Beranda / Fantasi / Istri Cacat sang Raja Arogan / Chapter 1 : Matchmaking?

Share

Chapter 1 : Matchmaking?

Penulis: Naynis
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-21 19:41:56

"Nona Earwen, anggota kerajaan sudah menunggu anda di ruang makan," ucap Rose pelayan pribadi Princess Earwen.

Pintu kamar sang Princess terbuka memperlihatkan sosok wanita cantik nan anggun itu keluar dari kamarnya. Princess Earwen tersenyum kecil kearah pelayan pribadinya.

Sesampainya di ruang makan kerajaan, ia mendudukkan tubuhnya di kursi. Ia tersenyum kearah King dan Queen. "Maafkan hamba yang mulia ayahanda karena datang terlambat," ujar Princess Earwen.

King Valiant tersenyum kecil dan mendentingkan sendoknya. Semua orang memakan hidangan yang tersedia dengan anggun dan tidak ada suara. Selesai makan biasanya akan ada jamuan kecil seperti mengobrol dengan meminum teh mint.

"Ehem!" dehem King Valiant.

Semua orang di meja makan mendadak diam dan memasang telinganya karena sang Raja akan berbicara.

"Princess Earwen, ayahanda akan menjodohkanmu dengan King Edmund," ucapnya dengan santai.

Mendadak semua orang berpaling ke arah Princess Earwen.

"Eem ayahanda, kenapa menjodohkannya dengan King Edmund?" tanya Princess Shireen–Princess kedua dari King dan Queen.

"Bukankah King Edmund memiliki sihir yang kuat, kenapa harus dia yang dipilihnya?" sambung Prince Philip.

Mulai terdengar bisik-bisik sengit antara anggota kerajaan, semuanya memojokkan Princess Earwen. King Valiant kembali berdehem. "Begini, King Edmund meminta gadis dari kerajaan kita. Kalian tahu bukan penduduk kerajaan Hillary beberapa ada yang tidak memiliki sihir seperti kerajaan Loyren yang semua penduduk nya memiliki sihir," terang King Valiant.

"Tapi ayahanda tahu bukan aku memutuskan untuk tidak menikah. Kenapa ayahanda menyetujui permintaan King Edmund?" tanya Princess Earwen.

"Tinggalkan saja profesimu yang tidak akan menikah. Sekarang usiamu sudah 22 tahun sudah cukup untuk menikah."

Princess Earwen hanya terdiam mendengar penuturan sang ayah. Dirinya sudah tahu keputusan mutlak dari sang ayah yang tidak bisa diganggu gugat. Berkutik pun tidak bisa.

King Valiant meninggalkan ruang makan di ikuti sang Queen dan lainnya, hanya tertinggal Princess Earwen dan Princess Shireen.

"Selamat untuk adikku yang akan segera tinggal di kerajaan neraka King Edmund. Ingat ayahanda itu terlibat dengan perjanjian konyol dengan King iblis itu yang membuat dirimu menjadi tumbalnya," ucap Shireen.

Earwen membulatkan matanya dan menoleh kearah Shireen meminta penjelasan. "Aku tidak sengaja mendengar perkataan Ayahanda dengan King iblis itu," lanjutnya dan pergi meninggalkan Earwen yang tengah merenung.

"Nona apakah anda baik-baik saja?" tanya Rose membuyarkan lamunan Earwen.

"Ah ya, Rose tolong buatkan coklat panas dan antar ke kamar."

***

Pernikahan King Edmund dan Princess Earwen menjadi topik hangat yang sedang digosipkan para kerajaan lain. Bukan rahasia lagi tentang Princess Earwen yang tidak memiliki sihir, di bangsa Esterlens ini King Edmund termasuk King yang sangat disegani. Namun, yang menjadi pertanyaan para kerajaan lain adalah kenapa harus Princess Earwen yang tidak bisa apa-apa itu menjadi Premaisurinya itu.

"Earwen. Segeralah berkemas karena King Edmund telah menunggumu di paviliun," ucap King Valiant.

Setelah kepergian King Valiant. Rose sang pelayan pribadinya membantunya mengemas barang-barang milik Earwen.

"Nona benar akan menikah dengan King Edmund? Apakah sudah dipikirkan dengan matang," tanya Rose dengan penuh kekhawatiran.

"Entahlah Rose, aku tidak bisa membatalkan ini semua ini. Ayahanda tidak mungkin mendengarkan penolakan dariku, menderitanya aku atau tidak biar nanti menjadi urasan ku." Rose menghela nafas berat. Ia tau betul karakter Princess Earwen yang begitu sulit untuk berkata 'tidak' walaupun itu akan membuat dirinya tersakiti.

"Semoga Nona selalu dilindungi."

Earwen tersenyum manis kearah rose, ia memeluk tubuh pelayan pribadinya yang setia berada disampingnya sejak kecil.

Tok...tok..tok

Earwen membuka pintu kamarnya dan menunjukkan barang bawaannya kearah pengawal. Ia merapikan dandanannya dan berjalan ke aula istanah. Anggota keluarganya sudah berkumpul di sana, dilihatnya sang ayah tengah berbincang dengan laki-laki berperawakan tinggi.

"Ehem!"

Deheman kecil Earwen sontak membuat ayahnya menoleh kearahnya. "Ah putriku Earwen kau sudah siap. Kemarilah," ucap sang ayah. Earwen berjalan kearah ayahnya. Tatapan mata King Edmund tak pernah lepas memandangi Princess Earwen.

Perpisahan singkat antara Earwen dan keluarganya. Namun tak ada yang terlihat kehilangan kecuali Pelayan pribadinya. Entah apa yang di janjikan sang ayah sehingga membuat Ibunya dan kedua saudara nya tampak biasa saja.

Sepanjang jalan menuju Hillary Earwen nampak diam dengan pikirannya sendiri. Ketika melawti perbatasan nampak beberapa tanaman tulip perak yang merambat disekitar jalanan. Keningnya berkerut, tanaman tulip perak adalah tanaman dongeng yang ditulis oleh salah satu leluhur Esterlens. Namun, sekarang tanaman ini sudah merambat di disekeliling kerajaan Hillary.

"Kau pasti bingung dengan tulip perak yang ada di kerajaan Hillary, tulip perak ini adalah tanaman kutukan dari Galadriel," ucap King Edmund dengan pandangan lurus ke depan.

Galadriel adalah pemimpin penyihir hitam, seluruh bangsa Esterlens tahu akan pemimpin penyihir hitam itu. Namun kehadirannya masih menjadi desas-desus.

Dulunya paranormal kerajaan Hillary meramalkan akan adanya pertarungan antara King Hillary dengan Galadriel. Namun, sang King tidak akan sendiri ia akan ditemani sang legenda. Ramalan tersebut sempat menjadi buah bibir semua penduduk Esterlens.

***

Tiba di gerbang istana Hillary. Earwen disambut oleh beberapa pelayan. Salah satu dari mereka membawa Earwen ke sebuah ruangan. Dilihatnya seorang wanita yang mungkin lebih muda darinya sedang duduk menyambutnya.

"Duduklah!" ucap perempuan tersebut, Earwen menurut dan duduk di kursi yang disediakan.

"Namaku Princess Daisy, aku adik King Edmund," ucapnya sambil menatap penampilan Earwen dari atas hingga bawah.

"Aku tidak menyangka Princess kerajaan Loyren tidak memiliki sihir." Earwen tersenyum kecil mendengar pernyataan adik King Edmund.

"Daisy!" Geram King Edmund, Earwen menoleh kebelakang melihat Edmund melangkah ke arahnya.

"Sebaiknya kau pergi istirahat, besok akan ada upacara pernikahan," ucapnya. Earwen mengangguk singkat dan pergi dengan diikuti satu pelayanan pribadi.

***

"Siapa namamu?" tanya Earwen kepada pelayan pribadinya yang sedang menata barang-barang nya.

"Briana Nona."

"Briana, kau tahu tentang Galadriel? Tadi sebelum kesini saya melihat tanaman tulip perak disekitar desa," tanya Earwen.

Briana mendadak pucat mendengar pertanyaan nonanya. Earwen menyadari perubahan wajah Briana. "Kalau kau tidak mau bercerita tidak apa-apa, mungkin lain kali," ujar Earwen sambil tersenyum kecil.

"Emm saya akan bercerita nona karena anda akan menjadi bagian dari kerajaan ini. Jadi anda berhak tau bukan begitu." Earwen tersenyum manis.

"Dahulunya King Frederick. Kakek King Edmund memiliki seorang Adik yaitu Francisco. Ayah mereka memutuskan untuk mengangkat Frederick menjadi seorang King selanjutnya. Francisco tidak terima akan keputusan ayahnya, sifatnya memang begitu iri, tamak dan haus kekuasaan seperti ibunya, Selir Jalina. Francisco berjanji akan berbuat cara apapun agar kerajaan Hillary menjadi miliknya, dia rela bergabung dengan aliran sesat yang membuat dirinya menjadi mempelajari sihir hitam. Setelah beberapa bulan Fransisco menghilang ia kembali dengan membawa amarah dan menyerang King Frederick. Pertarungan sengit itu dimenangkan oleh King Frederick. Namun, Francisco akan kembali menyerang Kerajaan ini. Hingga saat ini, Fransisco berubah menjadi Galadriel. Karena jiwa Fransisco yang berdarah Hillary itu sudah mati dan berganti menjadi jiwa Galadriel yang beraura hitam. Tulip perak adalah salah satu kutukan dari Galadriel untuk Hillary," jelas Briana.

"Memangnya tulip perak itu racun seperti apa," tanya Earwen.

"Jika seseorang menyentuh tanaman itu maka dirinya akan kehilangan kesadaran dan membuat penderita melakukan pembrontakan sampai saat ini tabib-tabib kerajaan masih mencari penangkalnya. 15% penduduk disini terkena tulip perak tersebut."

Earwen mengangguk mengerti. Kemudian ia menyuruh Briana meninggalkannya. Earwen memutuskan beristirahat sejenak banyak kejadian yang dilewatkan nya membuat kepalanya berdenyut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 63 : Revealed

    Suasana ruang pertemuan di istana Hillary terasa mencekam. Lampu-lampu kristal menerangi ruangan, tetapi hawa dingin yang menguar di dalamnya membuat siapa pun yang berada di sana merasa tak nyaman. Anne berdiri anggun di tengah ruangan, mengenakan gaun berwarna biru tua yang serasi dengan matanya. Rambut panjangnya disanggul rapi, bibirnya tersenyum lembut. Seakan-akan ia adalah wanita tanpa dosa, tak menyadari badai yang sedang menunggu untuk menerjangnya. Di hadapannya, Edmund duduk di singgasananya, ekspresinya sulit ditebak. Tangannya bertumpu di lengan kursi, sementara Jack berdiri di sampingnya dengan tatapan tajam. Anne tersenyum dan menyembah ringan. “Yang Mulia, aku senang akhirnya bisa berbicara langsung denganmu. Aku membawa kabar penting.” Edmund tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya, membiarkan keheningan menggantung di udara. Detik demi detik berlalu, dan senyum Anne mulai menegang. “Yang Mulia?” Anne mencoba memecah keheningan. Edmund akhirnya berbic

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 62 : Shadow of The Past

    Earwen menatap Carlo yang menuntun mereka ke tempat yang lebih aman. Pria bertudung hitam di pelukannya mulai kehilangan kesadaran, napasnya berat dan tubuhnya terasa dingin. Earwen menggigit bibir, merasa cemas. Jika pria ini mati sebelum ia mendapatkan informasi yang diinginkan, maka semua usahanya akan sia-sia. Setelah perjalanan singkat, mereka tiba di sebuah rumah kecil di bagian barat kota Hillary. Carlo melompat turun dari kudanya lebih dulu, lalu membuka pintu kayu yang berderit. “Bawa dia masuk,” perintahnya. Earwen mengangguk, lalu dengan susah payah ia menurunkan pria bertudung itu dan membawanya masuk ke dalam. Rumah itu kecil dan tidak mewah, hanya ada satu tempat tidur sederhana dengan beberapa perabotan seadanya. “Taruh dia di sini,” kata Carlo sambil menepuk kasur tua itu. Earwen menurunkan pria itu perlahan, lalu menyingkap tudungnya. Saat wajahnya terlihat jelas di bawah cahaya redup, mata Earwen membelalak. “Tidak mungkin…” bisiknya, suaranya tercekat. Pria

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 61: Hesitant

    Setelah menempuh perjalanan yang lumayan memakan waktu, Earwen dan Carlo akhirnya sampai di pusat kota Hillary. Salju sudah mulai turun di Hillary, orang-orang berseliweran menggunakan pakaian musim dingin. Earwen menengadahkan tangannya menangkap salju yang turun. Netranya menelisik salju yang tengah berada di telapak tangannya. "Hei, ayo lanjutkan perjalanan ke tempat Gert."Ucapan Carlo membuyarkan Earwen. Ia menolehkan kepalanya ke samping. "Kau duluan saja, aku akan kembali lagi setelah senja." Carlo mendelik tidak suka. "Kau gila?! Kau bahkan belum tahu di mana letak tempat itu." "Kalau begitu aku akan menunggumu di sini nantinya, bye Mr. Pirang." Earwen memacu kudanya ke arah kanan, meninggalkan Carlo yang setengah mendidih. Tujuannya adalah pergi ke taman Yolain. Berharap menemukan Briana di sana. Setibanya di taman Yolain, Earwen membuka tudung kepalanya membebaskan rambutnya yang terkuncir layaknya ekor kuda itu. Earwen tidak yakin orang-orang akan mengenalinya yang dulu

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 60: Hidden Traitor

    Bunyi Sepatu yang beradu dengan dinginnya lantai terdengar nyaring. "Kau datang, eh." Suara bariton milik pria yang sudah berumur itu menggelegar di setiap sudut. "Datang untuk menyerahkan ini," sahutnya dan melemparkannya ke arah pria tua itu. "Crystal Balls, dari mana kau mendapatkannya Sean Osbert?" "Anda tak perlu tahu, ayahanda. Kudengar benda itu terbuat dengan darah unicorn," tanya Sean dan mendudukkan tubuhnya pada sofa. "Benar sekali, son. Crystal Balls akan membantu menyempurnakan ramuanku." Galadriel menyeringai lebar melihat Crystal Balls yang berada di genggamannya, ah ia sudah tidak sabar untuk mengolahnya menjadi hal 'hebat'."Kau sudah banyak membantuku, son." Galadriel membuka lemari yang tak jauh dari dirinya berdiri. Ia mengambil sebuah pedang dan menyerahkannya kepada sang anak. "Untukmu," sambung Galadriel. Sean menerima pedang tersebut. "Téggewira? Anda serius menghadiahkan pedang Téggewira?" tanyanya memastikan. Pasalnya Téggewira bukanlah pedang biasa. Pe

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 59: Deville Morte

    Earwen mengeliat dalam tidurnya, ia benar-benar tidur nyenyak dan melupakan segala beban pikirannya, setelah tadi malam ia berpesta dengan para Gert. Pria-pria bertubuh kekar itu mulai menerima kenyataan bahwa sosok legenda seorang 'wanita'. Pintu di ketuk dari luar, dan tak lama kemudian pintu tersebut terbuka dan menampakkan sosok Steve. "Kau sudah bangun? Aku membawakan beberapa potong gaun untukmu, mandilah dan keluar dari kamarmu Earwen," ucap Steve dan meninggalkan beberapa potong pakaian untuk Earwen di atar ranjang wanita itu. "Baiklah, kau bisa keluar." Earwen turun dari ranjang dan berjalan ke arah Steve yang juga berjalan keluar dari kamar Earwen. Setelah kepergian Steve, Earwen mengunci pintu kamarnya dari dalam. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Earwen menanggalkan pakaiannya dan menenggelamkannya ke dalam bathtub yang sudah terisi air, entah siapa yang mengisinya. Aroma wewangian menguar menciptakan sensasi tentram pada otak Earwen.Dirasa sudah cukup, Earwen m

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 58: Leaving Heartache

    "Apakah anda sang legenda itu?" tanya laki-laki yang menyerukan kata 'Capo' tadi. Earwen mengigit bibirnya was-was, bagaimana dia mengetahui tentang identitas aslinya? Ia kemudian melirik ke arah Steve yang masih saja bercengkerama dengan singa putih itu. Sialan! Bagaimana ia menjawab pertanyaan lelaki di depannya ini. "Carlo ini Earwen, dan Earwen ini Carlo," ucap Steve dan berjalan mendekati keduanya. "Earwen ikut aku," sambung Steve. Earwen mengikuti langkah Steve kedalam ruangan yang tak jauh dari ia berdiri tadi. Setelah keduanya masuk ke dalam satu ruangan, Steve menutup pintu tersebut. Ia kemudian duduk di atas kursinya. Earwen juga ikut duduk di kursi yang ada di depan meja yang ia pastikan bahwa ruangan ini adalah tempat kerja. "Sebenarnya tempat apa ini?" tanya Earwen to the point. Jujur saja, siapa yang tidak bingung kala di tempatkan di sebuah tempat asing tetapi di dalamnya orang-orangnya mengetahui tentang dirinya."Ini adalah markas, Earwen, markas Deville Morte. D

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status