Pagi itu, udara di rumah Qin terasa berat. Di ruang makan besar, aroma teh melati bercampur dengan bisik-bisik pelayan. Semua tampak sibuk, tapi tatapan mereka sesekali melirik kursi kosong di samping Madam Qin, kursi yang kini diperuntukkan bagi Anli.“Dia gadis buta, tapi Madam memperlakukannya seperti putri sendiri,” bisik seorang pelayan dengan nada iri.“Kalau terus begini, kita bisa tersingkir,” sahut yang lain.Cuihua, pelayan muda yang licik, menyeringai tipis. ‘Kalau Madam begitu menyukainya, aku hanya perlu menunjukkan kelemahannya. Setelah itu, Madam akan sadar kalau si buta ini tak pantas tinggal di rumah besar ini.’Tak lama, Anli masuk dengan langkah ringan. Gaun sederhana warna biru pucat membalut tubuhnya, rambut hitamnya digelung rapi. Meski matanya kosong, gerakannya tidak canggung. Ia menunduk hormat pada Madam Qin.“Selamat pagi, Nenek.”Madam Qin tersenyum, menepuk kursi di sampingnya. “Duduklah, Anli. Sarapanlah bersamaku.”Ucapan itu membuat udara di ruang makan
Terakhir Diperbarui : 2025-08-22 Baca selengkapnya