LOGINSuasana langsung beku.Angin malam bahkan seperti berhenti.Meilin menatapnya, mulutnya sedikit terbuka. “A… apa, Kapten?”“Aku tahu ini mungkin tak pantas,” lanjutnya cepat, “tapi perasaan ini jujur. Aku akan menunggumu, berapa pun lamanya, asal—”“Tunggu!” potong Meilin buru-buru, matanya membesar. “Kapten, sebelum bicara sejauh itu… saya harus jujur dulu.”Kapten Jiang tampak heran. “Jujur?”Meilin menelan ludah. “Menurut aturan kerajaan, pelayan istana tidak boleh menjalin hubungan dengan lawan jenis sebelum cukup umur.”Kapten Jiang mengernyit pelan. “Cukup umur? Maksudmu… berapa?”“Umur delapan belas,” jawab Meilin dengan tenang.“Lalu…” Kapten Jiang menatapnya curiga. “Sekarang umurmu…?”Meilin menunduk sedikit. “Lima belas tahun," ujarnya pelan.Satu detik.Dua detik.Tiga detik.“…APA?!”Teriakan spontan Kapten Jiang menggema ke seluruh taman. Burung-burung di pepohonan langsung beterbangan.Zhenrui di balik pilar hampir kehilangan keseimbangannya menahan tawa.“L-lima belas?
Malam menurunkan tirainya perlahan di istana Yan. Cahaya lembut dari lentera tergantung di balkon paviliun timur, berayun pelan dihembus angin. Aroma madu masih samar di udara, bercampur dengan wangi melati yang khas dari taman herbal.Di dalam kamar utama, Anli tengah bersandar di kepala ranjang, mengenakan gaun tidur lembut berwarna putih gading. Rambut hitamnya dibiarkan terurai, sebagian jatuh di bahu. Di hadapannya, Yuze duduk santai, sudah melepas jasnya, hanya mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung sampai siku.Suasana hening, hanya terdengar detak jam di dinding dan suara jangkrik di luar jendela.Anli menunduk sedikit, tangan kanannya perlahan menyentuh perutnya yang membulat, sementara tangan kirinya terulur, meraba wajah Yuze dengan lembut.Ia mulai dari dagunya, lalu naik ke pipi, berhenti di hidung sebelum akhirnya sampai ke dahi.Yuze tidak bergerak, hanya menatapnya dengan senyum kecil yang tulus. “Apa yang sedang kamu lakukan?” tanyanya pelan.Anli tersenyum s
Sekitar dua puluh menit kemudian, langkah cepat terdengar dari koridor.Yuze baru pulang dari rapat, masih mengenakan jasnya, rambut sedikit acak. Ia belum sempat membuka kancing atas kemejanya saat Meilin muncul dari dapur dengan tepung di pipi.“Tuan Qin!”Yuze menegang. “Ada apa? Anli kenapa?”“Tidak apa-apa, tapi—” Meilin menarik napas cepat. “Bayi Anda sedang ngidam kue madu, sekarang.”“… Kue madu?” Wajah Yuze antara lega dan ingin tertawa. “Kalian tidak punya di dapur?”“Sudah dibikin! Tapi katanya… rasanya tidak cukup manis!”Yuze menatap Meilin dua detik penuh. “Tidak cukup manis?”“Benar, Tuan Qin. Bayi kerajaan ini punya standar tinggi,” desah Meilin putus asa.Tanpa banyak bicara, Yuze langsung balik badan. Setengah jam kemudian ia datang kembali, membawa kotak kue madu berlapis karamel dari toko paling mahal di Yancheng.Begitu masuk paviliun, ia langsung disambut tatapan penuh harap dari Anli yang duduk tenang di kursinya, meski jelas-jelas sedang menahan senyum.“Apakah
Zhenrui memutar tubuh sedikit, menatap ke luar jendela, nada suaranya datar tapi tetap terdengar seperti menggoda.“Kalau begitu, aku tak akan mengganggu lagi. Silakan lanjut… berkomunikasi dengan calon pewaris kerajaan.”Nada terakhirnya jelas-jelas penuh sindiran lembut.Yuze hampir batuk darah saking malunya.“Sa-saya tidak… itu bukan—”Tapi Zhenrui sudah melangkah keluar dengan tenang.Dan seperti menyadari bahwa situasi sudah cukup membuatnya ingin menguap ke dasar bumi, Yuze cepat-cepat mengambil jaketnya dan berdiri.“Anli, aku harus pergi. Ada rapat di kantor pusat Qin Holdings pagi ini. Aku sudah terlambat.”Anli menoleh ke arah suaranya, alisnya sedikit terangkat. “Begitu cepat?”“Ya,” jawab Yuze sambil menunduk, sedikit gelisah. “Tapi aku akan kembali sore nanti.”Namun, ketika ia berbalik hendak pergi, suara pelan jelas keluar dari bibir Anli.“Kalau begitu, katakan pada perusahaanmu… bayi ini tidak setuju.”Langkah Yuze berhenti.Ia menatap Anli, setengah bingung, setenga
Malam itu, istana tampak tenang. Angin membawa aroma melati dari taman herbal, dan lentera di paviliun timur berayun lembut diterpa angin.Yuze melangkah cepat menyusuri koridor panjang, wajahnya sedikit panik. Ia datang dengan pakaian kasual, rambut sedikit berantakan, jelas berlari dari rumah.Begitu tiba di depan pintu paviliun, pelayan membungkuk memberi salam.“Putri sudah menunggu, Tuan Muda.”Yuze menelan ludah, menegakkan punggungnya, dan masuk dengan langkah hati-hati.Di dalam, Anli sedang duduk di kursi panjang dekat jendela, mengenakan jubah lembut warna biru muda. Rambutnya digelung setengah, wajahnya tampak cantik dalam cahaya lentera, tapi juga… agak cemberut.“Selamat malam,” sapa Yuze lembut, tapi suaranya mengandung tanda tanya. “Apakah… ada sesuatu yang terjadi?”Anli menoleh sedikit ke arah suara itu, bibirnya membentuk senyum kecil, tapi entah kenapa senyum itu lebih seperti menahan sesuatu.“Tidak ada yang serius,” jawabnya tenang. “Hanya saja… ada seseorang yang
Keesokan harinya, latihan pagi di taman belakang berjalan seperti biasa. Kapten Jiang baru saja membantu Meilin menyesuaikan posisi kuda-kuda ketika suara berat yang sangat dikenalnya terdengar dari arah belakang.“Cukup sampai di situ, Kapten Jiang.”Jiang langsung menegakkan tubuh, kaget. “Yang Mulia Raja Muda!”Meilin pun ikut terlonjak, hampir menjatuhkan tongkat kayu di tangannya.Zhenrui berdiri di ujung lintasan latihan, mengenakan pakaian kasual hitam dengan sabuk kulit sederhana. Tapi bahkan tanpa jubah kerajaan pun, auranya tetap menekan.Tatapannya tenang, tapi matanya menyapu mereka seperti menilai seluruh medan pertempuran.“Mulai hari ini, biar aku yang mengajar,” katanya datar.Meilin menatapnya dengan mulut terbuka sedikit. “Y-Yang Mulia sendiri?”Jiang tampak ragu. “Apakah… saya melakukan kesalahan dalam pelatihan, Yang Mulia?”Zhenrui menatapnya sekilas. “Tidak. Tapi aku punya cara sendiri.” Nada itu tak bisa dibantah. Jiang hanya bisa menunduk hormat dan mundur bebe







