LOGINAnli menghela napas pelan, lalu mengangkat satu tangannya dari dada Yuze, gerakannya tenang, sama sekali tidak ada keraguan. “Aku bukan orang yang bertindak tanpa berpikir, Kakak,” ucapnya lembut. Setiap kata terdengar seperti sudah ditimbang matang. “Dan aku juga tidak terbiasa menyelamatkan seseorang hanya karena rasa kasihan.”Zhenrui menatapnya lebih tajam.Anli melanjutkan, suaranya tetap halus, hampir seperti sedang menceritakan sesuatu yang sederhana."Aku mendapat sumpah setia Yifan.”Ruangan itu kembali membeku.Zhenrui terdiam sejenak."Sumpah setia?” ulangnya perlahan, jelas terkejut. “Kepadamu?”Anli menggeleng kecil. “Bukan kepadaku.”Ia mengangkat wajahnya, arah pandangnya lurus ke arah Zhenrui, seolah memastikan setiap kata sampai dengan jelas.“Kepada Yancheng.”Agen Bai Ling refleks mendongak. Jantungnya berdetak lebih cepat.Anli tersenyum tipis, senyum yang tenang namun mengandung ketegasan baja.“Dia bilang,” lanjutnya, “mulai hari ini, Yancheng adalah satu-satuny
Meilin membeku di ambang pintu.Seluruh tubuhnya seolah kehilangan fungsi. Napasnya tertahan di tenggorokan, jari-jarinya gemetar mencengkeram tas pakaian sampai ujungnya tertekuk.“……”Tidak ada suara yang keluar.Di hadapannya, pemandangan itu terlalu intim untuk diproses oleh otaknya yang polos.Anli terbaring di sofa, Yuze condong di atasnya, keduanya begitu dekat, tenggelam satu sama lain sampai dunia luar seolah tidak ada. Bukan adegan kasar, bukan pula sesuatu yang tak pantas. Justru karena kelembutan dan keterhubungan itu, Meilin merasa seperti penyusup ke dalam sesuatu yang sangat pribadi.Wajahnya memerah hebat.Zhenrui yang berdiri tepat di belakangnya ikut berhenti.Untuk sepersekian detik… alis raja muda itu terangkat tipis.'Oh, begitu.'Satu gumaman itu saja sudah cukup merangkum segalanya.Sementara Agen Bai Ling di belakang mereka benar-benar berhenti bernapas selama dua detik penuh.“Astaga,” gumamnya nyaris tanpa suara, refleks menoleh ke arah dinding seolah itu leb
Hujan sudah berhenti ketika mereka tiba kembali di depan gedung Qin Holdings.Cahaya matahari tinggi mulai tampak memantulkan genangan air di trotoar, dan gedung megah itu tampak sedikit hangat dan berwibawa siang itu.Zhenrui masih menggenggam tangan Meilin ketika mereka masuk melewati pintu kaca. Meilin panik setengah mati, berkali-kali berusaha menarik tangannya, tapi setiap kali ia menarik sedikit, Zhenrui justru menggenggam lebih erat.“Yang Mulia… banyak orang lihat…” bisik Meilin putus asa.Zhenrui menatapnya sebentar. “Biar saja. Atau, kau mau ku gendong?”Meilin langsung membeku.Seluruh wajahnya memerah seketika—tidak hanya pipi, tapi sampai ke telinga, leher, bahkan mungkin ujung rambutnya ikut panas.“G-gendong???”Suaranya pecah di ujung, hampir seperti cicitan tikus kecil.Ia buru-buru menggeleng keras, rambutnya sampai berayun.“Tidak!! Tidak, Yang Mulia! Saya bisa jalan! Saya sangat bisa jalan!”Meilin menunduk dalam-dalam, nyaris menyembunyikan wajah ke dadanya sendir
Hujan mulai mereda ketika mereka tiba di butik elegan di sudut blok, butik yang biasanya dipakai keluarga pejabat dan kalangan atas. Lampu-lampunya hangat, interiornya wangi, dan pakaian digantung dengan rapi di rak-rak kaca.Meilin masuk lebih dulu, membungkuk sopan pada karyawan.“Saya mencari gaun lembut dan longgar untuk majikan saya. Warna… yang tenang dan lembut, tolong.”Karyawan butik yang menyambut adalah pria muda tampan berlesung pipi. Senyumnya sangat ramah.“Baik, Nona,” ujarnya dengan nada menggoda. “Pelayan sejelita Anda pasti tahu selera Nyonya Anda.”Meilin tersentak kecil. “Ah, tidak… saya cuma—”Pria itu mendekat sedikit, memperhalus nada suaranya. “Kalau Anda keberatan memilih sendiri… saya bisa bantu secara pribadi. Saya bisa—”KLEEKK!Pintu butik kembali terbuka.Suara langkah berat masuk dengan aura yang langsung menekan seluruh ruangan, karyawan lain otomatis menunduk. Raja Muda Zhenrui berdiri di sana.Tidak ada bekas hujan di bahunya. Tidak ada kesan tergesa.
Hujan rintik mulai turun ketika Zhenrui melangkah cepat di gang sempit belakang gudang tua itu. Bau besi dan tanah basah bercampur dengan sesuatu yang jauh lebih menusuk hidungnya. Bau darah.Zhenrui berhenti. Matanya menyipit saat ia jongkok, memeriksa bercak merah gelap yang mengalir memanjang di lantai beton. Bukan darah yang menetes… tapi darah yang terseret.“Ada yang menyeret tubuh di sini…” gumamnya pelan.Ia menyentuh bagian tepi noda darah dengan sarung tangan, lalu menarik napas dalam.Masih hangat...“Ini baru beberapa jam.” Ia bangkit, mengikuti jejak darah itu yang semakin tipis namun tetap jelas untuk mata terlatihnya.Jejak darah itu akhirnya berhenti, tepat di belakang gedung kaca raksasa yang megah menjulang ke langit kota Yancheng.QIN HOLDINGS.Zhenrui memandangi logo itu dengan mata menyipit, napasnya dingin.Angin menerpa jubah hitamnya, membuat ujungnya berkibar pelan.“Qin Holdings,” gumamnya.Jejak darah di ujung dinding belakang sudah mengering, seperti seseor
Sekretaris Liang tidak bisa menyembunyikan ketakutannya. Namun di balik raut pucat dan tubuh bergetar itu… ada sesuatu yang gelap berdenyut di matanya.Rasa iri yang membusuk. Sebuah dendam yang ia sembunyikan sejak lama.'Sialan...' Dalam hatinya ia mengumpat, tanpa memedulikan lagi fakta bahwa dirinya sedang berada setengah meter dari direktur yang hampir menjatuhkan karirnya barusan.'Apa bagusnya wanita buta itu?''Bagaimana bisa Direktur Qin yang dingin, tak tersentuh, dan perfeksionis, memanjakan seseorang seperti dia?'Aura gelapnya bertambah dalam.Terlihat jelas dari cara matanya meruncing memandang Anli.Jia Liang menelan ludah, menahan senyum sinis yang hampir naik ke bibirnya. Dulu, dia bukan siapa-siapa. Hanya wanita pinggir kota yang tidak dianggap.'Waktu Diretur Qin putus hubungan dengan Qianyi, aku pikir jalan sudah terbuka. Semua orang tahu Qianyi sempurna, cantik, cerdas, dan memiliki karir yang cemerlang. Tapi, Nyonya Anli ini… bagaimana bisa si beban buta ini diba







