"Hasan malah bengong, ngomong," kata Mas Fatih. Aku mengerjap dan cengengesan."Mas Fatih udah pinter aja ternyata marketingnya," candaku. Sekarang Mas Fatih yang nyengir.Hari itu kami berdua pun kerja di tempat baru.-Sore hari seperti biasa pukul 5 sore kami pulang. Di terminal belum ada tanda-tanda pendapatan bakal lebih baik sih, tapi lumayanlah daripada di pasar kemaren-kemaren sepi banget.Hari pertama aja kami udah dapat 70 ribu ini, semoga besok dan seterusnya bisa dapat lebih lagi.Saat sampai di rumah ternyata ada petugas PLN sedang memperbaiki meteran listrik di rumah kami."Asmi udah pulang, Bu?" Cepat aku bertanya pada Ibu yang sedang berdiri melihat petugas bersama Hasjun."Udah tuh di dapur."Aku buru-buru masuk, Asmi sedang menyiapkan makan ternyata, gak ada yang salah cuma aku kaget aja saat melihat banyak sekali makanan di atas meja makan.Pasalnya sejak ekonomi terpuruk Asmi gak pernah lagi masak sebanyak ini, lauk nasi paling hanya 1 atau 2 macem paling banyak,
"Mas Fatih serius hafal ayat Al-Qur'an?" Mas Fatih nyengir, "dikiiit banget, sejak Mas cerai sama Andin dan segala polemik hidup pun akhirnya mulai Mas rasakan, kesepian, patah hati, marah, kecewa, kelaparan, gak punya duit dan segala macamnya, Mas sempet kayak kamu, frustasi dan menyalahkan keadaan. Tapi Mas ingat lagi, dunia ini hanya titipan 'kan? Ngapain dipusingin? Toh mereka yang sekarang sedang di atas dan punya segalanya pun gak akan terjamin akan begitu terus sampai dunia ini berakhir. Hidup ini titipan, dan hanya yang menitipikannya yang tahu hidup kita ini akan seperti apa ke depannya, jadi ... tetap sabar dan ikhlas, karena di dunia ini tugas utama kita hanya beribadah mencari ridho Tuhan," ujar Mas Fatih panjang lebar.Ya Tuhan, aku sampe malu sendiri. Padahal selama ini aku selalu menganggap diriku paling baik hanya karena aku gak pernah julitin orang, aku anggap Mas Fatih itu buruk karena dulu dia hobby nyinyir aku dan Asmi.Kuanggap kebangkrutan dan bubarnya rumah tan
"Asmiii!" Rasa cemas menyerang tubuhku, tapi rolling door nya terlalu kuat untuk dibuka dengan tangan kosong.Untunglah saat itu ada dua orang laki-laki yang lewat, cepat kumintai mereka pertolongan."Mas, Mas tolong istri saya Mas, istri saya ada di atas dia lagi teriak-teriak minta tolong tapi rolling door nya susah dibuka," ujarku tanpa jeda.Mereka berdua pun ikut panik dan berusaha membantuku membobol rolling door tersebut."Pakai batu aja, kali bisa," ucap salah seorang diantaranya, bergegas ia mencari batu yang besar lalu menggedor-gedorkannya pada rolling door itu.Tapi nihil, usaha kami sia-sia, rolling door nya terlalu susah untuk dibuka.Aku makin panik dan cemas sementara diatas samar-samar kudengar Asmi masih berteriak minta tolong. "Ayo Mas cari cara lain supaya bisa dibuka Mas, kasihan istri saya," cecarku aku lagi. "Sebentar, biar saya ambil linggis dulu ke rumah. Rumah saya dekat kok," kata pria itu, buru-buru dia berlari.3 menit kemudian dia kembali lagi dengan l
"Dia itu temen kerja Neng A, namanya Thariq, semalam Neng tugas lembur lagi sama dia tapi Neng gak pernah nyangka dia bakal berbuat sekeji itu sama, Neng," jawabnya sambil melamun kosong.Aku menghela napas berat, ternyata laki-laki itu cuma karyawan biasa, padahal sama-sama lagi kerja, kok bisa otaknya miring gitu? Dasar bedebah, omes alias otak m*sum."Emangnya Neng gak ngerasa itu si Burik ada suka sama, Neng? Biasanya kalau orang yang ada rasa itu beda gerak-geriknya, Neng."Kening Asmi mengerut, "Aa nih, namanya Thariq A, Thariq bukan Burik," protesnya kemudian.Aku ngakak tak tertahan. Habisan aku kesel sama itu laki-laki sama lagi kerja nyari duit aja pake manfaatin keadaan."Udah ah, Neng mau mandi, Aa tolong jemput Hasjun ya," katanya lagi.Aku mengangguk. Asmi segera pergi ke kamar mandi.Sampai di rumah ibu, ternyata mereka lagi pada makan."Gimana Asmi San?" tanya Bapak."Alhamdulillah udah agak baikan Pak, ternyata pelakunya itu cuma karyawan biasa, bener-bener gak habis
Tanpa menunggu lagi, setelah makan Asmi minta diantar menemui ibu pemilik warung nasi tersebut.Kami mengobrol banyak hal, sampai akhirnya Asmi deal akan membeli tempat usaha itu dengan harga 20 juta kurang 500 ribu, katanya 500 ribu itung-itung diskon untuk tambahan modal usaha kami juga."Tapi saya teh belum bawa uangnya sekarang Bu, mungkin besok baru saya bawa ke sini, kami mau gade rumah dulu," kata Asmi."Gak apa-apa Mbak Asmi, justru saya terimakasih banget sama Mbak Asmi karena udah berkenan beli lapak saya ini," balas Ibu itu sungkan.***Esok harinya Asmi kuantar ke pegadaian. Kami minjam uang 40 juta, 20 juta buat beli lapak, 20 juta lagi buat modal usahanya.Bukan cuma nasi, jadi di warung itu kita tambahin jual berbagai jenis minuman seduh, kopi-kopian dan mie instan."Semoga ya A, usaha kita lancar dan rame biar kita bisa bayar hutang tiap bulannya.""Aamiin."Setelah warung nasi itu resmi jadi milik kami, esok harinya kami langsung jualan. Hari pertama Hasjun kami titip
***Esok harinya. Kak Alfa mulai kerja di warung kami. Sampai warung Kak Alfa langsung dibriefing. "Jadi Kak Alfa teh tugasnya nanti yang layanin pembeli dan Asmi yang masak di dapur, terus nanti Kak Alfa teh bakal diajarin sama A Hasan ya, tenang aja nanti Kak Alfa juga ada jam istirahatnya kok, gantian sama A Hasan.""Ishh ck gak usahlah Kak Alfa pake istirahat segala, orang ngasih-ngasih makan orang doang mah gak berat," kata Kak Alfa sambil mengibaskan tangan."Yakin nih Kakak gak mau istirahat? Kakak belum tahu loh kerja di sini lebih berat dari nyetrika," sahutku terkekeh."Yakinlah," jawabnya mantap.Pukul 6 pagi warung mulai ramai, selain mereka beli lauk untuk sarapan di rumah, banyak juga emak-emak muda yang beli untuk bekal anak-anaknya ke sekolah.Makanya kalau pagi itu Asmi pasti masak tumis sayuran dulu, karena kasihan anak-anak sekolah kalau cuma ayam goreng dan telor katanya."Mbak Asmi, buka catering harian aja khusus buat anak-anak sekolah, jadi biar kami gak perlu p
Malam hari pukul 7 warung sudah ambring, gak ada yang tersisa selain minuman seduh dan kopi rentengan.Dan kebetulan warung lagi sepi dari yang nongkrong juga, akhirnya kami cepat-cepat tutup saja."Yeee Hasjun puyaang, anak pintel, anak hebat, enggak lewel, enggak nanis, siapa dulu ayah sama bundanya," kata Kak Alfa, sepanjang jalan ia jingkrak-jingkrak sambil menimang Hasjun.Aku dan Asmi hanya menggeleng kepala saja sambil senyam-senyum ngelihatin tingkah Kak Alfa.Sampai di depan kontrakan ibu kami agak terkejut karena mendengar suara ramai di dalam rumah."Ada apa sih As? Kok di kontrakan ibu kayak rame banget orang?""Gak tahu."Cepat kami masuk."Papa? Ibu?" Asmi cepat berhambur ke arah Papa dan Ibu mertua.Pantesan di rumah ibu rame ternyata ada papa dan ibu mertua datang."Nak, kamu teh apa kabar? Katanya kamu sekarang buka warung nasi?" tanya Ibu. Asmi mengangguk, raut bahagia terpancar di wajahnya."Papa dan Ibu kapan pulang? Kok gak bilang-bilang sama Asmi?""Niat nya mau
Sampai di rumah Asmi langsung nelepon papa mertua."Udah malem Neng, tar aja besok napa.""Gak bisa A, Neng mah suka kepikiran."Hadeh ya udah kalau gitu aku gak bisa maksa."Hallo, Papa.""Iya Nak, ada apa nelepon malem-malem?""Begini Pa, jadi bapak sama ibu mertua Asmi teh 'kan punya hutang terus kontrakan yang digade nya, nah sekarang teh udah mau habis tenggang waktunya, kalau gak dibayarin hutangnya sekarang maka kontrakan bakal jadi milik mereka, tapi Asmi teh mikir lagi, sayang banget atuh ya Pa itu kontrakan meskipun sekarang gak dihuni tapi nilainya berharga banget karena warisan juga, barangkali Papa teh punya uang, Papa bisa tebus itu kontrakannya Pa, kata bapak nanti kontrakannya dibalik nama atas nama Papa kalau Papa bisa nebus mah." Asmi mulai cerita panjang lebar sementara aku mendengarkan saja sambil memeluknya dari belakang."Oh gitu, berapa emang, Neng?""Hutangnya sih 100 juta katanya.""Hah bekas apa gitu mertua Neng minjem uang sebanyak itu?"Asmi diam, "bekas ap