“Kalian semua takut diberhentikan bekerja?” tanya Valerie, mempertegas perkataan para pelayan yang menunduk di depannya. Mereka mengangguk secara bersamaan, tapi bisa Valerie lihat wajah salah satu pelayan yang justru cemberut dan sinis menghadap ke bawah. Pelayan itu adalah salah satu dari dua orang yang tempo hari ikut menghukum dirinya, oleh suruhan Patricia. Mana mungkin Valerie lupakan wajah-wajah orang yang menyiksanya dengan gigitan serangga?
Tapi sejujurnya, dia tidak ingin memikirkan itu lagi. Valerie pikir pelayan itu hanya disuruh oleh Patricia, nyonya besar yang mereka kenal di rumah itu. Namun melihat wajah sinis yang dia tunjukkan saat ini membuat Valerie terpancing ingin mengetahui apa yang membuat pelayan itu sangat berani. Bukan kah semua orang tahu bahwa Megan adalah wanita kejam? Seharusnya dia takut pada Valerie.
“Kau,” kata Valerie, menunjuk si pelayan yang langsung mengangkat wajahnya.
“Ya, Nyonya.” Dia t
Kedua orang itu masih saling menatap satu sama lain. Wajah mereka sangat serius dan berbicara melalui sorot mata yang ingin saling menjatuhkan. Valerie dan Jupiter sampai lupa jika Rainer ada di dekat mereka.“Ibu, Ayah, kenapa kalian terus saling melihat?”Kalimat yang datang dari putra mereka pun menyadarkan keduanya, yang lantas mengalihkan pandangan pada Rainer. Valerie sampai tergugup untuk membuat Rainer tidak mengetahui apa yang ada di pikiran ayah dan ibunya.“Apa? Itu ... kami hanya saling melihat.”“Rainer, kau akan ke sekolah barumu, kan?” kata Jupiter pula dari ambang pintu. “Ayo turun lah. Ayah akan mengantar kalian ke sekolah.” Dia berkata dan berbalik meninggalkan pintu kamar Rainer.Bukankah dia tahu Valerie lah yang mengambil tugas untuk mengurus sekolah putranya? Kenapa juga dia ingin mengantar Rainer? Valerie sedikit kesal. Tapi mengingat kata ‘kalian’ yang Piter ucapkan
“Rainer, apakah ayahmu mengatakan sesuatu?” tanya Valerie, ketika menemani anak itu bermain di depan kelasnya.“Ya, tadi malam ayah datang ke kamarku dan mengatakan dia sangat senang aku memiliki ibu. Ayah sudah tidak marah dan mengatakan kami tak butuh ibu,” sahut Rainer polos.Ini kah sebabnya Rainer terlihat sangat nyaman di depan ayahnya? Syukur lah ... meski sebenarnya Valerie sendiri kurang senang melihat lelaki itu, setidaknya ada kemajuan di dalam otak Jupiter. Lelaki kasar yang hanya peduli akan perasaannya, kini mulai memikirkan perkembangan putranya yang akan terganggu oleh masalah yang datang dari keluarga sendiri. Valerie senang, Rainer menjadi anak yang ceria dan fokus belajar di dalam kelas. Dia bahkan bersikap baik pada teman sebangkunya, tidak ada perkelahian yang terjadi sejak pelajaran pertama dimulai.“Kau senang pada ayah?” tanya Valerie lagi, dan mendapat anggukan dari Rainer.“Terima k
Dua jari Jupiter memilin keras ujung dada Valerie. Kasar dia lepaskan pagutannya dari bubur gadis itu, sehingga Valerie harus meringis merasakan sakit oleh ulah Jupiter. Lelaki itu tersenyum miring menyadari pucuk dada istrinya mengencang, dan ukurannya sedikit bertambah lebih besar.“Kau menyukainya? Kau menikmati sentuhanku?” kata Jupiter tepat depan wajah Valle.Tidak Valerie pungkiri, dia meraskan sesuatu bergejolak di dalam dirinya. Tapi sekuat apa pun rasa itu mempengaruhi perasaan Valerie, dia masih cukup sadar untuk menolak perlakuan Jupiter. Valerie mencengkram pergelangan tangan Jupiter, menariknya keluar dari dalam pakaian yang dia kenakan.“Jangan menyentuhku! Kau bajingan licik yang tidak bisa menepati janjimu!” sentak Valerie di sela desahan napasnya yang sedikit memburu.“Licik? Huh!” Jupiter mendengus diikuti kekehan kecil yang baru saja keluar dari mulutnya. “Aku tidak berjanji untuk tidak menyent
Ketika Valerie tiba di kelas Rainer, pelajaran baru saja usai. Dia membentang kedua tangannya untuk menyambut Rainer yang berlari ke arahnya. Tapi, baru saja anak itu tiba di dalam dekapan Valerie, Jupiter sudah melayangkan pertanyaan padanya.“Ibu, kenapa dengan lehermu?”“Leherku?” Valerie mengerut kening tidak paham. “Memangnya, ada apa dengan leherku?” Dia bertanya kedua kali.“Itu memerah seperti sesuatu menggigitnya.” Rainer berkata dengan sangat polosnya, sembari menunjuk bagian kanan leher ibunya.Memerah? Leher Valerie memerah? Tangannya bergerak cepat untuk mereba bagian leher yang ditunjuk oleh Rainer. Karena katanya itu seperti bekas gigitan, Valerie menjadi teringat dengan apa yang baru saja Jupiter lakukan padanya. Dia ingat betul ketika Jupiter mengisap lehernya sangat keras dan yakin itu lah yang tengah ditunjuk oleh Rainer. Dia sangat malu, meski Rainer belum paham akan apa yang sebena
“Ayo, biar ibu membantumu berganti pakaian.”Valerie menyentuh pundak Rainer untuk dia bawa masuk ke dalam kamar, tetapi anak itu menggeleng menolak perkataan ibunya.“Leher ibu sakit, pergi lah obati itu dengan ayah. Aku akan berganti pakaian dengan pelayan,” jawabnya, menunjuk pelayan yang sudah menunggu di depan mereka.Anak itu ... kenapa dia sangat suka membuat Valerie dalam masalah? Padahal, dia sengaja beralasan ingin membantu Rainer berganti pakaian untuk menghindari Jupiter yang sudah membuka pintu di sebelahnya. Dan segera Rainer meninggalkan Valerie bersama Jupiter di depan pintu kamar mereka, membuat Valerie semakin salah tingkah sekarang.Selain was-was akan perkataan Jupiter untuk mengobati lehernya, Valerie juga takut andai ternyata ucapannya tadi yang memicu Jupiter untuk berbuat lebih nekad lagi. Dia sangat berharap lelaki itu paham dengan isi pikirannya, lantas kembali ke kantor saja. Tapi nyatanya, sampai V
“Ka-kau ... tidak serius, kan? Kita bukan pasangan suami istri pada umumnya, tolong jangan berbicara yang melantur,” kata Valerie, menurunkan pandangan agar tidak saling menatap dengan Jupiter.Jupiter melangkahkan kakinya mendekati Valerie, membuat gadis itu menjadi gugup seketika. Degupan di dalam sana semakin cepat seakan merontah ingin lepas dari tempatnya. Degupan yang selalu dia rasakan ketika Jupiter berada di dekatnya. Kenapa Valerie harus merasakannya? Ini tidak baik, Valerie tahu itu. Apalagi ketika Jupiter sudah berdiri tepat di depannya, gadis itu semakin tidak bisa tenang. Valerie memundurkan kakinya ke belakang, yang terus diikuti Jupiter maju ke arahnya.Kenapa dengan lelaki ini? Apakah dia benar-benar akan melakukan bulan madu? Sungguh demi langit dan bumi, jangan bilang dia akan menggoda Valerie di ruang ganti ini, seperti yang dia lakukan di dalam mobil tadi. Valerie sangat takut jika dirinya sampai tak bisa mengontrol diri seperti tadi.
Satu harian Valerie terus menghindar dari Jupiter. Dia berpura menemani Rainer bermain, membuat dirinya sibuk dengan aktivitas-aktivitas lainnya. Gadis itu akan mencari-cari alasan untuk meninggalkan Rainer ketika Jupiter mendatangi mereka dan ikut bergabung. Valerie tidak ingin membuat banyak kontak mata dengan Jupiter, sebab dia tahu mata itu lah yang membuat hatinya tak terkendali.Rainer bukan anak bayi yang harus ditidurkan lagi. Anak itu sangat mandiri, bahkan mengerjakan tugas sekolahnya pun dia tidak banyak ebrtanya pada Valerie. Sepanjang Rainer berkutat dengan tugas yang diberikan ibu guru, Valerie pun menghabiskan waktunya dengan melamun tidak jelas. Sampai anak itu selesai, Rainer pun menegur Valerie.“Ibu, kau tidak akan kembali ke kamarmu?” kata Rainer, melihat ibunya masih melamun di sofa sebelah ranjang.Mendapat pertanyaan seperti itu, tentu saja membuat Valerie menjadi gugup seketika. Dia berpura membenarkan selimut di atas dada Rai
Mendengar namanya dipanggil mesra, Jupiter mengangkat kepalanya. Dia tatap wajah cantik yang bersemu di bawahnya, semakin mebangkitkan hasrat di dalam diri Jupiter. Dia tersenyum kecil, menyadari sang istri mengharapkan sentuhannya.“Kau menyukainya?” bisik Piter, dan menunduk kembali untuk mencicipi pucuk dada yang semakin menantang. “Kau menungguku dengan penampilan seperti ini, hem?”Valerie semakin bersemu mendengar ucapan Jupiter. Hanya diam yang dia lakukan untuk membuat Jupiter tidak menghentikan aktivitas di dadanya. Valerie tidak rela jika dia menjawab perkataan itu akan membuat Jupiter melepaskan lagi dadanya yang sedang dinikmati.Sebenarnya, tadi Valerie hanya sangat kesal. Dia terus membayangkan Jupiter tengah bercumbu dengan gadis lain di luar sana, dan pikiran-pikiran itu sangat menguras emosi Valerie. Dia hanya ingin menenangkan diri dengan berendam di air dingin, berharap pikiran itu meninggalkan benak. Tapi nyatanya, din