"Apa ini?"
Sophia Eleanor mengerutkan keningnya ketika dia menerima satu map yang baru saja diberikan oleh Shaka Adijaya. Pernikahannya baru saja selesai dua jam yang lalu, dan wanita itu baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Tubuhnya yang begitu lengket membuat Sophia tidak nyaman. Belum lagi gaun yang dikenakan juga begitu berat, sehingga beberapa kali Sophia mengalami kesulitan untuk bergerak."Baca aja sendiri!!" cetus Shaka.Sophia langsung diam, tangannya dengan pelan membuka map hijau itu dengan pelan. Lalu, membaca satu persatu kata yang tertulis. Dimana Shaka menuliskan banyak hal tentang pernikahan mereka yang tidak diinginkan satu sama lain.Ya, Shaka dan juga Sophia sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Hanya saja karena ayah Sophia yang tidak bisa menerima kejadian itu, membuat Shaka berjanji untuk menikahi Sophia ketika mereka dewasa nanti. Sophia juga tidak ingin mengingat siapapun, dia tidak mengenal Shaka bahkan tidak menikah dengan Shaka pun tidak akan membuat hidupnya menderita. Meskipun keadaan Sophia membuat beberapa pria jijik melihatnya, kakinya pincang bahkan berjalan pun Sophia sedikit menyeret kaki kirinya."Banyak sekali aturannya." komentar Sophia.Shaka menatap Shopia sejenak, "Kenapa? Tidak bisa menerima?"Jika dilihat ini hanya menguntungkan Shaka saja. Disana tertulis Sophia tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi Shaka. Pria itu juga sudah memiliki kekasih yang dia cintai, yang dimana Shaka dan juga kekasihnya akan segera menikah. Dan Sophia harus memberi izin sebagai istri pertama, Sophia juga tidak boleh tidur dalam satu ruangan dengan Shaka meskipun mereka adalah suami istri. Ingat pernikahan ini tidak ada yang menginginkannya, mereka menikah juga karena ayah Sophia yang menuntut dan membuat Shaka berjanji untuk menikahi wanita cacat.Perlu diingat, Sophia cacat fisik juga karena Shaka. Waktu itu Shaka berusia delapan belas tahun, Shaka meminta salah satu sopir papanya untuk mengajari mengendarai mobil. Hampir setiap teman Shaka sudah bisa mengendarai mobil, dan pergi ke sekolah pun juga sudah ada yang membawa mobil. Sedangkan Shaka kemanapun dia masih menggunakan sopir. Itu sebabnya, setelah pulang sekolah Shaka memiliki sopir ayahnya untuk mengajari mengendarai mobil. Naasnya, mobil yang Shaka kendarai malah menabrak Sophia, yang waktu itu sedang mengantar bunga untuk pelanggannya. Shaka tampak panik, mau melarikan diri pun juga rugi karena kecelakaan itu tak jauh dari kios bunga milik keluarga Sophia.Ayah Sophia yang mengetahui lebih dulu, apalagi ketika melihat putrinya yang tak sadarkan diri. Ada beberapa luka di tubuh Sophia, hingga di bawah ke rumah sakit pun dokter memberitahu jika kaki Sophia mengalami cacat fisik. Dan sekarang Shaka bilang tidak terima? Bukannya tidak terima dengan apa yang Shaka berikan, bahkan Sophia juga tidak begitu peduli, sehingga apa yang terjadi kedepannya Sophia tidak mau tahu apapun."Aku terima!!" Sophia mengembalikan map itu pada Shaka, untuk menyimpan dokumen itu dengan baik. Dia tidak akan lupa dengan apa yang Shaka tulis. Hanya saja, Sophia juga memiliki permintaan satu hal untuk Shaka, "Aku tidak peduli apapun tentang kamu, dan tolong jangan libatkan aku dalam masalah kamu. Ingat satu hal, jangan pernah saling jatuh cinta. Kamu lupa menulis itu di perjanjian kita."Shaka langsung diam, memangnya siapa juga yang mau jatuh cinta dengan wanita cacat seperti Sophia? Jika bukan karena ayah wanita itu, yang ada di kamarnya saat ini bukanlah Sophia wanita cacat yang beberapa jam lalu menjadi istrinya. Tapi wanita yang sangat Shaka cintai sampai saat ini.Untuk malam ini Shaka membiarkan Sophia tidur satu ruangan dengannya. Melempar bantal dan juga selimut, Shaka meminta Sophia untuk tidur di sofa. Keesokan harinya mereka akan pindah dari rumah ini, Shaka tidak suka tinggal dengan ayahnya yang sangat cerewet. Apapun yang Shaka lakukan akan selalu salah dimata ayahnya, yang benar hanyalah wanita cacat yang saat ini tengah memejamkan matanya tidur di sofa.Shaka akui ayahnya juga terlibat dalam hal ini. Tanpa merundingkan semuanya ayah Shaka menyetujui perjanjian konyol yang ayah Sophia berikan. Bahkan selama masa hukuman Shaka tidak bisa keluar kota atau mungkin keluar negeri. Ayahnya takut jika Shaka akan mundur dari tanggung jawabnya. Kata ayah, menjadi seorang laki-laki harus memiliki tanggung jawab yang tinggi. Tapi kan masalahnya bukan tanggung jawab seperti ini, hidup Shaka benar-benar hancur banyak karena Sophia. Untung saja pernikahan ini tidak ada satu orang pun yang tahu kecuali keluarga besar Shaka dan juga Sophia. Dan sekarang pria itu benar-benar menyandang status suami di usianya yang baru saja dua puluh delapan tahun. Sedangkan Shaka berniat jika dia ingin menikah jika usianya sudah kepala tiga, tapi karena wanita itu semuanya hancur dalam hitungan menit.Membaringkan badannya, Shaka pun memutuskan untuk tidur. Jika terus menerus memikirkan wanita cacat itu tidak akan ada habisnya. Dan Shaka akan kesal dengan sendirinya. Setidaknya dengan tidur, Shaka bisa sejenak melupakan apa yang terjadi dengan hidupnya.***Bangun terlalu lagi, Sophia pun melihat Shaka yang masih terlelap dalam tidurnya. Wanita itu segera membersihkan diri sebelum dia turun ke bawah, untuk menyambut keluarga barunya. Sophia juga harus pergi ke toko bunga yang dinaungi sejak kecil hingga sekarang. Jangan hanya karena sudah menikah, Sophia melupakan siapa dirinya selama ini. Dia juga tidak boleh terlambat untuk membuka toko bunganya, yang ada semua pelanggannya akan kabur setelah tahu jika Sophia tutup.Membutuhkan waktu dua puluh menit, akhirnya Sophia pun bisa menyelesaikan mandinya dengan cepat. Dia mengenakan dress biru muda yang sangat cocok dengan kulitnya yang bersih. Menuruni anak tangga dengan pelan, sesekali Sophia pun merapikan penampilannya. Dia hanya menggunakan baju seadanya, karena Sophia tidak membawa banyak baju untuk tinggal dengan suaminya.Sesampainya di bawah, Sophia melihat banyak sekali orang yang mulai menyapa dirinya. Begitu juga dengan ayah mertuanya yang langsung tersenyum lebar ketika melihat Sophia."Selamat pagi." sapa Sophia sopan."Selamat pagi juga, Phia. Apa tidurmu nyenyak?" kekeh Petra.Sophia ikut terkekeh mendengar hal itu, dia pun memberitahu Petra jika tidurnya cukup nyenyak malam ini, sampai-sampai Sophia tidak ingin meninggalkan tempat tidurnya karena kecapekan. Hanya saja Sophia memiliki tanggung jawab dengan kios miliknya, apalagi nanti ada beberapa pelanggan yang datang ke kios bunganya."Jelas lah nyenyak, kasurnya empuk beda dengan kasur miliknya yang terbuat dari kapas. Selain bikin tidak nyaman, kasur kapas juga bikin sakit pinggang." cibir Mia. Ibu mertuanya.Sophia hanya menundukkan kepalanya pelan, di rumahnya tidak ada tempat tidur yang terbuat dari kapas. Meskipun miskin, Sophia masih bisa tidur di kasur spong. Meskipun tidak mahal atau tidak mewah, nyatanya juga bisa membuat Sophia bersahabat dengan tempat tidurnya. Sophia memang suka tidur, dia bisa tidur satu hari dan bangun esok pagi. Tapi perubahan itu mungkin berangsur-angsur akan menghilang, setelah Sophia menikah dia pasti sibuk mengurus dirinya dan juga suaminya. Itu pun jika Shaka mau diurus, jika tidak sudah dipastikan hidup Sophia akan bahagia lahir batin.Petra meminta Sophia untuk duduk dan ikut sarapan dengan mereka. Meskipun Mia menunjukkan wajah tidak sukanya, tapi sebagai menghargai Petra, Sophia pun duduk di depan Mia."Kita tunggu Shaka dulu, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pagi ini." ucap Petra yang mulai serius."Tentang apalagi! Ini pernikahan juga sudah terjadi kan sesuai dengan apa yang kamu inginkan. Terus sekarang mau apalagi coba!" cetus Mia.Petra tidak menjawab, matanya terus menatap ke arah tangga dan berharap Shaka turun dengan cepat. Sekitar lima belas menit, akhirnya Shaka pun turun dengan kondisi yang sudah rapi dan wangi. Tentu, hal itu membuat Sophia mencium dirinya sendiri yang tidak menimbulkan aroma wangi. Dia lupa untuk membawa benda keramat itu di dalam tasnya.Shaka duduk di samping ibunya dan mengecup pipi ibunya. Lalu menatap Sophia yang sudah duduk manis di hadapan ibunya. Wanita itu tak henti-hentinya menatap Sophia yang terlihat aneh, padahal semalam dia tidak melihat wanita itu tersenyum sedikitpun di hadapannya. Tapi kali ini …"Kamu nggak mau mencium kening istri kamu, Shaka?" kata Petra sedikit menyindir. Dia hanya mengingatkan jika Shaka sudah memiliki istri, tidak mungkin kan jika dia harus terus menerus mencium ibunya, sedangkan istrinya di abaikan?Shaka berdecak kesal, "Nggak deh Pi. Takut Sophia nggak kebiasaan dicium dan risih. Mending cium Mami aja yang udah jadi kebiasaan dari dulu."Sophia juga tidak berharap dicium oleh Shaka. Bahkan Sophia merasa bersyukur dengan hal ini, setidaknya Shaka tidak menyentuhnya sedikitpun. Apakah yang terjadi kedepannya, Sophia akan mempertahankan hal ini sampai dia mati nanti."Begitu ya?" Shaka mengangguk, dia pun langsung meneguk air putih yang ada di sampingnya dengan cepat. Dia harus segera pergi ke kantor, karena ada klien dari luar negeri yang ingin bertemu dengannya. Shaka tidak ingin mengecewakan klien hanya karena datang terlambat, "Tunggu sebentar, Papi punya hadiah untuk kamu Shaka dan juga Sophia." ujar Petra kembali."Apa?"Petra mengeluarkan satu kunci satu saku celananya, lalu mendorongnya pada Shaka, "Rumah ini sudah Papi beli jauh-jauh harus sebelum kalian menikah. Ini hadiah dari Papi untuk pernikahan kalian, dan semoga kalian bisa akur dan saling mengenal satu sama lain."Mata Shaka mendelik sempurna, dia pikir bapaknya ini akan memberikan saham pada perusahaan dengan jumlah yang besar tapi yang ada Shaka malah dikejutkan dengan kunci rumah sebagai hadiah. Itu tandanya Petra sedang mengusir Shaka kan dari rumahnya sendiri?""Ini Papi lagi ngusir aku?""Enggak. Siapa yang bilang?" jawab Petra sambil menggelengkan kepalanya."Terus kunci ini?""Itu hanya kunci rumah, hadiah dari Papi untuk kamu. Kan nggak mungkin kamu mau tinggal dengan Papi, sedangkan kamu sudah menikah. Di rumah ini tidak boleh ada dua ratu, bukannya Papi nggak suka tapi Papi cuma mau menjaga perasaan Sophia saja." jelas Petra panjang lebar.Bilang saja jika Petra telah mengusir Shaka dari rumah ini. Tidak perlu bilang jika dia memberikan kunci rumah untuk Sophia dan juga dirinya. Tapi … jika Shaka pergi dari rumah ini, bukankah hal ini baik menurut Shaka? Dia bisa keluar dari rumah ini dengan Sophia dan bisa melakukan apa yang dia suka bukan?***Sophia mengistirahatkan tubuhnya di ayunan kios bunganya. Ternyata ayahnya sudah datang, dan beberapa bunga pesanan pelanggan pun juga sudah diambil. Sophia pikir ayahnya tidak akan datang ke kios lagi, taunya masih saja dagang sambil mencatatkan bunga dan pupuk apa saja yang sudah habis. Mengatur nafasnya, Sophia pun meneguk minumnya hingga tandas. Setelah mendengar ucapan Petra tentang hadiah rumah, ayah mertuanya itu meminta Shaka untuk membantu Sophia pindah ke rumah baru. Meskipun tidak begitu besar, tapi rumah ini cukup indah dengan adanya beberapa lahan kosong. Sophia bisa menjadikan lahan itu sebagai taman kecil di rumahnya nanti. Pasti akan terlihat begitu indah, dengan adanya banyak bunga dan juga sayur yang bisa mereka makan setiap hari."Kayaknya capek banget pengantin baru." kekeh Sion, ayah Sophia.Sophia tertawa kecil, "Ayah apa sih. Tadi itu Phia barusan pindah rumah, jadi bantuin Shaka angkat barang ke rumah baru." Sion terkejut bukan main, "Jadi nggak lagi tinggal
"Dia siapa?" tanya Sophia dengan nada rendah.Shaka bangkit dari duduknya menghampiri Sophia yang baru saja datang. Pria itu memperhatikan penampilan Sophia yang tidak masuk sama sekali. Dress itu berwarna biru dengan motif bunga, panjangnya juga hanya sebatas lutut. Tapi masih dibalut dengan cardigan rajut berwarna merah muda. Lihatlah, dia sudah seperti jemuran berjalan di siang bolong.Sedangkan wanita yang duduk di kursi dengan wajah angkuhnya pun tersenyum. Wanita itu mengenakan dress mini berwarna maroon yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih pucat. Tatanan rambut yang rapi, wangi dan juga bersih membuat Shaka suka. Tapi setelah melihat Sophia, mendadak Shaka berpikir jika wanita itu paling pantas menjadi pelayan di rumahnya. "Dia Valery, kekasihku." jawab Shaka. Dengan sengaja pria itu langsung menarik tangan Valery untuk mendekati Sophia, "Tidak keberatan kan jika Valery menginap di rumah ini?" Sophia memalingkan wajahnya, dadanya mendadak begitu sesak melihat suamin
Usai makan, Sophia pikir, mertuanya itu akan segera pulang. Tapi yang ada, mertuanya malah duduk santai di depan televisi. Petra yang sibuk membaca koran pagi ini, dan juga Mia yang sibuk dengan ponselnya. Sophia melirik Shaka yang berdiri tak jauh dari dirinya, meminta bantuan pria itu untuk membebaskan diri dari kedua mertuanya. Sophia harus pergi ke kios bunga membantu ayahnya menanam beberapa bunga yang baru saja datang. Dia tidak mungkin menghabiskan waktu seharian di rumah dengan kedua mertuanya. Apalagi Shaka bilang, jika siang ini dia ada jadwal makan siang bersama dengan kekasihnya."Apa yang kalian lakukan? Nggak mau duduk bareng kita?" kata Petra. Sophia melirik canggung, bukan masalah tidak mau duduk. Tapi yang ada wanita itu ingin segera pergi dari tempat ini dengan cepat. "Hmm, Papi saya harus pergi ke kios bunga." kata Sophia akhirnya. Memberanikan diri mengatakan hal itu, karena Sophia tahu jika Shaka tidak akan mengatakan hal apapun pada ayahnya.Petra mengerutkan ke
Melihat kedua orang tuanya dan juga dua karyawannya duduk di depan pintu kios. Sophia pun buru-buru turun dari motor dan menghampiri mereka. Perempuan itu sesekali mencari keberadaan kunci kios yang selalu saja dia taruh di dalam tas yang sering dia bawa. Ayahnya menelpon, jika dia tidak membawa kunci kios begitu juga dengan ibunya yang tidak ingat sama sekali dengan kunci kiosnya. Apalagi selama ini Sion dan juga Sophia yang memegang kedua kunci usaha mereka. "Sorry ya Yah, aku telat lagi." kata Sophia tidak enak hati, sambil membuka pintu kiosnya.Sion menghela nafasnya panjang, "Harusnya Ayah yang nggak enak, ganggu acara kamu sama mertua kamu. Ayah yang minta maaf." "Nggak papa, Yah, mereka cuma sarapan aja kok di rumah habis itu pulang." Tetap saja Sion tidak enak hati, kalau saja Sion tahu mungkin dia akan pulang ke rumah dan tidak meminta Sophia untuk pulang. Putrinya membutuhkan waktu untuk mengenal keluarga suaminya, tapi sayang nya Sion malah mengganggu waktu itu.Sophia
Sophia tidak tahu apa maksud hari spesial yang Shaka ucapkan semalam. Pria itu terlihat begitu marah ketika sampai di rumah dan melihat kedua orang tua mereka tengah duduk santai sambil mengobrol banyak hal. Jika diingatkan Sophia bilang pada Petra jika hari itu Shaka sedang lembur, ada banyak sekali pekerjaan yang harus Shaka kerjakan sehingga dia tidak bisa ikut makan malam atau bertemu dengan keluarga Sophia. Bahkan Sophia juga tidak tahu jika Petra nekat menelpon Shaka dan meminta pria itu untuk pulang ke rumah bertemu dengan keluarga Sophia. Bahkan tidak ada Shaka pun juga semuanya akan membaik, apalagi Sophia juga tahu jika setelah menikah Shaka tersiksa dengan kehidupannya yang tidak bisa bertemu dengan kekasihnya. “Jangan mempersulitku lagi!!” ucap Shaka tegas. Sophia menoleh menatap Shaka dengan wajah bingung. Mempersulit apa? Bahkan Sophia tidak melakukan apapun pada kehidupan Shaka. Dia tidak meminta atau mengganggu Shaka selama ini, lalu Sophia mempersulit dari mana? “A
Turun dari ojek online Sophia pun mendengus. Rumahnya sudah seperti rumah tidak berpenghuni yang gelap gulita dan banyak sekali daun kering masuk ke halaman rumah. Karena terlalu sibuk hari ini Sophia jadi lupa untuk membawa beberapa tanaman yang bisa ditanam di depan rumah dan juga samping rumah. Sophia pikir lahan kosong ini bisa digunakan menanam sayur dan juga beberapa bunga yang bisa dijual di jika bunganya. Setidaknya ada pohon mawar dan juga kaktus pun tidak masalah bagi Sophia, yang penting ada tanaman hijau yang membuat indah rumah ini. Tapi karena pesanan terlalu banyak membuat Sophia lupa. Wanita itu masuk lebih dukungan ke dalam rumah, di deretan rumah ini hanya rumah Sophia yang terlihat gelap sendiri. Hingga lampu putih dan kuning pun menyala dengan terang, buru-buru Sophia membersihkan halaman rumahnya yang kotor dan juga dalam rumah. Sesekali menatap sekeliling komplek perumahan ini yang terbilang sepi tapi banyak sekali rumah dengan pintu terbuka. Mungkin mereka bisa
Seperti biasa, setelah memasak untuk dirinya sendiri. Sophia langsung pergi ke toko bunga, dia bisa melihat Lala yang sudah duduk di depan toko dengan wajah cemberutnya. Sophia pun tersenyum lalu menghampirinya.“Tumben banget La, datang sebelum aku datang.” kekeh Sophia “Dih, Mbak Phia lupa ya.” Alis Sophia mengerut, “Lupa apa La?” “Hari ini—” Lala menghentikan ucapannya ketika melihat sebuah mobil mewah berhenti tak jauh dari toko bunga Sophia. Dia mengerutkan keningnya, mobil itu sering Lala lihat sejak dulu sampai saat ini ketika Sophia membuka toko bunga, jam makan siang, dan juga sore hari. Tapi Lala tidak tahu siapa pemilik mobil itu, ketika Lala atau Sophia yang mendekati mobil itu yang ada mobilnya malah pergi dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Entah apa hubungannya hanya saja Lala takut jika orang di dalam mobil itu adalah orang jahat. Apalagi lagi maraknya penculikan dan penjualan organ tubuh manusia dengan nilai yang fantasi.“Selamat pagi.” sapa orang itu dengan se
Sejujurnya Sophia masih tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Shaka. Apa yang membuat pria itu tidak suka ketika Sophia bersama dengan Shaka. Bukannya terlalu percaya diri atau berbunga-bunga tapi sungguh, Sophia tidak tahu maksud dari ucapan Shaka. Dia ingin bertanya lebih jauh lagi, tapi melihat raut wajah Shaka saja langsung membuat Sophia malas. Hingga pagi ini Sophia lambung pergi ke toko bunga untuk mengambil beberapa tanaman yang ingin dia bawa pulang ke rumah. Hari ini Sophia berniat untuk pulang cepat, dan meminta Sion untuk menutup toko bunganya. Sophia ingin berkebun di rumah, dia juga sudah membeli beberapa benih sayuran untuk ditanam. Sophia juga membawa beberapa kompos dan juga tanah agar cepat subur. “Sebanyak ini yakin Mbak mau dibawa pulang?” tanya Lala pemasaran.Sophia mengangguk, “Iya lah, pengen tanam di rumah. Di depan rumah gersang gak ada apa-apa.” cerita Sophia Lala hanya mampu mengangguk, dari dulu Sophia suka sekali dengan bunga dan dia tidak bisa melih