Silvi kecewa cintanya bertepuk sebelah tangan, suami yang selama ini dia cintai dengan sepenuh hati ternyata mengkhianati dirinya. Bukan karena dia tidak ingin dimadu, tetapi dia tidak ingin pelanggaran yang tak bermoral terus berlanjut di depan matanya. meski berat Silvi harus terima bahwa suaminya mencintai laki-laki lain. Bagaimanakah rahasia itu terkuak? Haruskah Silvi merelakan cintanya untuk pergi?
View MorePart 1
Byuuur....Suara percikan air terdengar nyaring di kamar mandi, Silvi yang sedang memasak di dapur mengendap-ngendap menuju ke kamar tidur, menatap singgasana cinta Silvi dengan sang suami, Yogi. Tempat tidur terpampang indah dipandang mata, rapi dan tidak ada debu sedikitpun. Selimut terlipat indah, bantal menggembung berdampingan layaknya sejoli yang selalu setia bersama, dilengkapi dengan guling panjang terselonjor di atas kasur menambah lengkap suasana ranjang keluarga bahagia.Silvi melirik ke sana ke mari mencari sebuah benda yang hampir setiap waktu menjadi pusat perhatian suaminya, Yogi. Ya, benda itu adalah gawai yang lebih sering dipandangi dibanding dirinya, entahlah semenjak 3 tahun lebih menikah Silvi berusaha menjadi istri yang sempurna untuk Yogi, namun entah apa kekurangan Silvi sehingga Yogi lebih sering mengacuhkannya. Sesaat gawai milik Yogi bergetar hingga Silvi menemukannya, tangan lentiknya meraih gawai milik Yogi.Terlihat ada satu pesan masuk, ingin sekali Silvi membuka pesan itu, mumpung suaminya sedang asyik mandi di kamar mandi. Selama ini Silvi tidak berani ikut campur masalah pribadi apalagi melihat-lihat handphone Yogi, ternyata betul gawai milik suaminya dikunci menggunakan pola."Sudah kuduga," ujar Silvi."Untung aku ingat polanya," Tukasnya. Ujung mata Silvi sempat melirik saat suaminya membuka pola ponselnya tadi malam.Silvi berhasil membuka pola gawai milik suaminya, dengan segera dia membaca satu pesan yang baru saja masuk. Seketika matanya membelalak, Silvi menutup mulutnya dengan mendadak. Tak lama kemudian gerimis melapisi bola mata indahnya. Alangkah kagetnya saat Silvi membaca satu pesan itu, tangannya gemetaran memegang gawai milik Yogi, gawai itu terus saja bergetar menerima pesan berulang-ulang dari satu nomor yang sama, membuat dia curiga.[Sayang lagi apa?][Sama siapa?][Kok lama sih?][Yang... Bales dong, kok di baca doang?]Pesan itu membuat hati Silvi tersayat.Lututnya lemas, seketika Silvi membantingkan tubuh rampingnya di atas kasur empuk itu. Terduduk dan menangis."My sweety," Bisik Silvi Seraya meneteskan air mata."Siapa wanita ini?" Tanya Silvi dalam hati.“Mengapa kata-katanya begitu mesra? Aku saja tak pernah di panggil mesra seperti itu,” Silvi berusaha menguatkan dirinya yang saat ini hatinya berkecamuk.Silvi bangkit dari duduknya mencari satu pena untuk mencatat nomor 'my sweety' yang terpampang di gawai suaminya ini.Suara air di kamar mandi tak terdengar lagi, pertanda Yogi sudah selesai mandi. Silvi mempercepat tangannya yang gemetaran menuliskan satu nomor ponsel yang terpampang di gawai suaminya itu.Saat Silvi akan menyimpan kembali gawai Yogi ke tempat semula tiba-tiba Yogi masuk kamar sambil mengucek rambut basah di kepalanya dengan handuk kecil berwarna putih."Hei?" Suara Yogi membuat Silvi kaget, Silvi membalikkan badannya, memandangi tubuh Yogi yang masih basah dengan handuk di pinggang."Apa yang kamu lakukan?" Yogi merebut gawainya yang sejak tadi dipegang oleh Silvi. Matanya memerah, ada wajah kaku yang hadir kini menghiasi ketampanan Yogi.Tangis Silvi tak terbendung, secarik kertas bertuliskan nomor ponsel 'my sweety' itu di remasnya dengan kesal.Yogi kaget, namun dia menata dirinya agar tak terlihat panik di hadapan istri sahnya itu. ia tidak menyangka Silvi berani membuka ponsel miliknya. Selama ini Silvi adalah istri yang kolot dan kuper di mata Yogi. Yogi membuka kunci lemari dengan kasar, mengambil celana yang tertata rapi serta pakaian dalamnya. Kemeja biru muda yang tergantung di ruang lemari lainnya ia seret dengan kasar, seuntai dasipun ia cabut dari tempatnya dan di bantingnya ke atas tempat tidur. Ponsel nya pun ia bantingkan pula ke atas kasur.Yogi membanting pintu lemari dengan keras kemudian mengenakan pakaian dengan segera."Makanya, jangan ikut campur urusan orang!" Gerutu Yogi.Silvi hanya menangis tersedu-sedu, terpaku duduk di atas kasur. Kedua tangannya mengepal menahan sakit yang kini menggelayut hati."Kamu bilang orang lain, Mas? Lalu aku ini siapa bagi kamu, Mas?" Ratap Silvi mengelus dada. Tatapannya sinis, memandang sang suami yang sibuk berpakaian.Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Silvi kini dipenuhi dengan kesedihan, menghadapi situasi duka yang sangat menyedihkan saat upacara pemakaman ayahnya berlangsung. Dalam suasana yang hening dan penuh duka, Silvi mencoba menahan air mata yang mengalir deras di pipinya. Rasa kehilangan yang mendalam dan kekosongan yang dirasakannya begitu menghantamnya, membuat hatinya hancur dan terasa sangat berat."Pak..., " jerit bu Teti. ia jatuh tak sadarkan diri. "Bu, bu," warga membantu tubuh bu Teti yang terjatuh lemas ke tanah. Bu Teti, juga berada dalam keadaan yang sangat rapuh. Saat jasad suaminya disemayamkan dalam liang lahat terakhir, ia tidak mampu menahan emosi yang membanjiri dirinya. Beban kesedihan yang begitu besar membuatnya pingsan tak lama setelah upacara dimulai. Keadaan ini semakin memperdalam kepedihan Silvi dan menggambarkan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh keluarga mereka.Saat jasad pak Rahmat dimasukkan ke dalam liang lahat, suasana menjadi semakin hening. Suara tangis pecah dari antara kerab
Silvi, seorang ibu yang penuh kasih, kini mengalami perubahan drastis dalam sikap dan kehati-hatiannya sejak kasus penculikan terhadap putrinya, Zahra, beberapa hari yang lalu. Kejadian tragis ini telah mengguncang kehidupan Silvi secara mendalam membangkitkan rasa takut dan kekhawatiran yang mendalam dalam dirinya.Sebelum kasus penculikan terjadi, Silvi mungkin memiliki kehidupan yang relatif normal seperti ibu-ibu lainnya. Namun, setelah insiden tersebut, semua perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Zahra. Ia tidak pernah melepaskan pandangannya dari putrinya yang berusia 7 bulan tersebut, khawatir bahwa bahaya mungkin mengancamnya kapan saja."Wanita itu berbahaya, aku tidak akan membiarkan dia menyakiti anak-anaku.Silvi tidak lagi merasa aman dalam lingkungan sekitarnya. Setiap gerakan, suara, atau kehadiran orang asing menjadi fokus perhatiannya. Ia berusaha melindungi Zahra dan Viyo dengan segala cara yang ia bisa, memastikan keamanan putra putrinya menjadi prioritas utama dalam
Silvi kini penuh kekhawatiran dan kecemasan, ia merasa curiga pada Zena, seorang teman lama yang diyakininya telah menculik putrinya, Zahra. Curiga tersebut timbul karena ada beberapa kejadian yang mencurigakan dan petunjuk yang mengarah pada Zena. Meskipun saat kejadian tidak memiliki bukti yang konkrit, Silvi merasa yakin bahwa Zena adalah dalang di balik hilangnya Zahra.Kelegaan dan syukur memenuhi hati Silvi saat mengetahui bahwa Zahra, yang pada saat itu berusia 7 bulan, berhasil diselamatkan dan tidak terluka. Namun, rasa marah dan kebingungan tak terhindarkan saat mengetahui alasan di balik perbuatan Zena."Kenapa, ya, Zena tega melakukan ini pada putriku?" tanya Silvi termenung. sore itu Azam sudah pulang dan baru selesai mandi. "Maafkan aku, Vi," ucap Azam. "Maaf untuk apa, Mas?" tanya Silvi heran. Azam, suami Silvi, mengungkapkan kepada Silvi bahwa Zena melakukan perbuatan tersebut karena dendam yang tak terungkap. Azam menceritakan bahwa Zena sebenarnya telah mencintai
Zena adalah seorang wanita yang memiliki dendam pada Azam karena telah menolak cintanya dulu sebelum menikahi Silvi ia berniat buruk dan melakukan penculikan terhadap Zahra, seorang bayi berusia 7 bulan. "Awas kalian, aku pasti akan menghancurkan rumah tangga kalian! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia! " bisik Zena yang sedang memata-matai keluarga Azam. Kejadian itu terjadi di taman yang terletak dekat komplek perumahan, saat itu Silvi sedang pergi ke toilet. Pada saat itu, Zahra seharusnya dijaga oleh ayahnya, Azam, Namun, dalam kejadian yang tidak terduga, Azam malah berlari mendekati Viyo yang sedang bermain bola. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada Zena untuk menculik Zahra tanpa diketahui. Dengan niat buruk yang dimilikinya, Zena mengambil kesempatan ini untuk melaksanakan rencananya.Zena melarikan diri dari taman dengan Zahra dalam pelukannya, menjauh dari area perumahan. Tujuan Zena dalam menculik Zahra adalah agar Azam dan Silvi bersedih, dapat disimpulk
Beberapa bulan kemudian saat usia Zahra sudah menginjak 7 bulan semua curahan kasih sayang tertumpah kan pada cucu ke dua Bu Teti ini, kakeknya Pak Rahmat sangat menyayangi cucunya terutama Zahra yang saat ini sedang lucu-lucunya. "Cucu abah cantik banget," ucap Pak Rahmat, "Siapa dulu dong, neneknya," balas bu Teti centil. "Ciluuuk..., baaa...," pak Rahmat sedang asyik bermain dengan Zahra. tiba-tiba Silvi datang menghampiri Pak Rahmat dan bu Teti. "Bu, aku pamit ya," ucap Silvi. "Lho... emang kamu mau kemana, Nak?" tanya bu Teti kaget. "Ini, mama Rohimah pengen ketemu Zahra, aku nggak lama kok, paling cuman 3 hari. mumpung sekolah Viyo lagi libur. mas Azam juga lagi libur." pinta Silvi. "Yah, cucu nenek yang cakep ini bakalan pisah sama nenek, pasti nenek bakalan kangen sama kamu." ucap Bu Teti gemas sambil memeluk cucunya. "Pergilah, Nak, bu Rohimah kan juga neneknya Zahra, sudah pasti ia juga rindu sama cucunya." kata pak Rahmat mengerti. "Makasi, Ayah." ucap Silvi sambi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments