"Selamat malam Bos Raka!" Raka mengangguk. Sudah dua tahun ia tidak mendatangi tempat itu. Langkah kakinya memasuki ruangan dengan cahaya lampu yang tak begitu terang. Suara dentuman musik terdengar memekakkan telinga. Namun para pengunjung night club yang berada di kota jakarta bagian utara itu tak peduli. Para pria dan wanita di sana justru menikmati alunan suara musik itu dengan ditemani aroma alkohol yang menyengat. Raka hendak menaiki lift yang berada di sudut ruangan, menuju lantai dua. Namun seorang pria berbadan besar menghentikan langkahnya. "Selamat malam, Bos. Ada yang bisa saya bantu?" "Aku ingin bertemu dengan Paul. Katakan, Aku ada pekerjaan untuknya," ujar Raka dingin. "Silakan tunggu di sini.!" Pria besar itu meminta Raka untuk duduk di salah satu kursi, sebelum ia melangkah masuk ke dalam lift. Raka berdecak kesal. Dulu, ia bebas keluar masuk ke ruangan Paul yang ada di lantai atas. Kenapa kini semua dipersulit. Pria berbadan besar itu kembali turun dan mengh
Raka terjaga dari tidurnya. Ia terkejut saat melihat seorang wanita berada di sebelahnya. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. "Maira ...," desisnya.. Yang diingat Raka hanyalah Maira. Semalam ia bermimpi menghabiskan malam bersama Maira. Namun siapa wanita yang sekarang berada di sebelahnya? Raka menoleh pada wanita yang kini tertidur membelakanginya. Punggung mulus itu menjelaskan bahwa wanita itu tak memakai sehelai benangpun. Raka bisa menebak apa yang telah terjadi padanya dan wanita itu semalam. "Maira ... Maira ... Aku tak bisa jauh darimu, Sayang." Raka memegang kepalanya yang pusing. Meremas kasar rambutnya dengan frustasi. Semakin ia jauh dari mantan istrinya itu, semakin tak bisa ia melupakan. Raka bangkit. Ia harus ke kantor hari ini. Meraih pakaian yang tercecer, kemudian masuk ke kamar mandi bergegas membersihkan diri. Saat keluar dari kamar mandi, wanita itu masih tertidur. Raka segera memakai pakaiannya. ia meletakkan sejumlah uang di nakas sebelum beran
[Bagaimana dengan tawaranku?] Setelah seminggu menunggu, akhirnya Raka kembali mengirim pesan pada Paul. [ Maaf, Aku enggak berani, Bos] [ Aku akan datang malam ini. Kamu akan menyesal jika menolak] Raka kembali mengancam. Paul tak lagi membalas pesannya. "Sial!" Raka mengumpat karena kesal. "Tuan Raka, ditunggu Bu Shinta di ruang meeting." Tiba-tiba saja Said masuk. "Shinta datang ke kantor? Bukankah dia sedang menghabiskan masa iddahnya di rumah?" tanya Raka heran. "Saya tidak tau, Bos." Raka sangat rindu pada mantan istrinya itu. Beberapa hari yang lalu Raka sempat datang ke rumah Shinta dengan alasan rindu pada Kaisar. Namun hingga menjelang malam, Shinta tak mau menemuinya. "Selamat pagi, Maira. Bagaimana kabarmu?" Raka hendak memeluk Shinta, namun mantan istrinya itu menolak. Wanita berhijab hijau mint itu sontak memundurkan langkah kakinya. "Maaf, Mas. Aku harap kamu bisa menjaga sikap!" tegas Shinta tak suka. Apalagi di ruangan itu hanya ada mereka berdua. "Aku
"Kapan kamu bebas, Lif?" tanya Raka penasaran. Alif benar-benar berubah. Wajahnya kini penuh brewok, rambutnya panjang tanpa diikat. Tubuhnya lebih kurus, namun tampak lebih berotot dan terkesan kekar. "Dua hari yang lalu," sahut mantan suami Shinta itu dengan wajah datar. "Aku minta maaf tidak bisa membantumu waktu itu. Aku tau kamu hanya disuruh oleh seseorang untuk membunuhku." Raka menepuk ringan punggung Alif. Alif hanya mendengkus, lalu menyeringai. Raka memandang ngeri pada seringai Alif yang berbeda. Teman SMA nya itu telah berubah. "Sepertinya penjara telah merubahmu, Lif." Alif terkekeh. Kini raut wajahnya terlihat angkuh dan sombong. "Kenapa? Apa aku terlihat menakutkan?" tanya Alif dengan senyum sinisnya. "Bukan menakutkan. Tapi kamu lebih berani dari dulu. Apa kamu sudah dapat pekerjaan?"tanya Raka. Alif menggeleng. Sebatang rokok baru saja dia nyalakan. Sementara minuman di depannya sudah tandas tak bersisa. "Apa ada pekerjaan untukku?" tanyanya lagi setelah me
"Rein, itu mobil Rein," gumam Shinta nyaris tak terdengar. Dengan semangat Shinta keluar hendak menghampiri mobil mewah yang sedang parkir di halamannya. Namun langkahnya terhenti karena yang keluar dari mobil itu ternyata bukan pria yang dia rindukan. "Selamat malam, Bu Shinta. Saya Peter, utusan dari Pak Rein. Apa ada masalah di rumah ini?" Seorang pria berbadan tegap dengan jaket kulit hitam menghampiri pemilik rumah mewah itu. Shinta belum sempat menjawab, sudah terrdengar suara teriakan Aina dari dalam. Pria berpakaian preman itu menoleh ke asal suara itu. "Saya dari kepolisian. Pak Rein meminta saya untuk mengamankan keributan di sini." ujarnya seraya memperlihatkan tanda pengenalnya.Shinta mengerutkan keningnya. "Dari mana Rein tau di sini ada keributan?" Pria berambut cepak itu tersenyum. "Sudah beberapa hari ini ada satu anggota saya bertugas berjaga di sekitar rumah ini" Jawaban Peter membuat Shinta tercengang. "Terimakasih, Rein. Ternyata selama ini kamu selal
Tiga tahun yang lalu, di sebuah night club daerah jakarta utara, Aina terus bergoyang mengikuti alunan musik hingar bingar. Wanita yang terbiasa tinggal di luar negri dengan gaya hidup kebarat-baratan, sudah terbiasa menghabiskan waktunya di tempat semacam itu. Rambutnya yang terurai bergelombang hingga sedada, sebagian menutupi belahan yang sengaja ingin dia pertontonkan. Aina merasa sangat tersanjung jika ada pria yang memuji keindahan tubuhnya. Hampir tiap malam wanita berpenampilam sexy itu menghabiskan malamnya di sana. Lalu, pulang ke rumahnya di saat menjelang pagi. Harta yang melimpah dari orang tuanya, menjadikan Aina sebagai wanita yang tak mau dibantah, apa yang dia inginkan harus tercapai. Setelah hampir satu jam melantai, seorang pria tampan pemimpin PT Ramajaya dengan jas berwarna navy menghampiri Aina dan langsung memeluknya. "Aku butuh kamu malam ini!" bisiknya seraya mulai mencumbu mesra. Tak peduli dengan pengunjung sekitar yang sibuk dengan dirinya masing-masing
"Tidak kusangka kamu tega melakukan itu padaku, Mas." Shinta tak bisa menahan bulir-bulir bening yang tiba-tiba luruh membasahi kedua pipinya. Betapa sakit rasanya ketika mendengar suatu kenyataan yang tidak pernah ia duga. Peter menutup ponsel Aina yang baru saja memutar video tentang pengakuan Raka di masa lalu. Tanpa sepengetahuan Aina, pria itu langsung mengirim video itu ke kontak Rein yang sudah ada di ponsel Aina, kemudian menghapus riwayat pesannya. Dari video itu terdengar jelas oleh Shinta, bahwa Raka tidak pernah mencintainya. Tubuhnya bergetar hebat saat mengetahui Raka berniat ingin merebut Eternal Group dari tangannya. Pria yang selama ini dia pikir tulus mencintainya, ternyata hanya bohong belaka. Semuanya ternyata palsu. Bagaimana mungkin selama ini ia bisa sangat percaya bahwa Raka benar-benar jatuh cinta padanya. "Kamu tega membohongiku selama ini. Sejak awal kita bertemu, kebaikanmu, bahkan perhatianmu, ternyata semua itu palsu." Suara Shinta parau dan bergetar
"Siapkan pakaian kantorku, mulai hari ini aku akan aktif kembali ke kantor!" Pagi-pagi sekali Shinta sudah sibuk mempersiapkan diri untuk kembali aktif bekerja, setelah tiga bulan berada di rumah. Selama itu pula dirinya tidak bertemu dengan Raka atau pun Rein. Raka sesekali.datang untuk bermain dengan Kaisar. Akan tetapi Shinta enggan untuk menemuinya. Rein mulai berani mengirim pesan mesra pada Shinta. Pria dingin dan terkesan kaku itu perlahan mulai berubah. Hidupnya kini seakan lebih berwarna dengan status Shinta yang kembali sendiri. [Aku jemput kamu] Sebuah pesan singkat dari Rein ketika Shinta sedang menikmati sarapannya. Wanita berhijab motif bunga-bunga yang berwarna senada dengan outer silvernya itu hanya tersenyum tanpa membalas, setelah membaca pesan dari Rein. Sejujurnya Shinta pun sudah tidak sabar ingin bertemu dengan pria berdarah campuran eropa itu. Shinta sungguh tak habis pikir, bisa secepat ini hatinya berpaling. Namun begitu, ia mati-matian berusaha menyembu