Mistha gemetar! Masih memegang erat tongkat golf itu dengan kedua telapak tangannya. Tak lama kemudian ia mendengar seseorang memanggil namanya. Suara lantang itu membuat Mistha yakin bahwa kawanan yang menyeruak masuk ke dalam rumah Ghara malam ini adalah para anak buah Vall Ankala yang akan melukai dirinya. Bajingan! Mistha mengeratkan kembali genggaman tongkat golf sembari berdecak geram, memukulkan beberapa kali tongkat golf itu tepat di wajah seorang pria yang baru saja melintasi bilik antara kedua ruangan. Di sekat perbatasan tempat Mistha bersembunyi, seorang pria terkejut akibat pukulan yang tiba-tiba mendarat mengenai wajahnya. "Mistha!" teriak seorang wanita. "Apa yang Kamu lakukan?" imbuhnya sembari mendekati seorang yang tengah Mistha pukul kepalanya beberapa kali hingga darah segar mengucur dari keningnya. "Bu, kenapa Anda di sini?" ucap Mistha tersentak saat mengetahui tahanan 815 berada di rumah Ghara. "Kamu pikir siapa yang datang?" tanya tahanan 815. "Maaf," uc
"Silakan masuk!" ucap tahanan 815 mempersilakan Mistha kembali masuk ke dalam ruangan Lugitha. "Terima kasih," balasnya sembari mengangguk kecil. Dalam ruangan mewah yang penuh dengan ornament-ornament Versatile itu Mistha nampak pesimis. Dari tatapan awal, Mistha sudah mengira bahwa Lugitha akan menolak mentah-mentah tawarannya, mengingat bagaimana keras kepalanya wanita ini. Tentu membuat kesepakatan semacam ini, tidak akan mudah. "Apa rencana yang ingin Anda lakukan?" tanya Lugitha memecah hening yang sesaat tercipta. Mendengar pertanyaan itu, mulut Mistha seolah tercekat. Semua kata-kata yang sudah diracik untuk merayu Lugitha tiba-tiba tertahan di tenggorokan. "Ambilkan minum," ucap Lugitha kepada tahanan 815, begitu melihat Mistha seperti kehabisan tenaga untuk berbicara. "Baik, Bu!" "Tidak perlu!" sahut Mistha. "Begini, Bu Lugitha-" Mistha mulai membuka suara, menjelaskan semua rencana untuk menyusup ke dalam markas Vall Ankala. Sementara Lugitha mulai antusias menden
"Lepaskan Aku. Bajingan Kalian semua!" Mistha memberontak. Dorongan paksa dari pria berseragam hitam itu nyaris membuat Mistha terjungkal. "Diam!" bentak seorang pria yang tengah mengikat pergerakannya. Sementara Mistha masih tak mengerti apa maksud mereka. Kenapa mereka semua membawa Mistha ke sebuah tempat asing? Dimana dirinya sekarang? Mistha bertanya penuh heran. Mereka semua membawa Mistha masuk ke dalam sebuah lift panjang sekitar dua puluh meter persegi. Lift itu bergerak mundur, melesat cepat seperti kereta bawah tanah. Kami sudah sampai di lokasi, Bu! Siap, laksanakan, Bu! Mistha mendengar pria di belakangnya sedang berbincang melalui telephone. Siapa wanita yang memerintahkan mereka? Keparat! Jika sampai Nathe berkhianat, jangan pikir Mistha tinggal diam. Lalu apa motif mereka memperdaya Lugitha serta semua orang yang telah membantu, jika Nathe Rose melakukan ini! Bajingan. Mistha benar-benar harus mencari tahu, siapa wanita itu. Sampai di sebuah ruangan kecil, Mist
Kenapa Mereka bisa sampai lolos? Ha! Bentak Nathe Rose melalui telephonennya. Kami minta maaf Bu! Dua penjaga lengah, mereka semua terluka parah. Wanita itu sungguh bahaya! Cari mereka sampai ketemu! Baik, Bu! Mistha melihat Nathe Rose berbincang di depan pintu masuk Terra Bios, namun ia tidak ingin terang-terangan menunjukkan dirinya di depan Nathe Rose malam ini. Jika Nathe Rose bermain licik, tentu Mistha harus lebih cerdik. Beberapa saat setelah Nathe Rose masuk ke dalam mobil dan keluar dari area Terra Bios, Mistha dan Yava mulai melaksanakan aksinya. Mistha berjalan mantap menuju pintu masuk, namun langkahnya dijegal oleh beberapa pria berseragam hitam. "Maaf, ada yang bisa Saya bantu?" Mistha diam. Dari balik kacamata hitamnya ia melihat Yava mulai muncul, sembari membawa balok kayu. "Maaf, ada yang bisa Saya bantu?" ulangnya sembari sedikit mencondongkan badan ke arah Mistha. Kemudian Yava muncul
"Sepertinya ada kesalah pahaman diantara Kami, Bu!" ucap Mistha. Lugitha mendecih, merasa bahwa Mistha dan Melani telah mempermainkan dirinya. "Melani!" ucap Lugitha penuh penekanan. "Beri Kami waktu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," balas Melani memelas. Sayangnya Lugitha tak lagi melunak melihat dua pengkhianat yang ada di depannya saat ini. Rasanya ia ingin segera menghabisi dua wanita yang seolah tak tahu dosa-pun tak tahu diuntung! Menurutnya. "Apa Kalian pikir Aku bodoh? Ha!" bentak Lugitha. Lugitha mengarahkan senapan itu bergantian, ke arah Mistha - ke arah Melani. "Persetan dengan permainan Kalian, mengerti!" bentaknya lagi. "Matheo telah mengkhianati Kami!" ucap Mistha akhirnya. Mendengar nama Matheo terucap dari bibir Mistha, seketika Lugitha melemah. Ia tiba-tiba seperti tak punya kekuatan untuk menarik senapan yang kini sudah berada di tangannya itu. Ia tercengang tak percaya! "Matheo?" desisnya. "Izinkan Kami menjelaskan apa yang telah terjadi,"
"Apa yang terjadi, Bu?" Mistha memanggil-manggil Melani, namun tetap tak ada jawaban dari saluran komunikasi mereka semua yang sudah terputus.Sementara keadaan semakin menegangkan, ketika terjadi sebuah ledakan keras dari dalam markas itu.Mistha melihat semua orang yang berada di sekitar markas itu, terpelanting keras akibat semburan api besar yang disebabkan oleh ledakan yang entah berasal dari mana. "Yava, Bu Melani..."Mistha berlari kencang ke arah markas yang sudah terlalap api, meninggalkan Lugitha sendirian di dekat mobil. Ia berusaha mencari keberadaan Yava, Melani dan pria tukang kebersihan, namun sepertinya mereka sudah mati terbakar api yang berasal dari dalam markas itu.Persetan! Ucap Mistha ketika melihat segerombolan team Vall Ankala dan Matheo berhasil kabur dari area markas yang sudah terlahap api.Sialnya kini Mistha yang terjebak di dalam markas itu, karena ternyata Yava, Melani, tukang kebersihan serta semua orang yang tengah di sekap di dalam markas itu berhasi
"Sebentar!" Yava berusaha mengingat seorang pria yang ditemui sebelum berangkat ke markas. "Apakah ada pria paruh baya yang ikut masuk ke dalam mobil Kita kemarin, Ghar?" imbuh Yava meyakinkan. Ghara berusaha mengingat, namun yang ada diingatannya hanya ada empat wanita dan dua pria. Termasuk dirinya dan Yava, lalu Ghara menggeleng begitu Ghara yakin bahwa tidak ada orang lain, selain mereka berlima. "Bu Melani, siapa nama pria yang ikut masuk ke dalam markas bersama Kita kemarin?" tanya Yava begitu Ghara dan Yava menemui mereka di ruang perawatan Lugitha. "Pak Matius," jawab Melani. "Dimana Matius?" tanya Lugitha ketika mendengar nama Matius terucap dari bibir Melani. "Papa? Papa dimana?" sahut Laurent. "Apakah Pak Matius menggunakan Flat Cap?" ulang Ghara mencoba mengingat pria yang meledakkan diri setelah Yava berhasil membuka pintu ruang penyekapan, karena Ghara tidak begitu bisa mengidentifikasi wajah Matius yang sebenarnya pernah Ghara temui. "Benar! Dimana Papa?" jawab L
"Pergi dari sini, Bajingan!" umpat Mistha membabi-buta."Mistha," ucap Ghara memelas.Namun Mistha seperti sedang kerasukan iblis yang benar-benar membenci kehadirannya. Tatapan tajamnya, benar-benar menusuk hati Ghara, menghancurkan rasa rindu yang mengharu biru."Keluar, atau kubunuh Kau!" ancamnya.Begitu mendengar gaduh kembali tercipta di ruang perawatan, akhirnya seorang perawat menginterupsi Ghara supaya keluar dari ruangan itu dan segera menuju ke ruang Dokter jaga."Apa yang terjadi dengan Istri Saya, Dok?""Begini, Pak! Mohon maaf sebelumnya, Kami harus merujuk Istri Anda ke Rumah Sakit Jiwa untuk rehabilitasi, Kami mencurigai adanya gangguan psikologis. Namun, lebih jelasnya nanti bisa Bapak dapatkan informasi lengkap tentang riwayat penyakitnya di sana," jelas Dokter."Rumah Sakit Jiwa?" ulang Ghara tak percaya."Benar, Pak!""Apa penyebabnya, Dok?""Maaf, Pak! Saya tidak bisa menyebutkan penyebab past