“Bunny!”“Hanny!”Teriakan yang menggema secara bersamaan, berhasil mengambil alih atensi Hanny, membuat wanita itu sontak menoleh guna mencari sumber suara, dan melemparkan senyum, sembari melambaikan tangan, ke arah Haura, juga Tania yang berada di tepian jalan.“Hanny, minggir! Di belakang lo!” Dengan wajahnya yang sudah pucat pasi, Tania kembali berteriak dengan lantang, membuat Hanny menyerngit heran. Namun, tak urung wanita itu menoleh, tapi sayang. Semuanya terlambat.Motor yang terus melaju kencang ke arahnya, membuat kakinya kelu untuk bergerak, saat itu juga netranya membulat sempurna dengan perasaan tak karuan.“Awas!” Hingga teriakan itu kembali menggema, bersamaan dengan tubuhnya yang terhuyung tak tentu arah, dan berakhir dengan suara tabrakan yang begitu nyaring hingga memekikkan telinga. “Hanny!” Tania yang sudah berlari, reflek menghentikan langkahnya, dengan mata yang berembun detik itu juga. Sedangkan yuda, dengan cepat pria itu menutup wajah Haura, tak membiarkan
“Mas, kamu yakin cinta sama aku ‘kan?” gumam seorang wanita cantik bersurai sebahu, yang kini tengah berada di atas pangkuan seorang pria berahang tegas dengan wajah yang proposional. Tangan wanita itu bergerak lembut, mengusap tengkuk Raka. Berniat untuk kembali mebangunkan gairah pria berusia 27 tahun, yang bernotaben sebagai atasannya saat ini. Raka pun hanya mengangguk sebagai jawaban, lantas terkekeh ringan, tatkala tangan sang sekretaris mulai bergerak turun, melepas setiap kancing kemeja putih yang tengah dikenakannya. “Bukankah lebih terlihat menarik jika seperti ini, Sayang?” Devina semakin menatap takjub dada bidang milik sang pria, lantas tangannya kembali bergerak untuk membelainya dengan lembut, yanh secara tak langsung hal kecil itu berhasil membuat desiran aneh mengalir deras di darah Raka. “Akh, sial,” Raka yang tak mampu lagi menahan gairah dalam dirinya, tanpa sengaja mengumpat, membuat sang sekretaris terlonjak kecil dan reflek menatap wajah tampannya. “Bag
"Aku mimpi kamu selingkuh?" Bak disambar petir tepat mengenai jantungnya, secara perlahan Raka menurunkan kedua tangannya dari wajah Hanny, wajahnya cerahnya seketika berubah menjadi pucat pasi. "Kamu nggak beneran selingkuh, 'kan?" Raka yang tiba-tiba bingung harus merespon apa hanya bisa tertawa hambar, lantas menyugar rambut tebalnya yang masih basah kebelakang. "Selingkuh? Ya enggak lah, Sayang. Bagaimana bisa aku menyelingkuhi perempuan lucu, imut dan menggemaskan seperti istriku ini … hmmm?" dalih pria itu pada akhirnya, tangannya kembali bergerak mencubiti pipi chubby milik sang istri, tak peduli dengan sang empu yang sudah merintih karena kesakitan. "Udah malem, kita istirahat ya! Kasihan si utun pasti lelah." Pria itu kembali bersuara, lantas menata bantal agar terasa nyaman, dan segera membantu Hanny untuk merebahkan dirinya. Ia pun dengan cepat turut berbaring dan mendekap pinggang ramping milik sang istri, kepalanya sengaja ia sembunyikan pada curuk leher milik Hanny
“Surprize!”Raka yang tengah fokus berkutat dengan layar komputernya, harus terlonjak kaget tatkala mendapati seorang wanita sudah berdiri di hadapannya dengan menampilkan seulas senyum yang nampak indah.Dalam keadaan masih terkejut, tak urung Raka tetap berdiri guna menghampiri wanita cantik dengan pakaian pressboddy yang semakin mempertontonkan keelokan tubuhnya.“Hay, apa yang membuatmu kesini, hmm?” tanya Raka setelah berhasil memeluk tubuh sang sekretaris dan membawa kepangkuannya.“Bukankah nanti malam kita akan menghabiskan waktu bersama?” sambungnya, sembari terus mendaratkan kecupan pada wajah Devina.Devina yang merasa geli, hanya bisa terkikik. Lantas tangannya pun turut bergerak guna membelai rahang tegas pria itu, sembarai merengek bak seorang bocah, “ Aku hanya merindukanmu, Mas. Dan untuk saat ini, menunggu waktu malam itu masih sangat lama.” Akan tetapi, detik berikutnya ia berhasil dibuat terkesiap saat tanpa sengaja netranya menangkap sesuatu yang cukup familiyar b
“Jangan! Kamu di sini aja, ada yang harus aku omongin sama kamu!”Suara Hanny yang tampak tegas itu, membuat Devina gugup hingga susah payah menelan salivanya sendiri. Beruntung Raka yang cepat sadar turut melangkahkan kaki guna mendekati kedua wanita itu.Lantas secara perlahan ia menarik tangan Hanny dan mengenggamnya, “Biarin Devina pergi, Sayang. Toh urusannya sama aku juga udah selesai.”Bukannya menurut, Hanny justru berdecih kesal. Kemudian dengan bersedekap dada ia mulai menatap Raka juga Devina secara bergantian.“Kamu kenapa sih, Mas? Khawatir banget kayaknya! Aku tu cuma mau ngomong sama Devina, bukan mau nerkam dia!” sungut Hanny yang kini sudah kembali menatap Raka penuh tanya.“Ada yang kalian sembunyiin ya, dari aku?” sambungya bersamaan dengan kedua matanya yang sengaja disipitkan saat menatap sang suami.“Nggak ada!” Raka yang menggeleng, segera me
Dalam balutan malam dengan cahaya remang-remang dari decorative lighting yang berada di pojok ruang tamu. Netra Hanny melirik ke arah jarum jam, yang ternyata sudah berada tepat di angka 11. Namun, kedua netra hazelnya masih enggan untuk sekedar di tutup.“Ayo dong dek, kita tidur ya!” lirih wanita itu dengan mengelus perutnya sendiri, mencoba untuk menenagkan janin yang entah mengapa terus bergerak sejak tadi.“Ayah pulangnya masih lama lo, nanti kamu kecapean, tidur sekarang ya!” sambungnya dengan menghela nafas lelah, tetapi juga bahagia dalam satu waktu.Karena tubuhnya yang merasa lelah saat terlalu lama duduk, akhirnya ia memutuskan untuk berdiri sembari berjalan mondar mandir di samping sofa. Dan untuk saat ini, entah mengapa ia benar-benar ingin memeluk dan mencium wangi woody dari tubuh suaminya yang tak kunjung pulang itu.“Kamu kemana sih, Mas. Jam segini belum juga pulang?” Entah sudah kali beberapa decakan yang sama itu terus keluar dari mulut Hanny, hingga membuatnya ke
Pagi menyapa dengan embun yang menghiasi daun dan bunga. Di kejauhan, matahari mulai timbul, menerangi langit dengan warna-warni indahnya. Semua tampak begitu segar dan penuh harapan.Begitu pula dengan keluarga kecil yang saat ini tengah duduk bersama di meja makan, di sana ada Raka yang tengah asik menuang madu ke dalam mangkuk yogurt, juga Hanny yang juga sibuk meratakan selai coklat pada roti bakar di tangannya, sebelum kemudian ia letakkan pada piring milik sang suami.“Makasih, Sayang,” gumam Raka yang langsung melahap roti tersebut, membuat Hanny tersenyum senang."Oh iya, Mas. Kamu beli parfum baru?"Hanya dengan satu kalimat pertanyaan, Raka sudah dibuat tersedak, sementara dengan sigap tangan kirinya menepuk pelan dada bidangnya, saat merasakan roti yang baru saja ia kunyah tiba-tiba tersangkut di tenggorokan. Kali ini, Hanny hanya diam dan terus menatap setiap pergerakan Raka tanpa mau membantu."P-parfum? Nggak ada deh
"Ada acara apa nih, pelukan gak ajak-ajak."Kehadiran Bachtiar membuat kedua insan yang masih setia berpelukan, segera mengakhiri aktivitasnya. Lantas keduanya serempak menoleh ke sumber suara."Lah, Bachtiar. Kok lo bisa masuk?" tanya Tania yang reflek melebarkan pupil matanya, menatap tajam ke arah Bachtiar.Bachtiar sendiri hanya menghembuskan nafas berat, menatap sahabatnya itu dengan tatapan jengah. "Tu lihat pintu lo!"Tania pun menoleh, menatap arah pandang yang Bachtiar tunjukan, sebelum akhirnya kembali menatap pria itu dengan menunjukan deretan gigi-gigi putihnya."Makanya, jangan ceroboh. Pintu itu ditutup, bukan malah dibuka selebar jidat lo!" Bachtiar yang memang terkenal rese, menyentil jidat Tania, membuat sang empu mengaduh kesakitan.Namun, pria itu sama sekali tak peduli, karena ia lebih tertarik untuk turut bergabung, dan duduk di samping Hanny yang masih sibuk mengusap bercak air dari pipi chubbynya. "Lo gak papa, '