"Mereka yang mengirim kotak itu. Saya ditugaskan untuk membawa dan menitipkan kepada rekan Anda, namun atas nama Pak Ghara!""Apakah, Anda tahu siapa Ghara sebenarnya?" tanya Mistha. Pria itu mengangguk. "Saya pernah bertemu, bahkan Saya sempat disekap oleh Pak Ghara karena Dia tahu siapa Saya sebenarnya.""Kenapa Ghara menyekapmu?""Saya membawa kabur mobil Pak Ghara!""Siapa yang nyuruh?""Pa-, Pak Dimas!""Dimas?" Mistha menerka. Pria itu? Seketika Mistha teringat tentang pertemuan awal di Rumah Sakit waktu itu. Membunuh Hans saja Mistha mampu, apalagi menghabisi nyawa cecunguk sekelas Dimas, tentu sangat mudah untuk Mistha lakukan.Bagi Mistha siapa yang telah melempar api kearahnya, justru Mistha akan menyiramnya dengan minyak. Jangan remehkan Mistha jika ia sudah benar-benar murka. Demi membalaskan dendam, ia seakan sudah tak kenal dosa. Apa lagi dengan api neraka, saat ini Mistha sudah tidak mikir ke sana, seolah mata hatinya buta, karena baginya hutang nyawa dibayar nyawa!
"Bagaimana, Pak?" tanya Mistha lirih kepada pria paruh baya yang ditemuinya kemarin."Sudah beres, Bu! Kuncinya berhasil diduplikasi bentuknya," jawab pria itu sembari tetap fokus memandang lantai, karena tidak ingin percakapan mereka dicurigai oleh beberapa sipir yang sedang lalu lalang."Bagus!""Simpan kunci aslinya dengan baik, jangan sampai mereka tahu kalau kunci ini replika," imbuhnya memberi penjelasan kepada Mistha."Pak-" Mistha menjeda langkah pria itu setelah memberikan replika kunci yang nantinya akan Mistha simpan di dalam kotak explosion box.Pria itu berhenti, begitu mendengar Mistha memanggilnya. Memindahkan posisi gagang pel kedepan, lalu membuat gerakan mundur, sembari memekakan telinga untuk mendengar ucapan Mistha."Apakah, Bapak bisa membantu Saya melihat keadaan Ghara?" tanya Mistha berharap pria itu menaruh empati, jauh berbeda dengan sikapnya yang selama ini selalu mawas diri setiap bertemu orang baru di lapas ini. M
"Apa yang sedang Kalian diskusikan?" tanya sipir sembari membuka pintu sell tahanan isolasi.Mistha dan tahanan 815 merubah posisi yang semula duduk berhadapan seperti orang yang sedang berdiskusi, begitu mendengar sebuah kaki mendekat, mereka menghambur pura-pura menyibukkan diri."Tidak, Pak! Kami hanya menghibur diri," sahut tahanan 815."Ada kunjungan untuk Anda," ucap sipir itu kepada Mistha.Pengunjung? Siapa lagi? Batin Mistha."Ingat Mistha, apa yang sudah Kita rencanakan kemarin. Jangan bicara secara langsung. Hindari kontak mata berlebihan, tulis semua hal yang perlu Dia lakukan. Suruh baca ketika sedang sendiri atau dalam posisi aman. Jangan sampai ada yang tahu rencana ini, paham!"Mistha mengangguk."Aku nggak yakin jika Kita akan berhasil," ucap Mistha sedikit menyerah."Sekalipun rencana Kita gagal, setidaknya ada keringanan untuk vonismu," tutur tahanan 815 meyakinkan."Tapi-""Tenang Mistha, masih
"Jangan gila, Mistha!" ucap tahanan 815. "Kenapa? Bukankah Kamu bilang tidak ada sesuatu yang mustahil di dunia ini," jawab Mistha enteng. "Tapi tidak dengan begini caranya!" "Salah atau benar! Ini adalah cara yang lebih adil. Aku tidak mau terus direndahkan dan diremehkan. Ngerti!" jawabnya sembari berjalan mantap menuju ruang di mana permainan Stako dimulai. "Mistha!" ucap tahanan 815 menjeda langkah Mistha sesaat. Sementara Mistha menoleh, menatap lekat kearah wajah sayunya yang memancarkan air muka lelah. "Nyawamu taruhannya!" imbuh tahanan 815. Mistha paham! Menundukkan kepala sesaat, seperti ada sesuatu yang tiba-tiba menyergap ingatannya. Jika tidak menerima dan menyetujui permainan ini, lantas dengan cara apa lagi Mistha berusaha untuk membalikkan keadaan? Batin Mistha. Tentu, Mistha tidak ingin membiarkan semua orang menderita karena ulah satu orang yang tidak berperikemanusiaan itu. Saat ini hanya ada dua harapan yang paling Mistha inginkan, jika ia mampu memenangkan
"Apakah segini cukup?" ucap Mistha yang tengah duduk di sofa ruangan Lukas Maremba."Lebih dari cukup!" ucapnya sembari memungut beberapa bongkahan uang itu dan diarahakan ke udara."Ada yang perlu Saya lakukan lagi?" tanya Mistha begitu sesaat Lukas mengacuhkan karena sibuk dengan uang yang yang ada dihadapannya."Oh tidak, tidak perlu! Anda cukup hadir dan duduk manis saja mendengarkan Hakim berbicara," balasnya tanpa memandang Mistha.Baiklah! Batin Mistha."Kalau begitu, Saya permisi!" ucap Mistha akhirnya.Sementara Lukas hanya membalas dengan isyarat mempersilakan Mistha untuk segera keluar dari ruangan. Mistha memandang pria yang nyaris mengabdi dengan harta-harta panas yang tersimpan rapi di dalam brankas itu."Bagaimana?" tanya tahanan 815, begitu Mistha tiba di ruang tahanan."Kita lihat saja nanti, bukankah tugasku sudah selesai?" tanya Mistha balik."Belum!" jawab tahanan 815."Apa lagi?" sergah Mistha
Mistha menatap nanar pada bangunan mewah didepannya. Sebuah bangunan yang pernah didatangi satu kali, namun susah untuk Mistha lupakan segala yang terjadi didalamnya waktu itu. Rasanya, sudah setahun sejak kejadian itu, rumah ini tak berpenghuni. Di dalam sana tentu banyak misteri yang belum banyak Mistha ketahui, dan saat ini tentu Mistha akan segera membongkarnya. Tentang isi sebuah kunci yang ada digenggamannya saat ini. Tanpa sadar, Mistha menetesakan air mata yang sempat tercekat. Sedih, bahagia antara keduanya Mistha susah mendeskripsikan. Terlihat dari tubuh jenjang dengan hils hitam serta rok selutut yang dipadukan dengan outer putih itu, tangan Mistha masih memegang Shoulder Bag Floura, tipe dan merk yang tidak banyak orang punya. Mistha membuka kacamata yang tanpa sadar sudah penuh dengan air mata terbendung di sana, membuat pandangannya sedikit kabur. Seketika, langkah Mistha tertahan oleh panggilan yang sudah lama tak pernah Mistha dengar. "Tante, Mistha!" seorang bo
"Jangan takut, Bu Mistha!" ucap Nathe Rose. Sementara Mistha semakin binggung dengan sikap Nathe Rose yang seperti sudah tahu siapa Mistha sebenarnya, dan ada keperluan apa dia datang ke tempat itu. "Ikuti, Saya!" ucapnya lagi. Awalnya Mistha tak bergeming, malas menanggapi basa-basi Nathe Rose. Setelah Nathe Rose tiba disebuah ruang rahasia, Nathe Rose menunjukkan sesuatu kepada Mistha. Sebuah ruangan besar, sangat besar! Anehnya ruangan itu ada di dalam ruang kerjanya yang ketika masuk, orang itu tidak akan pernah menyangka bahwa di dalam ruang kerja Nathe Rose, ternyata masih ada ruang rahasia lagi. "Pak Ghara menitipkan kotak ini kepada, Saya!" ucap Nathe Rose. Jantung Mistha seketika berdesir hebat, mendengar kata Ghara yang disebut Nathe Rose barusan. Siapa Nathe Rose ini sebenarnya? Batin Mistha. Kenapa Dia kenal Ghara? "Dalam kotak ini, terdapat berkas kasus yang berat. Anda harus memiliki team dan kuasa hukum yang kuat, komunitas Call Me bisa saja membantu, Anda. Namun
"Saya permisi!" ucap Mistha akhirnya. "Pikirkan baik-baik tawaran Saya, Bu Mistha!" balas Matheo membuat langkah Mistha sesaat terjeda. Kemudian Mistha melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan kembali Matheo, tukang kebersihan dan tahanan 815 yang saat ini tengah mengharapkan keputusan Mistha. Mistha menarik napas dalam begitu tiba di dalam mobil Kirana dan Farhan. Mereka curiga, sesuatu tengah terjadi kepadanya. "Ada apa, Dek?" tanya Kirana dari balik kursi sebelah Farhan. "Kapan, Kita bisa bertemu Ghara Kak?" Mistha tak menjawab pertanyaan Kirana, justru mengalihkan pembicaraan tentang gelagat Mistha yang seperti sedang panik memikirkan sesuatu, saat Matheo mengetahui hal yang pernah Mistha lakukan terhadap Lukas. Tentu Mistha tak akan berpikir dua kali untuk kembali ke lapas itu, meskipun hanya sekedar berjumpa dengan tahanan 815 atau tukang kebersihan. Pikiran Mistha kacau! Kenapa Matheo tahu perihal berkas yang telah lama disimpan Ghara? Siapa yang berani membocorkan ini s