Home / Rumah Tangga / Istri Baru untuk Suamiku / Bab 6 : Pertemuan yang Membuka Luka

Share

Bab 6 : Pertemuan yang Membuka Luka

Author: RiQueena
last update Last Updated: 2024-12-24 12:04:48

Malam itu, udara terasa dingin menusuk. Hujan rintik-rintik menambah kesan muram yang menyelimuti hatiku. Aku duduk di ruang tamu sendirian, memandangi jendela kaca yang dipenuhi butiran air. Rasanya seperti melihat pantulan diriku—buram dan tak jelas.

Mas Rey baru saja keluar rumah, pergi dengan alasan yang terdengar biasa, tapi entah mengapa, aku merasa ada sesuatu yang ganjil. Perasaan itu menghantui sejak beberapa hari terakhir, dan aku tak bisa mengabaikannya.

Ketika waktu terus berlalu, pikiranku mulai dipenuhi oleh berbagai spekulasi. Ke mana Mas Rey pergi? Mengapa Mas Rey semakin sering keluar tanpa memberitahuku?

Ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk.

"Ira, aku ingin bertemu denganmu. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan."

Pengirimnya adalah Karin, seorang wanita yang selama ini kerap disebut-sebut ibu mertua sebagai "pilihan yang lebih baik" untuk Mas Rey. Aku tak pernah benar-benar berurusan dengannya secara langsung, tetapi setiap kali nama itu muncul, hatiku terasa diremas.

Aku terdiam, mencoba mencerna maksud pesan itu. Untuk apa dia ingin bertemu denganku?

Aku pun memutuskan untuk menemui Karin di sebuah kafe kecil di pusat kota. Tempat itu cukup ramai, dengan suara obrolan orang-orang yang bercampur dengan dentingan cangkir kopi. Aku merasa canggung, tetapi mencoba menahan diri.

Karin sudah ada di sana ketika aku tiba. Dia mengenakan blus putih rapi, dengan senyum tipis agar terlihat sikap ramahnya. Aku mendekatinya dengan perlahan, mencoba menenangkan detak jantungku yang terasa tak beraturan.

“Ira,” katanya ketika aku duduk di depannya. Suaranya lembut, tapi ada nada dingin yang sulit aku abaikan.

“Karin,” jawabku singkat. Aku menatapnya, mencoba membaca maksud dari pertemuan ini.

Dia mengaduk cangkir kopinya sebelum akhirnya berbicara. “Aku tahu ini mungkin tidak mudah untukmu. Tapi aku merasa kita perlu berbicara, secara langsung.”

“Ada apa?” tanyaku, mencoba bersikap tenang meskipun hatiku penuh dengan pertanyaan.

Karin menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan. “Ibu Rey sudah lama memintaku untuk mendekatinya. Kamu pasti tahu itu.”

Aku mengangguk pelan, menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyeruak. Tentu saja aku tahu. Ibu mertuaku tidak pernah menyembunyikan ketidaksukaannya padaku.

“Tapi aku tidak pernah sekalipun berniat untuk mencampuri pernikahan kalian,” lanjutnya. “Aku menghormati keputusan Mas Rey untuk menikah denganmu. Hanya saja, aku rasa kamu perlu tahu sesuatu.”

Kata-katanya menggantung di udara, membuatku semakin resah. “Apa maksudmu?” tanyaku akhirnya.

Dia menarik napas panjang sebelum menjawab. “Mas Rey... sering datang ke tempatku belakangan ini. Kami tidak melakukan apa-apa yang salah, aku hanya ingin membantunya. Dia terlihat sangat tertekan, Ira. Dia membutuhkan seseorang untuk berbicara.”

Aku merasakan sesuatu yang tajam menusuk hatiku. “Membantunya? Apa maksudmu, Karin?”

Karin menunduk sejenak, lalu kembali menatapku. “Aku tidak tahu apakah Mas Rey memberitahumu, tapi dia merasa sangat terbebani dengan semua yang terjadi. Mas Rey bilang, dia tidak tahu bagaimana menghadapi semua ini, dan ... sepertinya mulai mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh ibunya.”

Kata-kata yang meluncur dari bibir Karin membuat kepalaku berputar. “Apa yang kamu maksud? Apa Mas Rey ... Apa berpikiran untuk meninggalkan aku?”

Karin tampak ragu sejenak sebelum menjawab. “Aku tidak tahu pasti. Tapi aku pikir kamu harus berbicara dengannya. Mas Rey terlihat sangat bingung, dan aku tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kita.”

Aku menatapnya dengan campuran rasa marah dan sakit hati. “Kenapa kamu memberitahuku semua ini? Apa kamu ingin aku pergi? Apa ini yang ibu mertuaku inginkan?”

“Tidak, Ira,” jawabnya cepat. “Aku hanya berpikir kamu berhak tahu apa yang sedang terjadi. Aku tidak ingin menjadi alasan kehancuran pernikahan kalian.”

Aku tertawa pahit. “Kamu mungkin tidak ingin menjadi alasan, tapi kamu sudah ada di tengah-tengah kami, Karin. Apa kamu tahu bagaimana rasanya mendengar ini darimu? Apa kamu tahu bagaimana rasanya menjadi aku?”

Karin terdiam, tampak tidak tahu harus menjawab apa.

Aku bangkit dari kursi, tidak bisa lagi menahan rasa sakit dan amarah yang berkecamuk di dalam diriku. “Kamu ingin aku berbicara dengan Mas Rey? Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi jangan pernah berpikir bahwa ini semua karena kamu peduli. Kamu tidak tahu apa yang aku alami selama ini.”

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku meninggalkan kafe itu. Langkahku cepat, tetapi dadaku terasa sesak.

---

Ketika aku tiba di rumah, Mas Rey sudah ada di ruang tamu. Mas Rey terlihat kaget melihatku masuk dengan wajah yang penuh emosi.

“Sayang bertemu Karin?” tanya Mas Rey sebelum aku sempat mengatakan apa-apa.

Aku menatapnya tajam. “Mas tahu?”

Mas Rey mengangguk pelan, tetapi tidak berusaha mendekat. “Dia bilang dia ingin berbicara denganmu, Yang. Mas tidak menghentikannya karena Mas pikir mungkin itu yang terbaik.”

“Yang terbaik?” tanyaku, suaraku mulai meninggi. “Apa Mas pikir aku akan merasa lebih baik setelah mendengar bahwa Mas mempertimbangkan untuk menyerah pada semua ini?”

“Sayang, bukan seperti itu maksud Mas,” jawabnya cepat. “Mas hanya ... Mas merasa bingung. Mas tidak tahu harus bagaimana menghadapi semua ini.”

Aku mendekat, menatap matanya dengan penuh kemarahan. “Mas bingung? Mas merasa tertekan? Bagaimana dengan aku, Mas? Bagaimana dengan aku yang setiap hari harus menghadapi ibu Mas yang terus menyalahkanku? Bagaimana dengan aku yang terus berusaha mempertahankan pernikahan ini meskipun aku tahu Mas semakin jauh dariku?”

Mas Rey terdiam, tampak terpojok. “Mas tidak pernah ingin menyakitimu, Yang. Mas hanya mencoba mencari jalan keluar.”

“Tapi jalan keluar apa yang Mas cari? Jalan keluar yang melibatkan Karin? Jalan keluar yang berarti menyerah pada pernikahan kita?” tanyaku dengan nada penuh luka.

Dia menunduk, tak mampu menjawab.

Aku merasa air mataku mulai mengalir, tetapi aku tidak peduli lagi. “Jika Mas benar-benar mencintaiku, Mas tidak akan membiarkan ini terjadi. Mas tidak akan membiarkan ibu atau siapa pun menghancurkan kita.”

“Mas mencintaimu, Yang,” kata Mas Rey akhirnya, suaranya terdengar putus asa.

“Tapi cinta itu tidak cukup, Mas. Tidak jika Mas tidak berjuang untuk itu,” jawabku sebelum berbalik dan meninggalkannya di ruang tamu.

Malam itu, aku berbaring sendirian di kamar, mencoba menenangkan hatiku yang hancur. Tetapi aku tahu, ini adalah salah satu malam yang akan terus menghantui pikiranku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 50

    Setelah percakapan panjang mereka di kafe, Rey melirik jam tangannya. Hari sudah mulai gelap. Ia menatap Ira yang masih tampak tenggelam dalam pikirannya."Mas antar pulang, Yang," kata Rey tiba-tiba.Ira menoleh, ragu sejenak. "Nggak usah, Mas. Aku bisa pulang sendiri."Rey menghela napas, menatapnya serius. "Yang, ini sudah malam. Mas nggak akan tenang kalau kamu pulang sendirian."Ira terdiam tidak menjawab.Rey melirik meja di samping mereka, matanya menyapu permukaannya dengan cepat. Dahinya mengernyit. "Sayang ga bawa mobil, kan?" tanyanya pelan, tapi penuh arti.Ira mengangkat bahu, berusaha tetap santai. "Memangnya kenapa?"Rey menatapnya lebih lama, seolah mencoba membaca pikirannya. "Sayang selalu naruh kunci mobil di atas meja. Sekarang nggak ada." Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, suaranya lebih pelan. "Berarti Sayang nggak bawa mobil, kan?"Ira menelan ludah, tidak langsung menjawab. Rey masih mengingat kebiasaannya dengan baik.Rey tersenyum kecil, sedikit menggel

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 49

    Alnaira Riquina duduk di meja kerjanya, menatap dokumen-dokumen yang belum tersentuh. Namun, pikirannya melayang kepada sosok Reyvaldo Anggara, lelaki yang masih menghantuinya meskipun mereka tidak lagi tinggal seatap.Suara ponselnya bergetar di atas meja. Ia melirik layar—nama Karin muncul di sana. Dengan ragu, ia mengangkat telepon."Halo, assalamualaikum, Karin.""Waalaikumsalam, Ra, kamu sudah dengar kabar tentang Rey?" Suara Karin terdengar khawatir.Ira mengernyitkan dahi. "Kabar apa?""Rapat dewan direksi tadi pagi ... Aku dengar posisinya semakin terancam. Ada banyak pihak yang ingin menjatuhkannya."Ira menghela napas panjang. "Aku sudah menduga. Sejak masalah merger itu, semuanya pasti menjadi semakin sulit baginya.""Ya, tapi ini lebih dari sekadar merger. Ada pihak yang ingin menyingkirkannya secara permanen. Aku dengar beberapa pemegang saham mulai goyah."Ira menggigit bibirnya. "Rey itu orang yang sangat ambisius dalam pekerjaannya, tapi selalu profesional. Kalau sampa

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 48

    Rapat yang berlangsung selama lebih dari dua jam akhirnya ditunda. Para direksi meninggalkan ruangan satu per satu, menyisakan Rey yang masih duduk sambil menatap layar laptopnya. Ia merasa lega karena merger tidak diputuskan secara tergesa-gesa, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa tekanan dari berbagai pihak akan semakin besar.Pintu ruangan terbuka pelan, dan Nia masuk sambil membawa secangkir kopi di atas nampan. Ia melangkah dengan hati-hati, lalu meletakkan kopi di meja kerja Rey.Nia tersenyum kecil. “Kopi hitam tanpa gula, seperti biasa.”Rey menoleh ke arah Nia, menghela napas panjang sebelum meraih cangkir itu. “Terima kasih."Nia memperhatikan wajah Rey yang tampak lelah. “Rapat tadi cukup berat, ya, Pak?”Rey mengangguk sambil mengaduk kopinya pelan. “Lebih dari itu. Aku sudah menduga kalau mereka akan berusaha menekanku, tapi tidak kusangka sampai seintens ini.”Nia menarik kursi dan duduk sebentar. “Sepertinya Pak Rendra dan beberapa direksi benar-benar ingin merger ini se

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 47

    Pak Surya mengetuk meja layaknya pak hakim memutuskan perkara. "Setelah mendengar berbagai pertimbangan, saya rasa kita perlu waktu lebih banyak untuk menganalisis semua kemungkinan. Keputusan sebesar ini tidak bisa diambil dalam satu pertemuan.”Pak Arman mengangguk setuju. “Saya juga merasa kita terlalu terburu-buru. Ada terlalu banyak hal yang belum jelas. Saya usul kita menunda rapat ini selama satu minggu agar semua pihak bisa mengkaji ulang proposal merger dengan lebih mendalam.”Rey menyambut usulan itu dengan tenang. “Saya setuju. Dalam waktu satu minggu, saya dan tim keuangan akan menyusun proyeksi dampak merger ini dalam berbagai skenario, termasuk risiko jangka panjangnya.”Pak Rendra terlihat tidak senang, tetapi ia berusaha menyembunyikannya. “Baik, kalau itu keputusan mayoritas, kita tunda dulu.”Pak Surya menutup rapat dengan ketukan meja. “Baiklah, rapat ditunda dan akan dilanjutkan minggu depan. Saya harap semua tim bisa membawa analisis yang lebih detail.”---Seming

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 46

    Rey berjalan menuju ruang rapat dengan langkah tegap. Di tangannya, ia membawa dokumen yang telah direvisi oleh timnya. Ia tahu, pertemuan ini akan menjadi momen krusial. Dewan direksi sudah menunggu, begitu juga dengan beberapa pemegang saham utama yang memiliki pengaruh besar dalam keputusan merger.Begitu Rey memasuki ruang rapat, ia langsung menangkap pemandangan yang membuatnya sedikit waspada. Pak Rendra, kepala divisi hukum, sedang berbisik dengan beberapa anggota direksi lainnya, terutama dari pembelian dan investasi. Sesekali, mereka melirik ke arahnya sebelum kembali berbisik.Pak Surya, ketua dewan direksi, mengetuk meja sebagai tanda rapat dimulai. “Baiklah, kita langsung ke pokok pembahasan. Pak Rendra, Anda ingin menyampaikan sesuatu sebelum kita mulai membahas revisi proposal merger?”Pak Rendra menyunggingkan senyum tipis sebelum menatap Rey. “Tentu, Pak Surya. Sebelum Pak Rey menyampaikan analisanya, saya ingin menekankan bahwa revisi ini dibuat dengan mempertimbangka

  • Istri Baru untuk Suamiku    Bab 45

    BAB 45Bab 77Di ruangan kantornya yang luas, Reyvaldo Anggara duduk dengan wajah tegang. Berkas-berkas berserakan di atas mejanya, dan layar laptopnya menampilkan laporan keuangan yang masih belum ia selesaikan. Kepalanya terasa berat. Masalah pribadinya dengan Alnaira Riquina, istrinya, sudah cukup menguras pikirannya, tapi kini pekerjaannya juga mulai terancam.Pintu diketuk. Rey mendongak dan melihat Nia, asistennya, masuk dengan ekspresi ragu.“Pak Rey, rapat dengan dewan direksi dimajukan satu jam lebih cepat. Dan … ada beberapa revisi dalam proposal merger yang harus segera Bapak tinjau,” ucap Nia setelah masuk ruangan.Rey mengerutkan kening, meletakkan pulpen yang sedari tadi ia putar-putar di jarinya. “Dimajukan? Kenapa?”Nia meletakkan dokumen di meja atasannya, kemudian menghela napas pelan. “Dari informasi yang saya dapat, ada tekanan dari beberapa pemangku saham utama. Mereka ingin merger ini segera dieksekusi tanpa hambatan, Pak."Rey menyandarkan punggungnya, menatap d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status