Chloe meninggalkan kekasihnya, Dante, yang juga lebih muda darinya. Hubungan mereka berakhir tanpa penjelasan. Hingga tiga tahun kemudian, Chloe dikejutkan oleh kenyataan Dante kembali bukan hanya sebagai mantan, tapi juga adik tirinya. Tinggal satu atap memaksa mereka berhadapan dengan luka lama, dendam, dan obsesi. Dalam rumah yang sama, batas antara keluarga dan cinta perlahan kabur, membawa mereka pada hasrat yang semakin berbahaya
View More“Lucu ya. Dulu kamu yang pergi seenaknya. Sekarang kita ketemu lagi sebagai … saudara tiri.” Kalimat itu jatuh begitu saja dari bibir Dante. Nada suaranya ringan, tapi lebih mirip ejekan ketimbang sapaan.
Chloe terhenti di ambang ruang tamu. Tubuhnya seakan membeku. Koper masih digenggam erat, jemarinya pucat seolah enggan melepas. Mata bulatnya terpaku pada pria yang berdiri di seberang ruangan.
Tiga tahun ia pergi dengan harapan bisa melupakannya, tapi takdir justru menyambut dengan mimpi buruk. Ibunya menikah dengan ayah dari pria yang ia ingin hapuskan dari dunia.
Dua bulan lalu ketika ibunya meminta restu, Chloe menjawab santai, “Ibu bebas menikah dengan siapa saja, asal ibu bahagia.” Namun siapa sangka, ‘siapa saja’ itu berarti ayah dari mantannya sendiri.
Dante.
Sebelumnya dia hanyalah seorang remaja yang masih kebingungan dengan masa depan. Namun sekarang tubuhnya jauh lebih besar. Rambut hitamnya lebih panjang, jatuh berantakan menutupi dahi. Ada tindik telinga kiri yang memberi kesan liar, tapi matanya tetap tajam dan dingin.
Dulu hanya menyebut namanya bisa membuat jantung Chloe berdebar. Tapi sekarang rasanya lebih mirip pukulan telak di ulu hati.
Chloe menelan ludah. “Kamu … .”
“Tidak menyangka?” Dante tersenyum miring, lalu melangkah mendekat. “Kau pasti jarang berkomunikasi dengan ibumu. Biar kuberitahu, ayahku menikah dengan ibumu. Jadi, ya selamat datang di rumah kita, Kakak.”
Nada suaranya ringan, tapi Chloe bisa merasakan sesuatu yang lebih berat tersembunyi di balik setiap kata.
“Aku pasti sudah gila,” gumam Chloe pada dirinya sendiri..
Dante mencondongkan tubuhnya sedikit mendekat hingga jarak mereka tak sampai dua langkah.
“Itu benar. Kau gila. Pergi tanpa alasan dan menghilang seolah aku tidak pernah ada. Dan sekarang kau muncul di ruang tamu rumahku dengan senyum manis seakan semua baik-baik saja.”
Jantung Chloe berdegup kencang. Ia membuka mulut, ingin menjawab, tapi langkah kaki di belakang memutus ketegangan..
“Chloe, ayo kita masuk—”
Sarah—ibu Chloe—berdiri di sana dengan wajah penuh senyum, tapi ekspresinya membeku begitu melihat putrinya dan Dante berdiri terlalu dekat. Keheningan singkat menelan ruangan.
Chloe sontak menyingkir. Wajahnya pucat menahan emosi. Sementara pria yang mengenakan kaos hitam itu melangkah mundur sambil menyelipkan senyum tipis seolah tidak terjadi apa-apa.
“I-ibu, aku baru saja mau masuk kamar,” ujar Chloe berusaha terdengar tenang.
Sarah mengerjap menatap keduanya bergantian, mencoba membaca situasi.
“Oh begitu ... . Baguslah kalian sudah bertemu. Kalian sudah berkenalan?”
“Iya. Aku sudah mengenalnya dengan baik. Justru sangat baik.” Dante terkekeh kecil. Kalimat itu diucapkan dengan nada yang manis, tapi Chloe tahu betul racun yang terselip di baliknya.
Sarah berdeham kecil, mencoba menghapus keretakan di wajahnya. Senyum hangatnya kembali dipaksakan, meski tidak sepenuhnya berhasil.
“Ayo, sayang. Ibu sudah siapkan kamar untukmu. Kau pasti lelah setelah perjalanan jauh.”
Dengan langkah kaku, Chloe berjalan menjauhi pria itu. Setiap ayunan langkah terasa berat, seakan lantai rumah itu menjelma lumpur yang menenggelamkan.
Sarah berjalan di sampingnya, sesekali mengulas senyum rindu. Namun Chloe nyaris tak bisa membalas. Kepalanya masih dipenuhi bayangan wajah mantan kekasihnya.
Begitu pintu kamar terbuka, aroma harum lavender menyambut. Sprei putih bersih, meja kecil dengan vas bunga segar, bahkan foto masa kecil Chloe yang entah bagaimana bisa ada di sana. Sarah menyiapkan semuanya dengan teliti dan cinta yang selalu ia rindukan.
“Hanya ini yang bisa Ibu lakukan. Semoga kau merasa betah di rumah ini,” ucap Sarah lembut.
Chloe tersenyum tipis, berusaha menghargai. “Terima kasih, Bu. Kamar ini ... indah sekali.”
Sarah menatap putrinya dengan mata berkaca-kaca. Tangannya terulur, menyentuh pipi Chloe seolah takut kehilangan lagi.
“Akhirnya kita bisa bersama lagi. Ibu janji kali ini berbeda. Tidak ada lagi yang akan memisahkan kita.”
Kata-kata itu menusuk dada Chloe. Rasa bersalahnya kembali muncul karena tiga tahun penuh dia tak pulang untuk menemui sang ibu.
“Apa ibu bahagia dengan pernikahan baru ibu?”
Sarah menatap Chloe penuh kasih. “Ibu tahu ini mendadak untukmu. Tapi percayalah, Richard orang yang sangat baik. Ibu bahagia dengannya. Dan ibu harap kau juga, Chloe.”
“Tapi kenapa harus Ayah Dante, bu?”
Sarah mengerutkan kening. “Memangnya kenapa? Apa kau tidak menyukai Richard, Sayang?”
“Bukan Paman Richard-nya, tapi ... .”
Suara tercekat di tenggorokannya. Ia ingin bercerita. Tentang luka, Dante, dan sesuatu yang seharusnya tidak pernah terjadi. Tapi bibirnya seakan terkunci. Hanya ada senyum hambar yang dipaksakan.
“Tidak, Bu. Tidak ada apa-apa.”
Sarah menarik napas panjang, lalu tersenyum lembut. “Kau pasti lapar. Ibu akan turun menyiapkan makan malam. Beristirahatlah sebentar, sayang.”
Chloe hanya mengangguk. Saat ibunya melangkah pergi, ia sempat menoleh sekali lagi. Dan tepat sebelum pintu tertutup, matanya menangkap bayangan Dante berdiri di ujung lorong.
Ia tidak bergerak. Hanya berdiri, menatap lurus ke arahnya dengan sorot yang sulit diterjemahkan.
Chloe buru-buru menutup pintu, punggungnya menempel pada kayu dingin itu. Dadanya naik-turun cepat, keringat dingin membasahi pelipis.
Tidak peduli seberapa manis kamar ini disiapkan, rumah ini bukan rumah. Bagi Chloe tempat ini kini lebih mirip penjara.
Karena di balik setiap pintu, ada Dante.
Chloe berdiri di belakang meja bar. Tangannya lincah menata gelas dan membersihkan bekas tumpahan susu. Matanya tampak fokus, tapi gerakannya terlalu mekanis seolah pikirannya tertinggal di tempat lain.Sudah hampir setengah jam ia bekerja tanpa bicara. Hanya sesekali mengangguk ke pelanggan yang memesan. Di luar jalanan sore mulai ramai, tapi dunia di dalam kafe terasa jauh lebih tenang.Sampai suara berat namun tenang memecah keheningan.“Kau baik-baik saja?”Chloe menoleh pelan. Arga bersandar di meja kerja sebelah, rambut gondrongnya dikuncir rapi, lengan seragamnya digulung sampai siku. Ia menatap Chloe dengan ekspresi cemas yang disamarkan oleh senyum tipis.Chloe sedikit mengerutkan kening, tidak mengerti maksudnya.Arga menatapnya sejenak, lalu menunduk, seperti ragu apakah ia seharusnya melanjutkan.“Maksudku… semalam. Pria itu. Dia sungguh adikmu?” Ia menatap lurus, seolah mencari kata yang tepat.Chloe mengedip pelan, lalu menurunkan pandangan ke cangkir yang sedang ia lap.
Dante melangkah mendekat lagi, menutup celah hingga napas mereka hampir bercampur. Chloe menatapnya datar dengan mata dingin yang tak mau luluh. Hanya ada bunyi langkah dan jantung mereka yang berdetak kencang.“Aku akan membunuhmu kalau berani menyentuhku tanpa izin lagi!” Chloe memerintah, suaranya tegas.Tawa Dante meledak, menggulung dan mereda jadi senyum sinis. “Kalau kau tak ingin kusentuh, jangan buat aku marah, Chloe,” jawabnya pelan. Suara itu menjadi dingin, seperti baja yang mengiris.Chloe mendesah. “Dasar gila.” Suaranya penuh rasa jijik.Dante mencondongkan badan, pandangannya menekan. “Kuperingati kau agar tidak dekat-dekat dengan pria lain, selain aku.” Kata-katanya seperti klaim, bukan nasihat.“Kau siapa berani mengaturku?” Chloe menantang, dagunya terangkat.Dante mundur sebentar, lalu tertawa pendek sebelum melangkah maju lagi. Di bawah lampu kuning, bekas luka di pipinya tampak menonjol.“Aku? Adikmu. Kau sendiri yang bilang, bukan?” Suaranya mengambang, penuh ej
Aroma kopi pekat langsung menyambut Chloe saat ia melangkah masuk ke kafe. Wanita itu menata rambut sebahunya yang bergelombang ringan, meski beberapa helai jatuh bebas menutupi pipinya yang pucat.Wajahnya sederhana, tapi cantik alami dengan mata besar dan bening itu memantulkan kegugupan sekaligus tekad. Dengan celemek hitam yang baru ia kenakan, Chloe terlihat seperti potret barista pemula yang berusaha keras tampil percaya diri.“Chloe, kan?” Suara ramah menyapa.Seorang pemuda berpostur tinggi dengan rambut agak gondrong rapi melangkah keluar dari balik meja kasir. Namanya Arga, senior di kafe itu. Usianya mungkin 25-30 tahun, sorot matanya hangat dan penuh selidik.“Iya.” Chloe tersenyum kikuk, menyembunyikan kegugupannya.Arga mengangguk sambil tersenyum miring. “Aku Arga. Mulai hari ini kita partner kerja. Kamu shift sore sampai malam, kan?”Chloe hanya mengangguk singkat, lalu berjalan mengikuti langkah Arga ke belakang meja. Mesin espresso mendesis, aroma cokelat panas berca
Chloe duduk di kursi makan dengan rambut masih berantakan. Matanya sayu akibat semalam hampir tidak tidur.Meja sudah penuh dengan hidangan. Ada roti panggang, telur, dan kopi hangat yang aromanya menusuk hidung.Richard duduk rapi dengan koran di tangan. Sementara Sarah mondar-mandir menambahkan makanan ke piring masing-masing.“Chloe, semalam kau ke mana? Ibu masuk ke kamarmu, tapi kau tidak ada,” tanya Sarah sambil menaruh gelas susu di depannya.Chloe yang sedang meneguk air langsung tersedak. Batuk keras, dadanya naik-turun, membuat semua orang menoleh.“Chloe, hati-hati!” Sarah panik, menepuk-nepuk punggungnya.Wajah Chloe memanas. Bukan karena tersedak, tapi karena otaknya baru saja menampilkan kembali kilasan semalam—mereka bersembunyi di lemari, dan… bibirnya yang direnggut begitu saja.Chloe buru-buru menggeleng, mencoba menenangkan diri.“A-aku sedang keluar mencari angin, Bu,” jawabnya bohong.Dari ujung meja, Dante menatapnya. Pria itu duduk santai, kaos hitam membalut tu
Chloe menatap langit-langit kamar, tubuhnya terasa berat. Semakin lama ia menatap, semakin besar keinginannya untuk pergi dari rumah ini. Namun kenyataan menampar keras. Tabungannya tidak akan cukup.“Aku belum mulai bekerja. Aku juga tidak mau merepotkan ibu,” gumamnya getir, suara nyaris pecah.Ponselnya masih tergeletak di lantai, layar padam. Ia menunduk, lalu meraih benda itu hendak menutup semua tab kost-an yang ia buka. Tapi tiba-tiba, ponselnya berdering beberapa kali.Tring! Tring!Pesan masuk dengan cepat dan bertubi-tubi.Chloe terdiam. Angka di ikon pesan naik seperti deret hitung gila. Mulai dari 15… 27… 39… hingga lebih dari 50 pesan masuk hanya dalam hitungan menit.Ia membuka satu. Isinya sama, hanya satu kata sapaan ‘hai’. Pesan berikutnya? ‘hai’. Dan berikutnya lagi masih ‘hai’.“Orang bodoh mana yang sebar spam seperti ini?” Chloe mendengus, buru-buru memblokir nomor itu. Ia melempar ponsel ke kasur, lalu menutupi wajah dengan bantal mencoba menenangkan diri.Belum
Chloe berdiri tepat di depan cermin. Jemarinya sibuk merapikan kerah kemeja putih. Hari ini ia punya wawancara penting. Sebuah kesempatan untuk memulai kembali hidupnya, jauh dari masa lalu yang masih membayang.Namun, bayangan itu justru datang tanpa diundang. Kilatan kembang api. Sorak-sorai orang-orang yang berdesakan di alun-alun kota. Dan sosok Dante, tiga tahun lalu, yang menggenggam erat tangannya."Tunggu aku di bawah pohon besar. Setelah hitungan mundur, kita akan melihat kembang api bersama. Aku ingin malam tahun baru kita jadi awal yang baru, Chloe."Itulah janji terakhir yang Dante ucapkan. Janji yang ia hancurkan sendiri. Karena ketika malam itu datang, Chloe tidak pernah muncul. Ia memilih kabur meninggalkan Dante sendirian di tengah keramaian.Chloe mengerjap cepat, menepis kenangan itu. Ia menarik kemeja hingga menutup sebagian tubuhnya, namun belum sempat mengancingkan semua, suara pintu berderit terbuka hingga membuatnya menoleh kaget.Sosok pria paling dibenci berdi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments