Share

6. Arkana Hadiwijaya

"Arkana Hadiwijaya. Masih belum menyerah juga?" tanya Dominic dengan nada dingin. Dia bahkan tidak repot-repot untuk mengajak pria itu masuk ke dalam ruangannya untuk menjamu tamu tak diundang ini.

"Kecuali kamu berhenti menjadi pengecut, baru aku berhenti meneror hidupmu!" desis Arkan sengit.

Dominic menggelengkan kepalanya dengan geli. "Ayolah Arkan, ini memalukan. Kita semua tahu kebenarannya!" ujar Dominic menimpali.

"Kebenaran apa?"

"Kebenaran bahwa yang menghamili Salsa adalah kamu! Kenapa masih ngotot memaksa aku untuk tanggung jawab?"

"Aku tidak pernah menghamili Salsa!" bantah Arkan dengan sengit. Dia menekan setiap kata yang diucapkan itu dengan berat.

"Ck ck ck! Lantas apa yang membuat kamu begitu yakin kalau aku adalah orang yang menghamili Salsa?" tanya Dominic.

Empat tahun dikejar oleh orang ini membuat Dominic benar-benar kelelahan. Terlebih lagi karena pria ini meminta hal yang tidak bisa dia lakukan. Mendengar tuduhan bahwa dia akan menjadi seorang ayah saja sudah cukup mengerikan baginya. Apalagi jika ditambah dengan permintaan bahwa dia harus menikahi si ibu yang sama sekali tidak pernah dia sentuh.

'Bedebah sialan!' maki Dominic dalam hati.

"Karena Salsa mengatakan bahwa kamu pelakunya, maka kamu adalah pelakunya!" geram Arkan.

Dominic memutar matanya dengan dramatis. "Aduuh, Dude. Kenapa perkataan Salsa selalu kamu jadikan kebenaran mutlak, hm?"

Inilah hal yang membuat Dominic paling tidak habis pikir. Pria pintar seperti Arkana Hadiwijaya ini kepalanya tiba-tiba tertutup kotoran untuk segala hal yang berhubungan dengan Salsa.

"Karena Salsa tidak mungkin berbohong!" desis Arkan dengan percaya diri.

"Dia tumbuh di sisiku. Jadi aku tahu betul dia orang yang seperti apa!" lanjut Arkan.

Dominic lagi-lagi memutar matanya terang-terangan mendengar perkataan tanpa dasar ini. Seingatnya, Salsa sama-sama manusia seperti dirinya, bukan malaikat suci yang bebas dari kesalahan. Apalagi sekecil kebohongan yang bisa dilakukan dengan hanya menyemburkan ludah.

"Cinta kamu itu benar-benar buta Arkan!" ucap Dominic dengan santai sambil menggelengkan kepalanya dengan miris.

"Coba katakan ini di depan semua orang yang datang ke pesta malam itu. Apa kamu pikir mereka akan percaya dengan semua tuduhan kamu ini? Apa kamu tidak tahu bahwa sikap kamu ini menjadi lelucon besar bagi mereka semua? Jelas-jelas kamu orang satu-satunya yang keluar dari kamar Salsa di pagi hari," lanjut Dominic sambil mendengus lucu.

" ... "

"Semua orang sudah berbaik hati untuk tidak berkoar-koar mengenai masalah ini. Tapi kenapa kamu dengan bodohnya masih terus mengungkit masalah ini?" tanya Dominic tidak habis pikir.

" ... "

"Bung, lebih baik kamu cari kesibukan lain. Jangan terus mengejarku. Nanti orang-orang bisa salah paham. Asal kamu tahu, aku masih menyukai wanita!" sambung Dominic setelah Arkan tak kunjung membalas ucapannya.

"Salsa masih mencintaimu!" ujar Arkan mengabaikan seluruh perkataan Dominic.

" ... "

Kali ini, Dominic yang terdiam. Apa yang harus dia lakukan dengan sekelumit informasi tidak penting ini?

"Aku tidak mencintainya!" tegas Dominic masa bodoh.

"Kenapa?"

Jika tidak mengingat wibawanya, Dominic akan menjambak rambutnya sendiri karena frustrasi sekarang juga. Dia tidak akan memungkiri bahwa dia bangga ketika ditatap penuh kagum oleh lawan jenis. Terkadang dia juga akan merasa tergelitik ketika seorang lawan jenis mengabaikan eksistensinya yang tampan dan rupawan.

Tapi satu hal yang pasti, jika seseorang mencintainya, dia tidak memiliki kewajiban untuk membalas cinta orang tersebut, bukan?

"Karena aku tidak mencintainya. Apakah begini saja butuh alasan?" timpal Dominic.

"Apa kurangnya Salsa?" tanya Arkan yang tidak puas dengan jawaban Dominic itu.

Dominic memutar matanya untuk yang kesekian kalinya hari ini. Meskipun banyak wanita pernah berakhir di atas ranjangnya, Dominic selalu menekankan pada mereka bahwa dia tidak akan bertanggungjawab atas apapun yang terjadi. Dia memberikan peringatan itu diawal, sebelum dia memulai hubungan apapun dengan wanita manapun.

Dia brengsek? Persetan!

Mereka sendiri yang mencari penyakit dengan cara menyetujui persyaratan yang dia ajukan.

Tetapi, di antara wanita-wanita itu, Salsabila Hadiwijaya tidak pernah menjadi salah satunya. Dia tentu tahu bahwa wanita yang selalu menunjukkan sikap anggun, dan elegan itu menaruh hati padanya.

Sayang sekali, Dominic tidak memiliki keinginan untuk berkomitmen dengan wanita manapun. Maka, orang-orang yang mengejar komitmen seperti Salsabila Hadiwijaya tidak akan pernah ada dalam ruang lingkup perhatian Dominic.

"Hanya sesederhana Salsa bukanlah tipeku!" jawab Dominic sambil mengendikkan bahu acuh tak acuh.

"Kamu bilang apa?" tanya Arkan dengan nada tidak percaya pada alasan yang disebutkan Dominic.

"Salsa bukan tipeku!" ulang Dominic lagi dengan sabar.

"Salsa cantik, baik, pintar dan dia juga mandiri. Tidak mungkin kalau dia tidak menjadi tipemu!" seru Arkan ngotot. Baginya, tidak mungkin ada pria normal yang tidak menyukai Salsa.

"Keluguannya terlalu dibuat-buat. Selain itu, dia juga tidak seksi!" jawab Dominic terus terang.

Arkan yang mendengar jawaban ini entah kenapa menjadi tidak terima.

"Brengsek!" makinya kesal sambil merangsek maju ingin memukul Dominic dengan tinjunya.

Melihat gelagat yang sudah familiar ini, Dominic menahan dengan sigap kepalan tangan Arkan yang melayang ke arahnya. Dia lalu menghempaskannya dengan kasar.

Sebelum Arkan sempat bereaksi, Dominic dengan tidak sabar balas melayangkan bogeman mentah ke wajah tampan Arkan. Hingga pria itu jatuh tersungkur di atas lantai marmernya yang dingin.

"Bung, mau sampai kapan kamu seperti ini. Salsa juga sudah menikah 'kan? Lalu apalagi? Semua orang memiliki kesukaannya sendiri. Begitu juga dengan aku! Kamu sama sekali tidak memiliki hak untuk ikut campur!" seru Dominic sambil berkacak pinggang di depan Arkan yang perlahan bangkit.

"Gara-gara kejadian empat tahun lalu, Salsa hampir gila!" ujar Arkan kembali mendesis. Tapi kali ini ada nada tercekat dalam suaranya.

"Lalu urusannya denganku apa?" tanya Dominic tidak peduli.

"Tidak bisa 'kah kamu menikah dengannya saja?" pinta Arkan. Suaranya hampir terdengar memelas.

Dominic mendengus. "Lalu mau diapakan suaminya?" tanya Dominic tak habis pikir.

"Selama kamu mau, segalanya bisa diatur!" pungkas Arkan semakin tak masuk akal.

Dominic menggertakkan giginya dengan marah. Diraihnya kerah kemeja Arkan kuat-kuat.

"Hei, Bung. Kamu pikir aku ini apa? Apa kamu pikir statusku lebih rendah darimu, lantas kamu ingin berlaku seenaknya?" geram Dominic.

Arkan menepis kasar cengkraman tangan Dominic dari kerah kemejanya. "Pokoknya aku tidak akan berhenti sampai kamu setuju untuk menikah dengan Salsa!" ujar Arkan dengan ngotot sambil menghapus darah di sudut bibirnya.

Tanpa menunggu balasan dari Dominic, Arkan hendak menyeret langkahnya untuk meninggalkan tempat ini. Akan tetapi, matanya terlebih dulu bersirobok dengan tatapan terkejut Denita yang sejak tadi diam menyimak perdebatan mereka.

"Cih!" Arkan mendengus sinis pada Denita. Dia kemudian berjalan lurus menuju lift yang tidak terlalu jauh.

"Jangan menyebarkan apapun yang baru saja kamu dengar!" ujar Dominic memperingatkan.

" ... "

Denita sama sekali tidak menanggapi. Kepalanya sibuk mencerna kata demi kata yang dia dengar terlontar dari perdebatan Arkan dan Dominic. Sepasang netra Denita lalu mengerjap lambat dan lama. Dia bahkan tidak menyadari bahwa Dominic sudah masuk ke dalam ruangannya sendiri.

Menit demi menit pun terlewati, tapi Denita belum juga beranjak dari tempatnya. Sebab, potongan informasi penting perlahan mulai tersusun di dalam benaknya. Sekarang dia akhirnya tahu asal mula dari nasib naasnya sendiri.

"Salsa sialan!" maki Denita lebih kesal ketika mengingat musuh bebuyutannya itu.

"Kenapa semua orang ingin melindungi, dan menjamin kebahagiaannya sih!" lanjut Denita merutuk tak suka.

Nafas Denita lantas naik turun dengan cepat karena hatinya kembali diselimuti kemarahan dan kebencian pada Salsa. Dia lalu menatap pintu ruangan Dominic yang sudah tertutup rapat.

Seolah ada bohlam lampu yang menyala di kepalanya, Denita bergegas memasuki ruangan Dominic. Bahkan tanpa mengetuk pintu lebih dulu.

Denita pikir, jika Angga benar mengkhianatinya, maka dia harus memberi pelajaran pada mereka semua. Caranya, dengan mendapatkan apa yang tidak bisa didapatkan oleh wanita itu.

"Pak, ayo kita nikah!" sambar Denita begitu kakinya menjejak di dalam ruangan Dominic.

* * *

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Idha Fitma
bagus alur ceritanya hanya untuk membaca selanjutnya butuh koin dan bonus jadi Malas bacanya
goodnovel comment avatar
Masrah Sabela
Seru sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status