Part 4
Silvi kecewa, air mata yang sejak tadi membanjiri di pipi semakin menderas. Tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir tipis Silvi, dia hanya terdiam mematung menatap suaminya dan menggeleng-gelengkan kepala pelan, kemudian berpaling dari dua orang ini. Dengan langkah yang tergopoh-gopoh Silvi pulang menggendong buah hatinya, sejenak Silvi menepis air matanya agar driver ojol tak melihatnya menangis."Ayo Pak,” ajak Silvi kepada pengemudi ojol.“Ke mana, Bu?” tanya driver ojol itu.“Ke tempat yang tadi saya naik, Pak.” jawab Silvi.Dari belakang terdengar suara seseorang memanggil namanya.“Mbak Silvi, Mbak Silvi, tunggu!”Silvi menoleh ke belakang, dia melihat wanita cantik dengan ikat rambut seperti ekor kuda bergelantungan mengejar dirinya. Kulit mulus dan sangat modis terlihat jelas di matanya membuat hatinya semakin sakit, Silvi menyadari dirinya tidaklah secantik dia.“Aku tidak mau bertemu dengan wanitamu, Mas,” bisik Silvi dalam hati.“Pantas saja selama ini kau tidak mau menyentuhku, Mas, ternyata ini alasannya,” rajuk Silvi seraya memeluk Viyo.Sesampainya di rumah Silvi mengunci pintu, ingin rasanya dia menjerit sekeras-kerasnya namun rumah kontrakan ini tidak hanya dihuni oleh keluarga kecilnya ia takut mengganggu kenyamanan penghuni lain. Kedua tangan Silvi mengepal meremas gamisnya yang kini basah dengan kucuran air mata.Sebuah pesan masuk ke ponsel barunya,[Kamu jangan lebay.] pesan dari Yogi."Apanya yang lebay? Apa tidak boleh aku menangis?" gerutu Silvi.Silvi baru saja dibelikan HP Android oleh suaminya 3 hari yang lalu, baru 3 hari ia belajar bermedia social. Selama ini ia hanya menutup diri dari dunia medsos, taka da F******k, I*, ataupun twiter.Tok… tok… tok…Suara pintu terdengar diketuk oleh seseorang“Mbak, Mbak, Mbak Silvi, ini Mia Mbak,” teriak seseorang di luar sana."Mia? Mia siapa ya?" Lirih Silvi. Silvi bangkit mencoba tegar dan membukakan pintu.Matanya membelalak, dia kaget di depan matanya kini berdiri seorang gadis manis yang modis."My Sweety nya Mas Yogi?" Pikirnya.Ya, wanita itu adalah wanita yang tadi berpelukan dengan Yogi di lobby hotel."Hai Mbak, ini aku, Mia. Mbak nggak ingat aku?” Sapa wanita muda itu.“Mia…,” Silvi melayangkan ingatannya.Dia teringat pada adik bungsu Mas Yogi yang katanya sedang kuliah di luar negeri, tapi seingatnya tidak secantik ini.“Iya, ini aku adiknya Mas Yogi, Kita pernah video call kan?” terpa gadis itu.“Aku ngikutin Mbak takutnya Mbak salah paham, tuh matanya masih merah gitu, Mbak menangis ya?” tebak Mia."Pasti Mbak mikirnya aku pelakor lagi," sahut Mia.“Astaghfirullahaladzim,” hela nafas Silvi lega.“Mia kenapa kamu cantik sekali? Mbak sampai pangling, ayo masuk.” Ajak Silvi.“Mbak sih malah buru-buru, tadi aku nggak sengaja ketemu sama mas Yogi, kebetulan aku lagi ada tugas akhir dan magang di hotel Rodante, aku seneng banget ketemu sama Mas Yogi, Maaf ya Mbak Jadi salah paham,” Silvi merasa malu, dia merasa bersalah kepada Yogi karena kecurigaannya selama ini membuat dirinya dimakan oleh api cemburu.“Mbak saya gak lama kok, saya harus kembali ke hotel, ini saya ngejar Mbak takut ada apa-apa sama Mbak,” Mia memegang tangan Silvi.“Terimaksih, Mia,” jawab Silvi.“Mia pamit ya,” wanita itu meninggalkan rumah kontrakan kakak iparnya. Silvi merasa lega. "Sepertinya Hari ini aku harus izin tidak masuk, ini sudah telat," meski dia merasa malu sebagai guru baru dia memberanikan diri menelepon kepala sekolah TK-nya."Pantas saja Mas Yogi menyebutku lebay, ternyata itu adalah adiknya. Astagfirullah Ya Allah maafkan aku," Sadar Silvi.Tiga bulan berlalu, Silvi menjalani hari-hari seperti biasanya. Suatu malam dia memandangi wajah suaminya yang sedang tertidur lelap.Ingin rasanya ia memeluk Yogi, namun setiap kali hal itu dilakukan pasti Yogi marah."Jangan ganggu, aku lagi capek!"Selalu itu jawabannya.3 tahun lebih lamanya sejak Viyo 4 bulan dalam kandungan Silvi, ia memendam hasrat biologisnya, tak pernah di sentuh, apalagi di cium bahkan mungkin lebih jauh dari itu. Seringkali ia berpuasa setiap hasratnya memuncak. Ia takut berbuat dosa jika hasratnya tak teredam."Ya allah kapan aku bisa satu selimut dengan suamiku?" Rajuk Silvi."Apa pantas seseorang yg memiliki suami berpuasa hanya karena ingin menahan hasrat kepada suaminya? Kayak bukan mahram aja," keluh Silvi."Dia halal untukku, kenapa aku harus berpuasa?" Ucap Silvi seraya memandang wajah suaminya.Silvi memindahkan Viyo yang tidur di antara Yogi dan Silvi, kemudian dia memeluk suaminya yang sedang terlelap dengan lembut.Alangkah kagetnya Silvi saat itu suaminya memberontak hingga Silvi terguling ke bawah tempat tidur.Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi