"Istrimu itu Tih, kurang ajar banget sama Ibu, kalau bukan anak orang kaya udah Ibu pecat dia jadi mantu," kata Bu Pika jengkel."Ya habisan Ibu nya juga sih maghrib-maghrib dateng ke sini cuma mau bikin kesel aja, panteslah Andin marah. Fatih juga males jadinya."Bu Pika terbelalak, dada yang tadi bergemuruh kembali terasa panas."Kamu kok jadi nyalahin Ibu juga sih?""Jelas aja dong Bu, coba kalau Ibu gak bikin ulah, mungkin sekarang kami adem-adem aja.""Ah ya udahlah, percuma juga Ibu ngomong sama kamu, sia-sia juga ternyata Ibu dateng ke sini, kamu sama aja kayak si Hanum, gak punya rasa kasihan sama Ibu," tandasnya.Bu Pika lalu bangkit dan melangkah tergesa keluar, niat hati ingin dikejar dan dihentikan oleh Fatih tapi nihil.Lagi-lagi Bu Pika harus gigit jari dan menahan rasa kecewanya saat anak-anak yang selama ini ia bangga-banggakan malah memberi rasa sakit ke dalam hatinya."Tih kamu gak mau antar Ibu pulang apa?" tanya Bu Pika lagi, saat sengaja ia menghentikan langkah di
"Jadi kamu mau bantuin Ibu atau enggak?" tanya Bu Pika kesal. Berkali-kali dirinya itu diperlakukan begitu oleh anaknya, lempar sana lempar sini, seperti sangat tidak ingin anak-anaknya itu membantu kesusahan sang ibu."Enggak Bu, kami 'kan udah bilang enggak," jawab Angga dengan suara lugas."Ya udahlah terserah," tandas Bu Pika seraya pergi dengan hati yang dongkol."Susah-susah pergi pagi-pagi begini ke rumah Alfa, ternyata sama aja hasilnya. Kenapa sih anak-anakku begitu? Baru aja minta bantuin bayar hutang, mereka udah ogah-ogahan begitu, gimana kalau ngurusin kematianku nanti? Apa mereka juga akan bersikap masa bodoh? Keterlaluan!" gerutu Bu Pika di dalam angkot."Tante?" Seseorang yang baru saja naik menepuk pundak Bu Pika. "Eh Jasmin?""Iya Tante," seru seorang wanita berpenampilan modis itu.Mereka lantas cipika-cipiki dan saling memeluk."Udah lama kamu gak main ke rumah Tante," kata Bu Pika."Iya Tante, gak enak soalnya, sekarang anak Tante yang mau dicomblangin sama Jas
PoV Hasan"Kalau Ibu udah males Ibu teh bisa pulang sekarang kok, tapi Asmi gak akan buru-buru mulai acaranya sebelum bapak Asmi datang," kata Asmi dengan suaranya yang lugas.Aku melongo, tumben-tumbenan istriku bicara begitu sampai wajah ibu terlihat sangat pias dibuatnya.Asmi lalu pergi ke belakang untuk mengambil makanan ringan yang belum disajikan.Sebetulnya aku ingin terbahak saat melihat Asmi bicara begitu pedasnya pada ibu. Astagfirullah emang aku ini durhaka banget, tapi biarkanlah siapa suruh ibuku bersikap begitu, datang ke acara kami bukannya ikut nimbrung mengobrol dan memperkenalkan diri pada mertuaku malah duduk pongah di pojokan, hadeh ibu ... ibu, entah kapan berubahnya ibuku itu, atau mungkin karena eyangku salah kasih nama? namanya kan PIKA, kalau kata orang Sunda tuh Pikasebeleun yang artinya nyebelin. Haha."Kak Hasan kok beli rumah bagus gak bilang-bilang?" tanya Hanum berbisik-bisik. Aku nyengir saja sambil menggeleng kepala.Kemudian Aldan juga bertanya."Ka
"Bu, Bu, bangun, Ibu kenapa?" Aku mengusap-ngusap pipi Ibu."Eh kenapa ibumu itu San?" tanya Bapak seraya cepat mendekati kami."Pingsan, Pak." "Apa? Ibu pingsan? Bawa ke kamar tamu aja, A," kata Asmi.Segera aku menggendong ibuku ke kamar."Ya udah atuh ya sambil nunggu ibu sadar, silakan semuanya untuk menikmati hidangan yang sudah dipersiapkan," kata Asmi sambil mengekor di belakangku.Semua orang pun akhirnya menuju tempat prasmanan yang sudah disediakan di ruang keluarga."Kok bisa sih Ibu pingsan? Apa karena kecapekan?" tanya Asmi lagi seraya sibuk membantu menidurkan Ibu dengan nyaman di atas kasur."Gak Neng, bukan karena itu." "Terus?""Ibu kaget denger Neng ternyata adalah anak orkay," bisikku, Asmi cepat mencubit pahaku. "Bercanda terus, heran," dengusnya kesal."Aw sakit Neng.""Biarin.""Pake kayu putih, A," kata Asmi lagi."Gak bakal mempan, pake duit baru sadar.""Aa," kata Asmi sambil mencubitku lagi lebih kencang."Bercanda mulu atuh ih heran deh."Aku hanya cekiki
Aku terkesiap, buru-buru kumatikan hp dan memasukannya ke saku kolor."Lagi apa sih? Malah duduk di luar, udah dikasih ke Ibu belum suvenirnya?""Udah Neng, udah. Oh ya, nih Aa bawain es cendol bahenol buat, Neng," kataku sambil mengulurkan tangan memberikan plastik berisi es cendol.Asmi tak langsung menerima, ia malah menatapku penuh selidik dengan mata menyipit."Kenapa, Neng?""Aa gak lagi sembunyiin apa-apa dari Neng 'kan?"Teg. Jantung langsung jedag-jedug, kalau cewek emang begitu kali ya? pandai banget nyium bau-bau aneh yang gak biasa."Emang Aa mau sembuyiin apa Neng sayang? Aa 'kan gak punya apa-apa, tidur aja Aa numpang di rumah, Neng," ujarku merayu."Masa? Serius?" Asmi kembali meneyelidik."Serius, Neng.""Ya tapi rumah ini bukan milik Neng lagi sekarang, tapi milik kita berdua," katanya seraya tersenyum manis semanis arumanis di si abang-abang rongsok.Aku dan Asmi masuk ke dalam, ibu mertua dan nenek sedang duduk melihat televisi. Kuberikan cendol itu pada mereka."Ma
"Wah gak bisa dibiarin ini A, labrak aja labrak!"Asmi akan segera bangkit tapi cepat kutarik lagi tangannya."Tunggu dulu! Maen labrak aja, siapa tahu itu bos nya? Atau temen kerjanya 'kan?"Asmi kembali diam."Betul juga, tapi kok mereka suap-suapan begitu, A? Lihat tuh ih kok mereka mesra banget? Kita juga kalah, A." Betul juga apa kata Asmi, kalau mereka hanya sebatas rekan kerja kenapa terlihat mesra banget? Pake suap-suapan pula. Wah gak bisa dibiarin nih, segera kutelepon Kak Alfa."Halo Kak, coba Kakak tanya Kak Angga lagi di mana?""Apaan sih kamu Hasan? Tumben tanya-tanya Kak Angga, emang mau ada urusan apa? Bisnis?""Iya udah telepon aja dulu, tanyain sekarang posisi di mana?"Kak Alfa pun mematikan sambungan teleponnya denganku, tak lama kulihat Kak Angga mengangkat telepon.Selesai mereka bertelepon Kak Alfa kembali meneleponku."Halo Hasan, Kak Angga lagi di luar kota, Kakak sampe lupa tadi pagi Kak Angga bilang mau ada urusan kerjaan ke luar kota selama 3 hari."Nyes.
"Gak! Ibu gak percaya, dan gak akan mau percaya," tolak Ibu."Terserah tapi Hasan gak akan mau kawin lagi," pungkasku, cepat-cepat aku pergi dari hadapan Ibu.Bisa stres aku dibuatnya kalau aku masih di rumah ibu."Ayo Neng pulang!" Aku menarik tangan Asmi keluar."Hasaaan!" teriak Ibu."Apa sih yang mau kamu banggain dari cewek gendut kayak si Asmi?" Sontak Asmi menghentikan langkahnya, dia menarik tanganku hingga aku berhenti mendadak.Asmi lalu berbalik badan, ia kembali berjalan ke arah ibu."Apa kata Ibu?" tanyanya dengan wajah meruncing."Apa? Kamu gendut? Gak terima Ibu bilang gitu?""Emang kenapa kalau gendut?" Asmi balik bertanya, wajahnya terlihat semakin murka."Ibu ini sebetulnya teh kenapa sih? Asmi teh kurang apa sama Ibu? Sekarang Asmi teh udah punya Bapak, punya harta, punya segalanya, apa itu kurang bagi Ibu supaya Ibu mau menerima Asmi jadi menantu Ibu?" tegas Asmi bertanya."Ibu mau apa? Akan Asmi kasih, tapi Asmi mohon, jangan rusak rumah tangga Asmi sama A Hasan
"Ini apa-apaan Pika?" kencang Bapak bertanya."Pak, tap-tap-tapi ini gak seperti yang terjadi, kenapa perjanjiannya begini?""Sudah jelas kan sekarang? Jadi silakan kalian kosongkan hari ini juga!" kata pria itu lagi, lalu pergi dari hadapan kami.Aku menarik tangan ibu ke dalam, bapak mengekor."Ibu apa ini? Kok bisa rumah kita jadi dikuasai si Mimin begini? Sekarang sertifikatnya kemana?"Wajah ibu semakin cemas dan pucat."Jadi gini Hasan, Pak, sertifikat itu Ibu berikan sama Jasmin sebagai jaminan hutang piutang Ibu sama dia, tapi Ibu bener-bener gak tahu kalau Jasmin ternyata mau mengambil alih semuanya dengan membuat perjanjian yang gak Ibu ketahui isinya itu.""Hutang bekas apa sih Bu? Bapak kasih Ibu uang tiap bulan, dari gaji dan sewa kontrakan juga, apa itu masih kurang buat kita makan? Apalagi sekarang gak ada bibik, sudah pasti jatah gajinya pun masuk ke saku Ibu, sekarang tiba-tiba Ibu bilang punya hutang sampai harus menjaminkan sertifikat rumah begini, hutang buat apa e