Share

Tidur Di Sofa

Penulis: Kafkaika
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-28 00:51:19

Untuk sesaat Ardhan sedikit blenk tapi dengan cepat dia menguasai dirinya. Ada bayangan seseorang yang membuatnya tidak ingin meneruskan pikiran kotornya. Dia meraih selimut dan bergegas menghampiri Alea dan menangkupkannya di tubuh itu.

“Kenapa pakai kemeja putih ini?”

“Tadi katanya suruh pakai baju, Kakak?”

“Ya jangan yang putih juga!” menerawang tahu, kata yang hanya bisa dilanjutkan di benak Ardhan.

“Hanya itu yang sedikit kecil, yang lain besar semua.” Alea memberi alasan.

“Ya udah, jangan lepas selimutnya!” Ardhan memberi peringatan.

“Kenapa, Kak?”

Hufft!

Ardhan menghela napas panjang. Apa dia harus menjelaskan secara gamblang setiap ucapannya? Harusnya Alea tahu sendiri kenapa dia tidak bisa melihatnya memakai kemeja putihnya yang sedikit tipis itu sementara dia tidak menggenakan apapun di dalam sana.

“Sudah, tidak perlu banyak tanya. Duduklah, aku mau bicara!” ucap Ardhan meminta Alea duduk di sofa.

“Bicara apa, Kak?” tanya Alea sambil ribet membenahi selimut tebal yang sangat merepotkan geraknya.

“Ya ampun, kamu kenapa terus bertanya sih? Udah diam saja, jangan bikin aku emosi ya?!” Ardhan tidak punya kesabaran tinggi menghadapi manusia seperti Alea.

Melihat Alea tidak bergeming dia marah lagi. “Aku sudah bilang duduk di sini! Kok malah diam di situ!”

“Kan Kakak tadi yang suruh diam,” protes Alea.

“Iya tapi duduk di sini!” Ardhan mencoba mengisi kesabarannya lagi.

“Tapi aku susah jalannya, ini selimut tebal sekali!”

“Lalu bagaimana? kau mau berdiri saja di sana?”

“Ya jangan lah, Kak. Aku capek!”

“Ya sudah kalau begitu kamu duduk Alea…”  Ardhan menepuk sofa di sampingnya kesal dengan gadis ini.

Alea hanya membeku sambil manyun karena pria ini pemarah sekali. Dia kemudian mencoba duduk di sofa dengan sangat kerepotan.

“Kak?”

Tuh kan? Nih bocah harus di lakban mulutnya!

Melihat tatapan mengerikan Ardhan Alea tidak jadi bicara. Dia hanya menunduk. ‘Kejam amat sih sumiku!’ batinnya sebal.

Ardhan jadi tidak tahu apa yang akan dia bicarakan. Lalu melirik Alea yang menyusut karena takut itu. Lagipula dia juga sudah lelah, baiknya mereka istirahat dulu dan membiacarakannya besok saja. ini sudah malam.

“Ya sudah besok saja, sekarang kamu tidur sana gih!” tukas Ardhan menunjuk tempat tidur agar Alea tidur di sana. Melihat Alea diam, Ardhan mengulangi lagi. “Alea, bangkit dan tidurlah di tempat tidur sana. Aku yang akan tidur di sini!”

‘Harus ya menjelaskan dengan gamblang pada gadis ini?’ batin Ardhan kesal.

“Kakak yang konsisten dong, tadi nyuruh aku duduk di sini, sekarang nyuruh pergi tidur ke sana!” tukas Alea yang sudah bisa protes.

“Heh? Atau jangan-jangan kamu mau tidur denganku di sini?” Ardhan menatap Alea dan mencoba mengancamnya.

“Oh, eng-ngak mau!” Alea segera berusaha bangkit untuk ke tempat tidur. Namun selimut itu membuat kakinya terserimpet hingga dia tersungkur.

Ardhan melihatnya dan dengan reflek mengulurkan tangannya untuk menangkap tubuh Alea yang hampir terjatuh itu. Sialnya selimut yang terinjak kaki Alea tertarik hingga mengekspos Alea dengan kemeja putihnya itu.

“Astaghfirullah!” Ardhan dengan cepat melepas tangannya hingga membuat Alea terjatuh.

“Auh, sakiit!” Alea mengadu kesakitan. Untung dia jatuh di atas selimut tebal itu.

“Lagian kamu mengganggu sekali, mana tidak pakai dalaman lagi!” gumam Ardhan yang terdengar Alea.

“Mana ada dalaman di kamar mandi? Bajuku kan tidak ada semua, aku juga tidak mau pakai beginian. Emang aku perempuan apa?” Alea terisak memeluk lututnya. Dia sedih memandang Ardhan seolah memiliki pikiran bahwa dirinya sengaja berpakaian seperti itu agar menggodanya.

“Iya udah, jangan menangis, sana tidur!” Ardhan merebahkan tubuhnya di sofa dan tidak memperdulikan Alea.

Alea melirik Ardhan yang sudah memejamkan matanya itu lalu bangkit dan bergegas ke tempat tidur. Dasar pria kasar dan tidak berperasaan! Masih dia membatin dengan kesal.

“Matikan lampunya!” Terdengar ucapan Ardhan memerintah meski matanya terpejam.

Alea yang sudah merebahkan diri jadi terbangun lagi dengan kesal bangkit untuk mematikan saklar lampu kamar.

Pagi harinya, Hera mengetuk pintu kamar tidur Ardhan. Dia senyum-senyum sambil memperhatikan koper baju Alea yang sengaja tidak diantarnya ke kamar dulu. Hera hanya ingin mereka sedikit terlibat drama kecil agar bisa saling bicara satu sama lain.

“Ardhan! Alea! Bangun nak…” suara Hera memanggil.

Alea jadi terbangun karena teriakan itu. Berapa saat dia baru tersadar dan bingung harus bagaimana? Karena saat ini sedang memakai baju Ardhan dan bukannya lingeri yang sudah disiapkan Hera. Pasti Hera sengaja melakukannya agar Alea memakainya untuk bisa membuat Ardhan tertarik.

“Kak! Bangun!” Alea mengguncang bahu Ardhan.

“Hemm?” sahut Ardhan tapi masih terpejam.

“Bangun, Kak! Ada Mama di luar!” Alea masih berusaha membangunkan Ardhan.

“Apa?!” Mendengar kata ‘Mama’ Ardhan terkejut dan segera berjingkat hingga kepalanya membentur kening Alea.

“Auw! Sakit, Kak!” Alea mengaduh dan mengusap keningnya. Pria ini kenapa sudah membuatnya mengaduh kesakitan dua kali. Semalam dia dibuat jatuh dan sekarang kepalanya dibentur.

“Oh, maaf! Yang mana yang sakit?” Ardhan memeriksa kening Alea. Dan tanpa sadar meniup-niup sambil mengusapnya. Alea membeku.

‘Eh!’ saat baru tersadar Ardhan langsung berjingkat.

“Itu ada Mama di luar!”

“Kamu masuk saja ke kamar mandi dan kunci pintunya. Jaga-jaga kalau ada inspeksi mendadak dari Ibu Negara!” tukas Ardhan.

Alea sedikit tertawa karena merasa lucu Ardhan menyebut mamnya dengan Ibu Negara. Tapi dia bergegas ke kamar mandi juga.

“Siap, Ma! Ada apa?” Ardhan membuka pintu dan mendapati ibu negara berdiri penuh selidik.

Hera melihat raut muka anaknya. Apakah ada yang berubah? Dia sempat mendengar sedikit berisik tadi tapi tidak jelas. “Baru bangun?” tanyanya.

“Iya, Ma!”

“Masih ada waktu sholat subuh, ajak istrimu sholat subuh,” tukas Hera lalu menyodorkan koper Alea. “Ini baju-baju Alea, kemarin lupa belum dibawa ke kamar”

“Baik, Ma!”

Bilang saja disengaja. Pasti semua ini sudah direncanakan. Batin Ardhan yang tahu betul bagaimana ibunya.

 “Di mana Alea?” Hera masih penasaran lalu mendorong daun pintu yang setengah terbuka itu dan menyisir pandang ke ruangan.

“Sedang mandi, Ma!”

Hera menyipitkan mata menatap putranya itu. “Kau tidak membuatnya tidur di sofa kan?”

“Tidaklah, Mama sayang!”

“Tidak bohong kamu? Awas lho kalau bohong, kualat kamu!” Hera masih curiga.

“Demi Allah!” Ardhan sampai mengangkat tangannya. Hera tentu tidak berani curiga lagi kalau sudah menyangkut tuhannya. Dia pun berbalik badan dan pergi.

“Masih ada waktu sholat, ajak istrimu sholat, belajar jadi pemimpin yang baik!” gumam Hera berjalan keluar. “Habis sholat siap-siap sarapan, ada yang mama pengen sampein!”

Deg!

Apalagi sih yang mau disampein mamanya. Setiap kali Ardhan mendengar kalimat itu, bawaannya sudah was-was saja.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Cantik Pilihan Mamaku   Bahagia Sudah Kembali

    Dia sedang bermimpi. Mendengar bayi mengoceh di sampingnya. Matanya tidak mau membuka karena masih ingin menikmati ocehan bayi yang terdengar gemas di telinganya. Usia Vier sudah 3 bulan, seharusnya dia saat ini sudah mulai mengoceh. Alea jadi sedih mengingatnya. Suara itu tidak hilang di telinganya meski matanya perlahan terbuka dan termenung sesaat. Dia tidak sedang bermimpi. Suara ocehan itu masih ada. Perlahan dia menoleh ke samping. Deg! Bayi siapa itu? Alea terperanjat dan segera bangkit. Namun dia masih menatap bayi itu seolah mencoba memastikan bahwa apa yang dia lihat bukanlah ilusi semata, yang akan menghilang saat dia menyentuhnya. Tidak, jangan menyentuhnya! Nanti hilang. “Eeeeehhh!” suara bayi itu seperti merasa kurang nyaman dengan posisinya yang mencoba tengkurap tapi terhadang bantal. Bayi itu mulai menangis namun Alea belum juga bergeming. Masih menatapnya saja dan menikmati visual yang bisa dirasakannya. Tangannya mulai bergerak perlahan menyentuh bayi itu. Na

  • Istri Cantik Pilihan Mamaku   Anakku Masih Hidup?

    “Mbak Sika dini hari begini ada apa?” Ardhan meminta Sika segera masuk.Sika terlihat menghela napas lega dan begitu saja melewati satpam yang galak itu mengikuti Ardhan. Napasnya tampak memburu karena tidak sabar ingin menyampaikan sesuatu.“Ada apa, Mbak? Mbak ada masalah?”Ardhan mendudukan Sika di teras. Dia melihat sika membuka penutup keranjang yang ditentengnya. Seorang bayi yang sedang terlelap. Ardhan heran Sika menyodorkan keranjang bayi itu padanya.“Bayi siapa, Mbak?” tanya Ardhan masih tidak mengerti.Baru ketika dia memperhatikan dengan jelas bayi yang terlelap dengan anteng itu darahnya berdesir hebat. Jantungnya seolah berhenti berdegup namun setelahnya berdegup dengan kencang. Wajah bayi itu membuatnya terkenang putranya. Sungguh bayi yang menggemaskan.“Mbak?!” Ardhan tidak ingin terlalu berhayal. Dia butuh kebenaran dari Sika.“Ini Javier, Pak!”

  • Istri Cantik Pilihan Mamaku   Tamu Dini Hari

    Kondisi Hera mulai membaik setelah Alea menemuinya dan membesarkan hatinya. Perasaannya yang sudah bercampur aduk tidak karuan karena merasa bersalah sudah membuat cucunya hingga berakhir dalam tragedi yang mengenaskan. Hera merasa bertanggung jawab atas rasa tertekan sang menantu, hingga membuat kondisinya sendiri malah memburuk.Kehadiran Alea yang sudah bisa mengikhlaskan semuanya membuat Hera kembali punya semangat hidup lagi. Setelah ini akan ada Vier-Vier baru lagi yang terlahir dari rahim sang menantu.“Ajaklah istrimu berlibur. Sudah, anggap semua yang terjadi hanya mimpi buruk saja. Jangan pikirkan pekerjaan dulu.” Hera bertutur pada Adhan.“Baik, Ma!” ujar Ardhan begitu saja memenuhi keinginan sang mama. Sikapnya mulai berbeda setelah kejadian ini. Lebih banyak diamnya dan terlihat dingin dengan sekitar.Ya Allah, mudah-mudahan suamiku baik-baik saja. Batin Alea yang mulai merasa bahwa bukan hanya dirinya yang terli

  • Istri Cantik Pilihan Mamaku   Ikhlas

    Ardhan baru membuka lengannya dari melindungi pandangannya yang silau karena ledakan api di vila. Melihat Alea sudah berlari menuju arah vila yang terbakar, Ardhan begitu terkejut namun segera mengambil langkah panjang untuk mengejar wanita yang sungguh membuat darahnya hampir berhenti mengalir itu.Begitu tubuh itu sudah ada dijangkauannya, Ardhan langsung meraihnya. Ledakan kedua terdengar membuat Ardhan dan Alea terpental di rerumputan beberapa meter dari tempat itu.“Lepas! Aku mau menyelamatkan anakku. LEPASIN!” Alea meronta mencoba mendorong dada Ardhan.“Sudah, Sayang! Sudah ya?” Ardhan mendekap dan mencoba menenangkan istrinya yang kalut itu. Dia sudah frustasi dan tidak berdaya melihat kilatan api itu. Hanya berharap anak buah Pram berhasil menyelamatkannya. Meski dia merasa itu tidak mungkin mengingat kobaran api yang segera membumbung sesaat setelah dia keluar rumah itu. Kemungkinan besar mereka terjebak di dalam.&ldquo

  • Istri Cantik Pilihan Mamaku   Nekat

    “Bayimu manis sekali! Seharusnya akulah yang melahirkan anak-anakmu, bukan wanita laknat itu!” Naysila menggendong bayi yang terbungkus selimut itu sambil menimang-nimangnya. Melihat sikapnya yang manis dia tidak percaya bahwa wanita ini adalah iblis yang tega memberikan obat tidur pada bayi 2 bulannya.“Aku sudah mengabulkan permintaanmu yang pertama. Pram akan mengaburkan barang bukti itu dan mengakui itu hanyalah sebuah kesalahan. Kau akan bebas!” tutur Ardhan sambil terus mengawasi pergerakan Naysila. Menunggu kesempatan agar bisa merebut bayinya.“Apa buktinya? Kau bisa saja membohongiku. Kau sudah berkali-kali membohongiku Ardhan!”“Kau mau bukti bagaimana?”Sebentar terdengar sesuatu seperti ada yang datang. Tatapan Naysila menjadi tidak percaya pada Ardhan. Bukankah dia sudah memintanya datang sendiri tadi. Tapi sepertinya dia berbohong lagi.Dengan geram disambarnya botol minuman keras

  • Istri Cantik Pilihan Mamaku   Menyelamatkan Javier

    Ardhan melakukan panggilan namun segera merijeknya untuk memastikan dan menunggu reaksi dari nomor tersebut. Pram sudah tidak sabar melacak lokasinya jika benar pemilik nomor itulah yang menculik Javier.Tidak berapa lama muncul notif pesan dari nomor tersebut. Netra Ardhan membulat membaca teks yang dikirimkan dari nomor itu.Pram yang juga membaca notif itu dari laptopnya menatap Ardhan terkejut. Fix, ini adalah penculiknya.[ Akhirnya kau mencariku! ]Begitu pesan yang terbaca di ponsel Ardhan.“Telpon dia!” tukas Pram.Ardhan menormalkan emosinya dan mencoba tenang sebelum menelpon ke nomor itu.Panggilan tidak langsung diangkat. Baru di panggilan ke tiga, seseorang itu mengangkatnya.“Hallo?” sapa Ardhan fokus mendeteksi suara apa saja yang bisa didengarnya dari dalam ponselnya sehingga bisa dijadikan petunjuk.“Hhhg!” suara itu baru terdengar di telinga Ardhan. Sepertinya d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status