Udah gemeees pengen ke scene reaksi Luciano kalau tau siapa ibu susu Baby Deimosss....
Pelukan itu membuat bahu Luciano bergetar semakin hebat. Tangisnya pecah bukan lagi sebagai pewaris. Bukan sebagai pemimpin klan. Tapi hanya sebagai seorang cucu yang baru saja kehilangan satu-satunya sosok yang pernah dia anggap sebagai ayah.Sergio, dia masih memeluk tubuh tuannya yang membungkuk dalam. Tak peduli sekuat apa pun Raja Mafia biasanya terlihat, hari ini tubuh itu menggigil seperti anak kecil yang baru saja kehilangan rumah.Sergio tentu tahu persis, bagaimana kerasnya perlakuan Hector pada Luciano. Dunia melihatnya sebagai bentuk kekejaman, tapi hanya Sergio yang tahu bahwa itu satu-satunya cara Hector merangkul cucunya yang kehilangan peran orang tua di saat semua sibuk mengurus Damian."Semua akan kembali pada Penciptanya, Tuan," bisik Sergio, suaranya ikut bergetar.Dia menepuk punggung kekar yang kini tampak begitu rapuh. "Biarkan Tuan Hector tenang. Dia sudah cukup lama menanggung kerasnya dunia ini."Langkah pelan Karissa terdengar di ujung lorong. Ia baru saja m
Tirai tipis menyaring cahaya matahari. Suara mesin medis berdetak pelan. Rosetta duduk di kursi samping ranjang, mengenakan blouse abu dan celana bahan hitam. Tangan Hector tampak lemah namun masih menggenggam jemarinya.Ini sudah sore dan anak-anak sudah pergi dua jam yang lalu karena Hector dan Seraphina harus istirahat. Dan sekarang, Hector sudah bangun menatap putrinya.“Rosetta Morgan,” panggilnya sambil tersenyum tipis.Wanita paruh baya itu pun meraih telapak Hector untuk dia tempelkan di pipinya.“Ya, Pa?”Hector menarik napas lalu pandangannya mencoba ingat di masa dulu. “Kau masih ingat waktu kecil dulu? Kau benci disisir karena katanya sakit. Rambutmu keriting dan selalu mengembang ke mana-mana.”Rosetta tertawa pelan. “Ya, Mama bilang rambutku mirip singa.”“Dan aku bilang kau calon ratu.”“Ratu yang membuat sibuk ayahnya tiap pagi untuk menyisir rambutku sebelum aku ke sekolah.”“Waktu itu aku terlalu sibuk untuk banyak hal. Sampai tak terasa kesibukan itu membuatku lupa
“Opa.”Suara kecil Allerick membuat Hector membuka mata. Dia menoleh ke arah pintu, rupanya cucu yang dinanti sudah datang.“Apa aku mengganggu Opa?” tanya pria kecil itu masih berdiri di ambang pintu.Meski warna pucat masih nampak di wajah Hector, lelaki tua itu tetap tersenyum. Matanya juga ada semburat kehidupan yang terang.“Mana Seraphina dan Aiden?” tanya Hector lemah.Allerick berjalan menghampiri bersama Luciano lalu dibantu oleh sang ayah duduk di sisi ranjang.“Itu cucu opa yang paling cantik.” Allerick menunjuk ke pintu, di mana sebuah ranjang didorong masuk oleh perawat.Putri Wilbert itu belum bisa banyak bergerak. Dia masih terbaring di ranjang dengan infus dan selang oksigen yang menghiasi tangan juga hidungnya.Sejenak mereka diam, membiarkan perawat mengatur posisi dua ranjang pasien tersebut. Hector juga meminta Rosetta membantunya mengatur tinggi sandaran ranjang, supaya Hector bisa leluasa memandang cucunya.“Aiden masih di jalan, Opa,” ucap Allerick sebelum kakek
“Berhenti di depan. Belikan dua bungkus kebab. Fish and chips juga, aku rasa Aiden menyukainya.” Damian memperhatikan deretan kios di jalanan kota London malam ini, membuatnya ingat pada Emma dan Aiden di rumah.Tony yang membawa mobil pun mengangguk sambil memutar kemudi ke bahu jalan. “Baik, Tuan.”Sambil menuggu, Damian mengingat perkataan terakhir Karissa tadi.“Padahal aku hanya ingin terbaik untukmu, Emma. Semoga kamu mengerti maksudku selama ini.”Hampir satu jam perjalanan, akhirnya Damian sampai juga di depan rumah sederhananya. Tony membantu saudara kembar majikannya untuk turun dan duduk di kursi roda.“Anda perlu bantuan lagi, Tuan Damian?” tanya Tony mengantar sampai depan pintu.“Tidak perlu.” Damian meraih dua kantong makanan di tangan Tony. “Terimakasih.”“Dengan senang hati, Tuan. Kalau begitu saya permisi.”Selepas kepergian supir pribadi Luciano itu, Damian mengetuk pintu beberapa kali. Berharap Emma yang membukakan pintu atau Aiden.Sayangnya tidak ada yang menyahu
"Oh ya, aku baru ingat sesuatu ..." Karissa menjeda ucapannya membuat Damian menoleh dengan sebelah alis terangkat.Seakan paham Damian menunggu kelanjutan kata-katanya, Karissa membenarkan posisi duduk lebih dulu. Barulah dia bicara."Soal Emma. Aku akui dia cukup kuat mengurusmu. Aku sepertinya tidak akan memiliki kesabaran yang sama sepertinya."Mendengar pernyataan yang baru saja diungkapkan Karissa, jujur, Damian sempat tersentak kaget. Meski berhasil ditutupi dengan raut datarnya, tapi tak dipungkiri Damian sedikit shock karena Karissa yang tak ada hujan, tak ada badai, tiba-tiba menyinggung Emma."Bagaimana kamu bisa tahu?"Bahu Karissa mengedik asal. "Aku juga punya ibu mertua yang tahu segalanya. Sedikit clue saja, dia pasti akan ceritakan semua tanpa ada yang terlewat."Ah, benar juga. Mama Rosetta memang suka sekali bercerita. Apalagi hanya memiliki Karissa sebagai menantu, pasti sudah cerita soal hubungannya dengan Emma selama empat tahun ini. "Yaa begitulah. Jangankan k
Luciano memasuki kamar Seraphina, tapi yang dia lihat hanya Karissa dan putrinya.Karissa yang sedang menyelimuti Seraphina pun menoleh, lalu memberikan kode supaya Luciano jangan berisik. Putri mereka baru saja tidur.“Mama dan Deimos?” Pria itu bertanya tanpa suara, hanya gerakan bibir tapi Karissa paham.Dia lalu berbisik setelah Luciano dekat dengannya. “Seraphina baru minum obat, dia harus istirahat. Jadi mama bawa Allerick main di luar.”Setelah bicara, Karissa bergerak untuk pergi. Tetapi belum sampai tangan itu menyentuh handle pintu, Luciano sudah lebih dulu memeluk dari belakang. Karena kedua lengan Karissa ikut dalam rangkulan, dia pun tidak bisa melepas.“Luciano.”“Jangan melawan. Meski sudah berlatih empat tahun, tenagamu belum sekuat itu.”Karissa memejam sambil menarik napas dalam. “Ini di rumah sakit, Luciano. Aku cukup sulit menidurkan Seraphina.”Luciano terdiam sejenak sambil membungkuk dan menghidu aroma rambut Karissa. Bau stroberi yang tak pernah berubah sejak