukai wanita!" sambung Dominic setelah Arkan tak kunjung membalas ucapannya."Salsa masih mencintaimu!" ujar Arkan mengabaikan seluruh perkataan Dominic." ... "Kali ini, Dominic yang terdiam. Apa yang harus dia lakukan dengan sekelumit informasi tidak penting ini?"Aku tidak mencintainya!" tegas Dominic masa bodoh."Kenapa?"Jika tidak mengingat wibawanya, Dominic akan menjambak rambutnya sendiri karena frustrasi sekarang juga. Dia tidak akan memungkiri bahwa dia bangga ketika ditatap penuh kagum oleh lawan jenis. Terkadang dia juga akan merasa tergelitik ketika seorang lawan jenis mengabaikan eksistensinya yang tampan dan rupawan.Tapi satu hal yang pasti, jika seseorang mencintainya, dia tidak memiliki kewajiban untuk membalas cinta orang tersebut, bukan?"Karena aku tidak mencintainya. Apakah begini saja butuh alasan?" timpal Dominic."Apa kurangnya Salsa?" tanya Arkan yang tidak puas dengan jawaban Dominic itu.Dominic memutar matanya untuk yang kesekian kalinya hari ini. Meskipun banyak wanita pernah berakhir di atas ranjangnya, Dominic selalu menekankan pada mereka bahwa dia tidak akan bertanggungjawab atas apapun yang terjadi. Dia memberikan peringatan itu diawal, sebelum dia memulai hubungan apapun dengan wanita manapun.Dia brengsek? Persetan!Mereka sendiri yang mencari penyakit dengan cara menyetujui persyaratan yang dia ajukan.Tetapi, di antara wanita-wanita itu, Salsabila Hadiwijaya tidak pernah menjadi salah satunya. Dia tentu tahu bahwa wanita yang selalu menunjukkan sikap anggun, dan elegan itu menaruh hati padanya.Sayang sekali, Dominic tidak memiliki keinginan untuk berkomitmen dengan wanita manapun. Maka, orang-orang yang mengejar komitmen seperti Salsabila Hadiwijaya tidak akan pernah ada dalam ruang lingkup perhatian Dominic."Hanya sesederhana Salsa bukanlah tipeku!" jawab Dominic sambil mengendikkan bahu acuh tak acuh."Kamu bilang apa?" tanya Arkan dengan nada tidak percaya pada alasan yang disebutkan Dominic."Salsa bukan tipeku!" ulang Dominic lagi dengan sabar."Salsa cantik, baik, pintar dan dia juga mandiri. Tidak mungkin kalau dia tidak menjadi tipemu!" seru Arkan ngotot. Baginya, tidak mungkin ada pria normal yang tidak menyukai Salsa."Keluguannya terlalu dibuat-buat. Selain itu, dia juga tidak seksi!" jawab Dominic terus terang.Arkan yang mendengar jawaban ini entah kenapa menjadi tidak terima."Brengsek!" makinya kesal sambil merangsek maju ingin memukul Dominic dengan tinjunya.Melihat gelagat yang sudah familiar ini, Dominic menahan dengan sigap kepalan tangan Arkan yang melayang ke arahnya. Dia lalu menghempaskannya dengan kasar.Sebelum Arkan sempat bereaksi, Dominic dengan tidak sabar balas melayangkan bogeman mentah ke wajah tampan Arkan. Hingga pria itu jatuh tersungkur di atas lantai marmernya yang dingin."Bung, mau sampai kapan kamu seperti ini. Salsa juga sudah menikah 'kan? Lalu apalagi? Semua orang memiliki kesukaannya sendiri. Begitu juga dengan aku! Kamu sama sekali tidak memiliki hak untuk ikut campur!" seru Dominic sambil berkacak pinggang di depan Arkan yang perlahan bangkit."Gara-gara kejadian empat tahun lalu, Salsa hampir gila!" ujar Arkan kembali mendesis. Tapi kali ini ada nada tercekat dalam suaranya."Lalu urusannya denganku apa?" tanya Dominic tidak peduli."Tidak bisa 'kah kamu menikah dengannya saja?" pinta Arkan. Suaranya hampir terdengar memelas.Dominic mendengus. "Lalu mau diapakan suaminya?" tanya Dominic tak habis pikir."Selama kamu mau, segalanya bisa diatur!" pungkas Arkan semakin tak masuk akal.Dominic menggertakkan giginya dengan marah. Diraihnya kerah kemeja Arkan kuat-kuat."Hei, Bung. Kamu pikir aku ini apa? Apa kamu pikir statusku lebih rendah darimu, lantas kamu ingin berlaku seenaknya?" geram Dominic.Arkan menepis kasar cengkraman tangan Dominic dari kerah kemejanya. "Pokoknya aku tidak akan berhenti sampai kamu setuju untuk menikah dengan Salsa!" ujar Arkan dengan ngotot sambil menghapus darah di sudut bibirnya.Tanpa menunggu balasan dari Dominic, Arkan hendak menyeret langkahnya untuk meninggalkan tempat ini. Akan tetapi, matanya terlebih dulu bersirobok dengan tatapan terkejut Denita yang sejak tadi diam menyimak perdebatan mereka."Cih!" Arkan mendengus sinis pada Denita. Dia kemudian berjalan lurus menuju lift yang tidak terlalu jauh."Jangan menyebarkan apapun yang baru saja kamu dengar!" ujar Dominic memperingatkan." ... "Denita sama sekali tidak menanggapi. Kepalanya sibuk mencerna kata demi kata yang dia dengar terlontar dari perdebatan Arkan dan Dominic. Sepasang netra Denita lalu mengerjap lambat dan lama. Dia bahkan tidak menyadari bahwa Dominic sudah masuk ke dalam ruangannya sendiri.Menit demi menit pun terlewati, tapi Denita belum juga beranjak dari tempatnya. Sebab, potongan informasi penting perlahan mulai tersusun di dalam benaknya. Sekarang dia akhirnya tahu asal mula dari nasib naasnya sendiri."Salsa sialan!" maki Denita lebih kesal ketika mengingat musuh bebuyutannya itu."Kenapa semua orang ingin melindungi, dan menjamin kebahagiaannya sih!" lanjut Denita merutuk tak suka.Nafas Denita lantas naik turun dengan cepat karena hatinya kembali diselimuti kemarahan dan kebencian pada Salsa. Dia lalu menatap pintu ruangan Dominic yang sudah tertutup rapat.Seolah ada bohlam lampu yang menyala di kepalanya, Denita bergegas memasuki ruangan Dominic. Bahkan tanpa mengetuk pintu lebih dulu.Denita pikir, jika Angga benar mengkhianatinya, maka dia harus memberi pelajaran pada mereka semua. Caranya, dengan mendapatkan apa yang tidak bisa didapatkan oleh wanita itu."Pak, ayo kita nikah!" sambar Denita begitu kakinya menjejak di dalam ruangan Dominic.* * *"Mas, si Dominic sialan itu melaporkan aku ke polisi. Kamu tolong bebaskan aku!" seloroh Bik Ayu sesaat setelah sambungan teleponnya terhubung."Memangnya apalagi yang kamu lakukan?" tanya Pak Hendra dari seberang telepon."Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya tidak ingin melihat anak sialan itu bersenang-senang. Kenapa dia boleh berbahagia, sementara anakku sendiri gila?!" bentak Bik Ayu tanpa memedulikan dimana dia berada. "Kalau kamu tidak melakukan apa-apa, kenapa kamu bisa berakhir di kantor polisi? Aku sudah muak dengan kalian semua. Kamu jangan ganggu aku lagi. Namaku sudah cukup tercoreng gara-gara kamu. Berhubungan denganmu adalah kesalahan terbesar yang pernah aku lakukan dalam hidup ini," geram Pak Hendra. Dia lalu menutup telepon tanpa ada niat untuk memperdulikan nasib yang akan menimpa Bik Ayu."Mas Hendra? Mas Hendra!" Bik Ayu berteriak sambil membanting telepon milik kantor polisi. "Ibu tolong tenang!" tegur salah seorang polisi yang bertugas menangani kasusnya."T
Melalui data diri yang dibubuhkan Bik Ayu dalam surat lamaran kerjanya, orang suruhan Dominic terus mencari keberadaan wanita itu. Tentu saja rumah kediaman keluarga Hadiwijaya juga tidak luput dari target pencarian. Pada akhirnya, tidak sulit bagi orang suruhan Dominic untuk menemukan wanita yang sudah membuatnya sangat marah itu. Bik Ayu memang ditemukan di rumah keluarga Hadiwijaya. Dan atas perintah Dominic, wanita itu digelandang dengan paksa menuju kantor polisi. "Lepaskan aku! Ini pemaksaan!" seru Bik Ayu. Dia memberontak dengan keras. Namun, tenaga setengah tuanya tentu saja kalah dengan tenaga para laki-laki suruhan Dominic itu."Lepaskan aku!" teriak Bik Ayu bahkan meski dirinya sudah berada di kantor polisi.Dominic yang sedang membuat laporan hanya menatap sekilas pada wanita yang terlihat menyebalkan itu. "Ini dia orang yang ingin saya laporkan. Dan saya tidak ingin adanya upaya damai. Tolong hukum dia sesuai dengan undang-undang yang berlaku," pungkas Dominic."Apa y
Aksi Dominic yang mengumpulkan para cleaning service di lobi kantor menarik rasa penasaran para karyawan lain mengenai apa yang tengah terjadi.Namun, Dominic tidak mau ambil pusing soal mereka untuk saat ini. Biarkan saja mereka mengatakan apapun yang mereka inginkan. "Berikan data cleaning service yang masih aktif bekerja di sini," tukas Dominic begitu staff HRD di perusahaannya tiba.Tanpa banyak bertanya, sang staff langsung memberikan apa yang diinginkan oleh Dominic. Dia pun langsung melakukan pemindaian cepat pada tumpukan dokumen yang dibawakan padanya. Sampai kemudian matanya menangkap sosok familiar yang membuatnya menggertakkan gigi dengan keras."Ayu Hapsari?!" gumam Dominic dengan marah.Dia pikir musuh bebuyutan istrinya ini sudah menyerah dan kapok mencari masalah dengan mereka. Tapi siapa yang menyangka kalau ternyata wanita ini sedang membuat rencana jahat di bawah hidungnya."Dimana wanita bernama Ayu Hapsari ini?" tanya Damian seraya menatap satu per satu wajah yan
"Dok, bagaimana kondisi istri dan calon anak saya?" "Dok, bagaimana kabar menantu dan cucu saya?""Dok, bagaimana kabar anak dan cucu saya?"Dominic, ibu Herlina dan ibu Evelyn berhamburan menghampiri dokter yang baru saja memberi penanganan pada Denita. Mereka bertiga langsung merongrong sang dokter dengan berbagai pertanyaan. Melihat wajah khawatir ketiga orang di depannya, sang dokter hanya tersenyum simpul. "Nona Denita baik-baik. Dia hanya terlalu shock dan butuh istirahat yang baik," jawab dokter."Serius, Dok?" tanya Dominic tidak benar-benar lega.Dengan sabar dokter itu mengangguk. "Iya," "Lalu cucu kami gimana, Dok?" tanya ibu Herlina."Bayi di dalam kandungan Nona Denita juga baik-baik saja. Untung langsung segera dibawa ke rumah sakit sehingga dapat dengan cepat ditangani. Jadi kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan," ucap Dokter menjelaskan."Syukurlah,""Terima kasih, Dok!""Iya, sama-sama,"Setelah kepergian dokter yang menangani Denita, baik ibu Herlina dan ibu Ev
Dengan bibir cemberut, Denita keluar dari ruangan Dominic menuju meja kerjanya. Pakaian ganti yang agak sempit membuat setiap pergerakannya menjadi tidak nyaman. Dan karena suasana hati yang tidak terlalu baik, Denita tidak memperhatikan ada tetesan cairan berwarna biru di samping kaki mejanya. Tatkala kakinya menginjak cairan itu, tubuh Denita limbung ke belakang. Dia menjerit dengan panik dan berusaha mencari pegangan. Akan tetapi, tangannya hanya bisa menggapai udara yang kosong. "Arrrrrgggghhhhh!!!" BRUUUK, Suara tubuhnya yang menghantam lantai begitu keras hingga membuat Dominic yang ada di dalam ruang kerjanya terkejut setengah mati. "Denita!" serunya. Tanpa membuang-buang banyak waktu, dia langsung berlari menuju sumber suara. Sosok sang istri yang terbaring di atas lantai sambil memegangi perutnya membuat sepasang netra Dominic membulat lebar. "Denita!" serunya. "Sakiiiitttt," keluh Denita. Air mata menitik deras dari pelupuk matanya. Rasa panik akan bayi di
Setelah masalah Niko selesai, Denita akhirnya bisa menjalani hidupnya dengan tenang. Dia juga bisa menikmati kehamilannya dalam damai tanpa adanya drama yang berliku-liku. Bahkan diusia kandungan yang sudah menginjak delapan bulan, dia masih semangat bekerja."Babe, kamu berhenti kerja aja ya. Perut kamu sudah mulai buncit. Pergerakan kamu juga sudah tidak luwes lagi. Sebaiknya istirahat di rumah," Ucapan Dominic ini langsung membuat bibir Denita maju beberapa senti. Dia tidak tahu apakah ini karena faktor kehamilan atau bukan. Akan tetapi, dia mulai menerjemahkan kata-kata orang dengan cara yang berbeda. Seperti sekarang ini, dia tiba-tiba merasa bahwa ucapan suaminya memiliki arti yang negatif. "Jadi kamu merasa terganggu karena perutku yang buncit?" tanya Denita dengan nada merajuk. Suaranya bahkan terdengar tercekat seperti sedang menahan tangis."Bukan begitu," tukas Dominic dengan segera. "Aku hanya takut kalau kamu akan kelelahan. Aku nggak mau kamu dan anak kita kenapa-kenap