Share

BAB 5

Author: Ira Riswana
last update Last Updated: 2023-04-04 17:59:59

“Urgh ….”

Lenguhan kesakitan itu terlontar dari bibir Jennar seiring kesadarannya kembali. Pening yang menyelimuti kepalanya membuat gadis itu mengernyitkan wajah kala dirinya membuka mata dan melihat pemandangan sekeliling.

Sadar bahwa dirinya tidak mengenali ruangan tempatnya berada, Jennar melonjak duduk di tempat tidur. “I-ini di mana?” Saat matanya menyapu seisi ruangan, dia yakin akan satu hal. “Ini bukan kamar gue!”

Saat Jennar sedang berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan bangkit dari tempat tidur, dia berakhir dibuat panik ketika menyadari tidak ada sehelai kain pun yang membalut tubuhnya.

“Loh, baju gue–?!” Belum sempat dia selesaikan ucapannya, mata Jennar berakhir membulat kala dirinya menangkap keberadaan sesosok pria yang tengah terbaring di sampingnya. “AAAAAAAAAA!!” Dia melilit tubuhnya dengan selimut dan menggunakan tangan kanannya untuk memukul-mukul pria tersebut. “Baj*ngan mesum!”

“Ugh!” Pukulan keras Jennar pada kepala pria asing itu membuat sang pria terbangun dengan cepat, terduduk dengan bagian atas tubuhnya yang kekar tidak berbusana. “Berhenti!” Tangan pria tersebut mencekal tangan Jennar, berusaha menghentikannya. “Jennar, buka matamu dan tatap aku!”

Begitu mendengar suara tersebut, Jennar terkejut. Dia merasa sangat familier dengan dalamnya suara pria itu.

Jennar pun membuka mata, lalu terkejut saat mengenali pria di hadapan. “Dean … kara?!”

Tidak salah lagi, pria di hadapan dengan tubuh kekar dan otot liat itu jelas adalah CEO Ganendra Cosmetics, Deankara Ganendra!

“Dean?!” seru Jennar dengan nada tinggi sambil menatap Dean dengan marah. “Pria baj*ngan! Kamu ngapain aku, hah?!” Gadis itu melupakan semua formalitas yang ia gunakan kemarin malam.

Dengan tangan masih mencengkeram tangan gadis di hadapan, Dean yang masih terkejut karena dibangunkan dengan begitu kasar mengerutkan kening. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi bibirnya berubah kelu ketika menyadari kondisi dirinya dan Jennar.

“Apa yang …?” Dean kentara bingung, tapi dia mencoba memahami situasi yang ada. Di saat dirinya tak berhenti merasakan dentuman pening di bagian belakang kepala, pandangannya berubah dingin. “Kamu tenang dulu,” ucapnya saat melihat air mata berkumpul di pelupuk Jennar, kemarahan dan ketakutan terpancar jelas dari manik cokelat terang gadis cantik tersebut.

“Bagaimana aku bisa tenang?!” Jennar membalas dengan ekspresi diselimuti ketidakpercayaan. Ini bukan masalah reputasi saja, melainkan harga dirinya! “Apa yang sebenarnya sudah kamu lakukan?!”

“Aku tidak melakukan apa-apa,” jawab Dean seiring dirinya melepaskan pergelangan tangan Jennar, yakin gadis itu sudah mampu mengendalikan diri.

Pria itu turun dari tempat tidur dan memungut pakaiannya yang ada di lantai. Gerakannya yang tiba-tiba, membuat Jennar harus memalingkan wajahnya, tidak berani menatap lebih lama pemandangan yang disuguhkan di hadapan.

“Tidak ada yang terjadi semalam,” ujar Dean meyakinkan.

Sepasang mata indah milik Jennar menyipit. “Bohong,” desisnya seiring kepalanya kembali menoleh untuk menatap pria yang telah kembali mengenakan pakaiannya itu. “Kalau memang nggak terjadi apa-apa, terus kenapa keadaan kita seperti ini?!”

Dean yang tengah mengancingkan kemeja hitamnya sontak terdiam, matanya pun memancarkan tatapan dingin yang menusuk. Namun, pandangan tersebut tidak diarahkan pada Jennar, melainkan pada kejadian yang melibatkan mereka berdua tadi malam.

*Di malam yang lalu*

“Jennar … Jennar ….” Dean memanggil nama Jennar ketika perempuan itu tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di atas meja. Pria itu mengulurkan tangannya dan menyentuh bahu selebgram tersebut, tapi tidak ada reaksi. Dahinya terlihat berkerut kebingungan. “Dia … tertidur?”

Dean menatap Jennar yang tidak bergerak sama sekali, lalu berpindah pada gelas anggur milik gadis itu yang pecah di lantai. Hatinya mempertanyakan apakah seorang Jennaira memiliki toleransi alkohol yang begitu rendah?

Atau … ada sesuatu dalam anggur tersebut?

Saat Dean masih terfokus kepada pecahan gelas di atas lantai, derap langkah kaki terburu-buru mendatanginya.

“Maaf, Tuan. Apa ada masalah?” Seorang pelayan berkata ketika masuk ke ruangan. Wajahnya berubah panik ketika melihat sosok Jennar terkulai tak berdaya di atas meja. “A-ada yang bisa saya bantu?”

Setelah terdiam beberapa saat, Dean berdiri dan mengangkat tubuh Jennar dengan mudah, menggendongnya. “Bereskan tempat ini, lalu siapkan satu kamar untukku.” Mata zamrudnya menatap sosok gadis dalam gendongan yang terlihat tak berdaya. “Tamuku berada dalam kondisi yang kurang baik.”

“B-baik, Tuan!”

Tidak perlu waktu lama bagi Dean untuk membawa Jennar ke dalam kamar yang telah dia pesan.

Setelah membaringkan tubuh gadis itu, dan juga menyelimutinya. Pria tersebut menatap Jennar sesaat sembari membatin, ‘Tidakkah dia jauh lebih jinak ketika tidur?’

Dean mendengus, lalu menegapkan tubuh dengan niat untuk berbalik meninggalkan kamar. Namun, baru saja dirinya berdiri tegap, dia mendengar suara langkah kaki cepat yang menghampiri di belakang. Dia berniat untuk menoleh, tapi–

BUK!

**

Mengingat kejadian itu membuat Dean mengernyitkan wajahnya. “Aku tidak ingat apa pun lagi.”

“Maksudmu, kamu pingsan?” cibir Jennar seiring dirinya mendengus. “Apa dasarnya aku percaya padamu?” tanya gadis itu dengan pandangan curiga.

Sejujurnya, Jennar memang tidak merasakan apa pun yang aneh kecuali badannya yang terasa remuk, tapi itu lebih karena pegal dari posisi tidur yang sepertinya salah. Hanya saja, kecurigaan tetap menumpuk di hati.

“Setiap sudut hotel ini dilengkapi CCTV. Kamu bisa memeriksanya sendiri,” ujar Dean dengan nada datar.

Jennar–yang sekarang telah mengenakan pakaiannya lengkap–tengah berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada, memandang Dean dengan tatapan sengit. “CCTV itu tidak membuktikan apa pun.”

Kesal, Dean menatap Jennar dingin. “Lalu, apa yang kamu inginkan?” Pria itu berujar, “Menikahimu?”

Mata Jennar membelalak, seakan ditantang. “Kamu–!” Wajahnya memerah.

Jennar memandang kesal sosok Dean yang tengah menoleh ke arah tempat terakhir dia sadarkan diri di malam sebelumnya. Kesal karena diabaikan, gadis itu melayangkan pukulan ke pria tersebut.

“Pria menyebalkan!”

“Argh!” Dean tiba-tiba meringis kesakitan saat pukulan Jennar mengenai area tengkuknya.

Jennar yang tadinya sedang dikuasai emosi pun langsung berhenti dan tersadar dengan gurat lebam membiru yang ada pada tengkuk Dean.

“Kamu terluka?” tanya Jennar, melupakan sejenak emosinya dan langsung menghampiri pria itu dengan khawatir. Saat jari-jarinya menyentuh lebam itu, kening gadis tersebut berkerut. “Belakang lehermu, seperti ada bekas puku–”

Sepasang mata Jennar membelalak, dia menutup mulutnya karena terkejut. Gadis itu menatap Dean dengan pandangan tidak percaya.

“Kita sungguh dijebak?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Dadakan Tuan CEO   BAB 15

    "Baby!" Tiba-tiba Athalla menghampiri Jennar sambil memeluk serta mencium pipinya."What the…" umpat Jennar reflek, sambil mengusap pipi menggunakan telapak tangannya."Lo…" ucapnya tertahan."Iya, ini aku. Apa kabar cantik?" balas Athalla sambil menarik kursi, kemudian duduk di samping Jennar.Lihatlah bagaimana sikap Athalla saat ini. Menjijikkan! Tidak tahu malu! Apa dia lupa kejadian minggu lalu?Kedatangan Athalla yang tiba-tiba, di luar prediksi Jennar. Bahkan saat ini Jennar bingung harus bereaksi seperti apa.Jennar menggeser kursinya sedikit menjauh. "Ngapain lo di sini??" tanya Jennar sinis."Jangan galak-galak. Kamu nggak kangen sama aku??" tanya Athalla sambil memasukan kerupuk yang dia ambil dari atas piring Jennar ke dalam mulutnya.Jennar berdecak kesal. "Lo sengaja nguntit gue, ya?" Mata Jennar menyipit penuh selidik.Tawa Athalla pecah. "Lucu banget sih kamu, baby." Athalla menjepit hidung mancung Jennar."Berhenti panggil gue dengan sebutan itu! Gue bukan pacar lo la

  • Istri Dadakan Tuan CEO   BAB 14

    "Jen, Bu Irena minta kamu untuk makan siang bersamanya," Mery menyampaikan pesan manager yang meminta Jennar untuk makan siang di kantin Ganendra Beauty.Jennar yang tengah sibuk memainkan telepon genggamnya itu pun, lantas menghentikan aktivitasnya. "Sama Bu Imelda juga?" tanya Jennar sedikit mengernyitkan dahinya."Nggak tau. Bu Irena nggak bilang," jawab Mery jujur. "Ayo jangan sampai Bu Irena ngomel gara-gara kamu telat,"Jennar berdecak kesal, sambil memasukkan telepon genggamnya ke dalam tas. "Kamu lupa siapa saya??" sombong Jennar sambil menunjuk dirinya sendiri."Global Ambassador Ganendra Beauty!" jawab Mery penuh penghormatan. Bukan hormat dalam artian menghamba, namun lebih ke arah bercanda."Ayo!" ajak Jennar sambil merangkul Mery dan menyeretnya keluar dari ruangan rapat.Kantin Ganendra Beauty, berada di lantai tujuh. Daripada terlihat seperti kantin, tempat itu lebih terlihat seperti restoran hotel bintang lima, hanya saja beda di cara penyajiannya. Kantin Ganendra Beau

  • Istri Dadakan Tuan CEO   BAB 13

    "Katanya konglomerat, kenapa nggak punya helikopter sekalian, sih?!" keluh Jennar.Pagi-pagi sekali Jennar diminta datang ke gedung Ganendra Beauty untuk meeting dengan para petinggi, dan managernya. Mengingat kesepakatan semalam yang tidak mengizinkan Jennar ataupun Dean membawa orang lain ke rumah, dengan terpaksa Jennar menyetir sendiri."Uh, boro-boro helikopter, pembantu aja nggak ada," gumam Jennar sendiri.Sebelum keluar dari dalam mobil, Jennar mengecek kembali penampilannya. Dia melakukan touch-up beberapa bagian termasuk mengganti warna lipstiknya menjadi warna merah menyala.Uh, lihatlah dirimu ini. Cantik sekali. Betapa beruntungnya kamu, Dean. Jennar terkekeh saat mendengar betapa konyol dirinya saat ini.Setelah dirasa cukup, Jennar keluar dari dalam mobil, dan masuk ke dalam gedung Ganendra Beauty. Kemewahan interior dari gedung Ganendra Beauty, membuat Jennar terpana beberapa detik, sebelum akhirnya menormalkan kembali ekspresi wajahnya.Ini kali pertama Jennar memasuk

  • Istri Dadakan Tuan CEO   BAB 12

    “Bagaimana rasanya jadi pengantin baru?”Jennar merasa jengah dengan sikap Bima yang terus memberikan banyak pertanyaan padanya. Ditambah lagi dengan Dean yang tidak putus memandang Bima, seakan-akan memang sedang menantangnya.“Begitulah…” Jennar yang menyadari bahwa atmosfer di dalam ruangan terasa tidak enak, dia berusaha untuk menjawab secukupnya saja.Ayah Dean yang tampaknya paling bisa membaca situasi, berdeham dengan cukup keras. “Bagaimana dengan proyek kerja sama kalian?”Bima menganggukkan kepalanya, dan berujar dengan santai. “Semuanya masih dalam tahap perencanaan. Belum ada kata sepakat. Benar begitu, sepupu?” ujarnya sambil menatap Dean.“Belum sepakat?” Ayah Dean mengerutkan dahinya. “Bukannya kalian sudah membahas proyek ini dari tiga bulan yang lalu?”Bima menaikkan bahunya. “Ada beberapa hal yang belum ada titik temunya. Pembahasan selama ini, lebih banyak menguntungkan Dean ketimbang saya, om.”Jennar sampai bergidik karena atmosfer di dalam ruangan yang terasa men

  • Istri Dadakan Tuan CEO   BAB 11

    "Kamu harus tanggung jawab!" Desis Jennar ketika Dean keluar dari kamar mandi.Dean yang tengah mengeringkan wajahnya itu pun, lantas berhenti sambil menatap Jennar dengan heran."Gara-gara jamu yang mommy kasih, mulutku sampai sekarang masih pahit. Itu juga kan salah kamu, kenapa tadi nggak berusaha ngelarang?" gerutu Jennar melampiaskan semua kekesalannya.Lagi-lagi Dean tidak merespon. Dia hanya menatap Jennar sekilas, kemudian pergi, keluar dari dalam kamar."Dosa apa gue, sampai-sampai bersuamikan manusia es kayak dia!" keluhnya, sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tidak lupa dia juga menyelimuti tubuhnya dengan selimut.Jennar yang hampir terlelap, kembali membuka matanya, saat suara bariton seseorang menyapa telinganya."Lemon tea hangat. Minumlah," titah Dean, sambil memberikan gelas kaca itu pada Jennar.Jennar menatap Dean, dan gelas yang ada di tangannya dengan heran."Minum!" perintah Dean kembali.Tanpa banyak tanya lagi, Jennar langsung meminum habis lemon te

  • Istri Dadakan Tuan CEO   BAB 10

    “Deankara Ganendra!” Teriakan itu bergema nyaring di dalam ruang tidur mewah bernuansa modern. “Ini semua gara-gara kamu!” imbuh gadis bertubuh molek sembari menuding pria yang belum lama baru saja secara sah menyandang gelar sebagai suaminya. Sekarang, Jennar dan Dean berada di dalam ruang tidur dengan wajah kesulitan. Yang lebih parah, ruang tidur itu adalah ruang tidur yang berada di kediaman orang tua Dean! “Lain kali kalau ngomong tuh dipikir dulu!” bentak Jennar lagi membuat pelipis Dean berkedut. “Kalau bukan karena kamu seenaknya ngomong sama Bima tentang malam pertama, kamu kira kita akan terjebak di sini?!” Satu jam sebelumnya... “Berhubung ini malam pertama, nggak baik juga kalau kalian langsung pergi. Malam ini kalian nginep di sini saja, ya...” Dengan senyuman cerahnya, Ibunda Dean melayangkan tatapan penuh harap pada putra dan menantunya itu. Mendengar omongan Dean kepada Bima tadi, dia menjadi semakin semangat memastikan semuanya berjalan lancar untuk kedua pengantin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status