Haidar segera bangun lagi dan berharap tangis yang didengar bukanlah tangis untuk kematian sang istri dan anak. Bendera kuning yang tertancap, Haidar harap itu hanya salah penempatan. Mencoba berlari meskipun kakinya seperti tetap berhenti di tempat."Assalamu'aalikum. Mama, ini ada apa!" Haidar mengepalkan tangan, melihat semua keluarga berkumpul dengan tangis."Abiiiiiiiiii! Huaaaaaaaa!" Ketiga anak kembarnya langsung memeluk Haidar."Nak, i-ibu sama adik masih di rumah sakit sudah membaik kan? Iya kan?" tanya Haidar.Masih belum ada jawaban. Kembar tiga justru semakin menangis saat dagu mereka diraba oleh Haidar. Jika tidak ada jawaban, jawaban dari diam itu sudah bisa diartikan. Emosi Haidar membludak, ia justru bertanya dengan berteriak!"Orang sebanyak ini kenapa tidak ada yang menjawab!" Air matanya tidak mampu ditahan, ini terlalu sakit.KLING.[ "Selama
"Menyebalkan! Misi macam apa ini? Masa untuk mempertahankan jabatan CEO harus luluhin cewek asing, buang-buang waktu saja!" pekik pria itu frustasi setelah beberapa kali memandang dokumen yang berisi info tentang calon istrinya.Meski hujan, Haidar bahkan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia masih tak menyangka dengan syarat yang diberikan keluarganya. Terlebih, dia jauh lebih muda dari Haidar!"Aaaaaaaaaaaaa!" Suara teriakan perempuan dari depan membuat Haidar terkejut. Ia segera mengerem mobil. CIT!Brugh!Sayangnya, pengendara motor di depannya tetap terjatuh. Oleh sebab itu, Haidar gegas keluar mobil dan menghampiri. "Sorry, sorry! Ada yang luka?"Alih-alih menjawab, perempuan itu merintih kesakitan. Hal ini membuat Haidar terdiam dan terus mengamatinya. Barulah dia tersadar sesuatu .... Bukankah gadis yang dijodohkan dengannya?"Malah bengong! Tolongin, woii!" teriak calon istri yang dijodohkan dengan dirinya secara diam-diam itu. Saat ini, Ciara memang basah kuyup
"T-tolong!" teriak Ciara."Astaghfirullah! Ci, Cia … bangun!" seru Haidar sembari menepuk-nepuk pundaknya."Aaaaaa, tolong!" teriaknya lagi lalu terbangun."Haduh! Bisa-bisanya tidur sebentar aja udah ngelindur. Bangun-bangun gelagapan kayak habis dikejar setan," ucap Haidar. "Astaghfirullahal'adzim, aku mimpi kita kecelakaan. Alhamdulillah cuma mimpi Ya Allah. BTW, kok Om biarkan Cia tidur beneran, sih!" omelnya."Orang lemes begitu ya biarin aja tidur daripada pingsan maksain melek!" Haidar tersenyum samar ke arah Ciara. Betul juga, Ciara memang sedang lelah, badannya tidak baik-baik saja akibat hujan yang menerpa. Setelah ganti baju yang diserahkan Haidar, ia dan Haidar tidak menunda waktu untuk perjalanan pulang ke rumah gadis cantik tersebut. Haidar sengaja membiarkan Ciara tertidur di tengah perjalanan."Hhh! Ya takutnya manfaatin kesempatan dalam kesempitan!" bentak Ciara. "Kamu kok jadi emosi?" "Ya jelas! Laki-laki kalau lagi nak---""Suud! Laki-laki seperti Om ini kalau na
Suara benturan keras antara mobil Haidar dan pembatas jalan, terjadi di tengah sunyinya jalan dan derasnya hujan. Mereka mengalami kecelakaan tunggal karena rem blong. Akibat benturan tersebut membuat serpihan kaca mengenai tubuh keduanya, sementara kaki Haidar terjepit kursi dan dashboard."O-om, bangun!" pinta Ciara dengan lirih sebelum pingsan. Tidak ada satu menit setelah kejadian, keduanya tidak sadarkan diri. Darahnya banyak yang yang keluar melumuri mobil. Beruntungnya ada teman Haidar yang tadi sempat disuruh mengawasi keberadaannya bersama Ciara secara diam-diam. ***Selang berisi darah sudah berjalan masuk ke dalam perangkap transfusi darah untuk Ciara. Lain dengan Haidar yang masih terbaring belum sadarkan diri setelah operasi kakinya. Ciara meminta satu ruang bersama Haidar, bukan karena ingin mencari kesempatan, tetapi karena rasa bersalahnya yang hinggap. "Bangunlah! Om kan masih mau belajar buat sate yang enak. Katanya mau buktiin, bangun!" Suara alat bantu di rumah
"Apa-apaan ini? Om belum pernah nikah," jawab Haidar. "Terus itu siapa? Om juga denger sendiri, kan? Laki-laki tak tahu diri!" teriaknya. "Haidar! Alhamdulillah ... ternyata mayat yang di depan bukan kamu. Maaf ya, ngaku-ngaku jadi istri kamu ... biar cepet diladenin, soalnya lagi rame di depan." Perempuan berpakaian baju kantor yang menjadi sekretaris Haidar itu langsung masuk ruangan. "Hahaha, iya gak masalah," jawab Haidar.'Sial! Kenapa mereka nggak luka yang lebih parah?' batin Toya. "Hmmm ... Alhamdulillah masih diberi hidup, jadi ... masih ada kesempatan untuk menikahi Ciara." Haidar mengedipkan mata kirinya. "Ish, turuti syaratnya dulu!" bentak Ciara. "Mau dituruti atau nggak, yang namanya jodoh gak akan ke mana ... hahaha, lagian kalau udah naksir gak usah sok-sokan. Tadi aja pas Toya bilang suami ... wajah kamu udah kayak tomat," jawab Haidar."Ihh! Cia tuh hanya melindungi diri dari sengatan mangsa laki-laki! Intinya gak mau dipermainkan. Masih kekeh ingin mencoba penu
"Menikahnya sudah Om yang minta. Sekarang ganti Cia yang milih malam pertamanya. Mau di hotel aja! Kalau di hutan dingin!" rengek Ciara. "Justru dinginnya itu yang dicari," jawab Haidar. "Ogah, Cia mboten purun!" Ciara memonyongkan bibirnya. "Kedah purun," sahut Haidar. "Dibilang tidak mau ya tidak mau! Menyeramkan, Om! Cia tuh … takut gelap yang akut sebenarnya," ungkap Ciara. "Kenapa tertawa?" "Ya sudah ngikut kamu," jawabnya.Haidar mengalah untuk yang ini. Pikirannya sudah tertata karena jabatan CEO tetap berhasil. Haidar menyadari, selesai masalah satu, dia akan menghadapi perkara baru. Namun, itu sudah menjadi pilihannya.***"Siapa yang beliin baju itu? Siapa juga yang suruh pakai!" Haidar menutup mata. "Om kok begitu, tidak senang?" tanya Ciara. "Kamu terlalu menggoda!" Haidar berjalan ke ranjang, tetapi malah berselimut sendiri. Entah, harus dengan bahasa apa Haidar mengatakan yang sebenarnya. Pernikahan yang hanya pura-pura dijalankan dengan cinta. Menikahnya secara
"Ini, ada kabar dari keluarga Mamamu," jawab Ciara. "Kabar apa? Mana … kok sudah mati cuma sebentar?" tanya Haidar. "Hahaha … kena prank. " Ciara tertawa lepas, dia kesal dengan suaminya, sekalian saja di-prank. "Is, kamu masih waras? Masa baru beberapa hari nikah sama Om ... jadi gila?" Haidar menyentuh jidat Ciara. "Om Sayang apa, sih? Katanya suruh prasangka baik, lah ini … malah mengira kalau ciara gila!" keluhnya. "Hahaha, ingin ketawain saja. Yuk, buruan isi tenaga!" ajak Haidar. Haidar tahu saja kalau Ciara hanya prank. Begitulah dia, tidak mudah untuk dikelabui. Tidak kehabisan ide, Ciara terus bersikap centil di hadapan Haidar. Prank-nya gagal, tetapi tidak dengan langkah fisik selanjutnya. "Cium dululah!" pinta Ciara. "Om Sayang kan, tidak suka orang lebay!" Haidar ikut bercermin meraba dagu mulusnya sendiri. "Dulu saja mengancam mau cium waktu belum menikah, sekarang sudah menikah masa malah dibiarkan. Tidak mau mencium, ya sudah tidak mau makan!" seru Ciara. “Hhhh
"Tenang, kita liat sama-sama," jawab Haidar. Kabar tidak sedap kembali mengguncang. Tangis yang menderu itu, ternyata tangis tentang kabar kecelakaan pesawat yang tentunya menimbulkan banyak korban. Pihak yang akan bekerjasama dengan Haidar pun membatalkan pertemuan di waktu tersebut, mereka mengundur sehingga mengakibatkan Haidar mengurus kerjasama yang di luar kota terlebih dahulu. Pengunduran dilakukan karena pihak sana juga tahu akan kecelakaan tersebut yang mana beberapa korbannya merupakan anggota keluarga dari pihak yang akan bekerjasama. ***"Om Sayang, boleh minta sesuatu gak?" tanya Ciara. "Asal bukan anak," jawab Haidar. 'Hhh, minta jawaban aja," sahut Ciara. "Apa, hmm?" Mereka sudah dari tadi di atas ranjang, tetapi belum juga memejamkan mata karena Ciara terus saja mengajak bicara. Meskipun tidak jadi ke luar negeri, besok Haidar sudah harus berangkat ke luar kota. Seperti wanita pada umumnya, Ciara sengaja manja ke suami, walaupun dia juga tahu seharusnya malam ini