Salah satu pelayan segera menuju pintu untuk membukanya. Mereka terdengar bercakap-cakap sebelum akhirnya dua orang berwajah tampan itu memasuki kamar.
Tanpa diperintahkan, dua orang pelayan tadi keluar dari kamar tersebut.Alexandra menatap kagum pada mahakarya Tuhan yang begitu sempurna, hingga sebuah deheman menyadarkannya.Seketika Alexandra menundukan wajah, siapa yang tak gentar mendapat tatapan tajam dari pria berwajah tegas dengan bola mata berwarna hazel."Nona Alexandra, silakan duduk," ucap salah satu dari dua pria tersebut.Alexandra bergeming."Duduk! Aku tak memiliki banyak waktu hanya untuk menunggumu," ucap pria bermata hazel itu.Gegas Alexandra segera meletakkan bobot tubuhnya di hadapan pria itu dengan gemetar."Seminggu lagi kita akan menikah, jadi persiapkan dirimu."Alexandra membulatkan mata sempurna, mulutnya menganga."Menikah?" pekik Alexandra.Saking kerasnya suara gadis itu membuat Christian harus mengerutkan wajahnya karena telinganya bagai ditusuk benda runcing."Menikah? Aku pikir, aku akan menjadi budak?" gumam Alexandra.Christian meminta sebuah berkas yang ada di tangan asistennya, lantas melemparnya ke depan Alexandra."Apa ini?" tanya Alexandra.Dengan tubuh sedikit gemetar, Alexandra mengambil berkas tersebut, membuka halaman pertama yang terlihat, di atas kertas putih itu tertulis angka yang luar biasa jumlahnya.Alexandra menutup mulutnya, saking terkejut melihat deretan angka itu, membuatnya kesulitan untuk menelan salivanya."Itu adalah jumlah hutang yang ditanggung oleh ayahmu. Dia tidak sanggup membayarnya, setiap bulannya angka itu akan terus bertambah jika lewat jatuh tempo ayahmu bisa membayarnya."Christian mengulurkan tangan meminta berkas yang tersisa pada asistennya. Kemudian, kembali melemparnya ke arah Alexandra yang masih termenung menatap deretan angka.Alexandra mendongak menatap Christian, mencoba menyelami mata hazel itu, namun hanya hawa dingin yang dia dapatkan."Baca itu dengan baik dan segera tanda tangani," kata Christian."Kita hanya perlu menikah selama satu tahun, setelah aku berhasil mendapatkan semua warisan dari kakekku, maka kita bisa bercerai," ucap Christian dengan begitu dingin."Poin-poin lainnya kamu baca saja di berkas itu. Baca semua jangan sampai terlewat. Setelah itu kamu bisa menandatanganinya, lalu menyerahkannya padaku."Seperti tak ingin membuang waktu lebih lama, Christian segera bangkit dari duduknya dan meninggalkan Alexandra dalam kebingungan."Menikah, ya?" Alexandra bersandar pada sofa, mengepal tangan lalu memukul-mukul kepalanya yang terasa berdenyut."Lucu sekali," Alexandra menertawakan takdir yang seakan sedang mempermainkannya.Alexandra mengambil berkas tersebut, membaca lembar demi lembar kertas bertabur tinta hitam itu. Berkas perjanjian pernikahan."Usiaku baru 21 tahun, tapi aku sudah digariskan akan menjanda di usia 22 tahun. Takdir memang kejam padaku," gumam Alexandra setelah membaca keseluruhan isi perjanjian itu.Sejak pertemuannya dengan Christian hari itu, Alexandra tak pernah lagi bertemu dengan pria dingin itu. Pria itu tak sekalipun berkunjung ke apartemennya.Selama seminggu ini, Alexandra disibukkan dengan banyaknya treatment kecantikan demi mendapatkan hasil yang maksimal saat hari pernikahan tiba."Kenapa ribet sekali, padahal ini hanya pernikahan sementara," gumam Alexandra.Meski terlahir di keluarga yang cukup berada, Alexandra jarang sekali melakukan perawatan kecantikan. Uangnya habis digagahi oleh ibu tirinya.Hari yang tak dinantikan oleh Alexandra akhirnya tiba. Sejak pagi dirinya sudah bergelung dengan make up dan baju pengantin.Harry menemui anaknya di ruang rias, wajahnya tampak sendu menatap Alexandra yang terlihat sangat cantik.“Kamu sangat cantik Alexa, sama seperti ibumu,” ucap Harry. Alexa bergeming, menatap nanar pada sang ayah. Pikirannya berkecamuk, mengapa harus dirinya yang menjalani semua ini. Bukankah ada Nikita–saudara tirinya–yang jauh lebih siap menikah dibanding dirinya.“Kenapa harus Alexa, Pa? Kenapa? Bukankah ada Nikita, umur dia bahkan lebih siap untuk menikah?” Harry menunduk lesu."Alexa. Maafkan Papa, Nak. Tuan Christian sendiri yang memilihmu, dia hanya ingin anak kandung Papa," ucap pria paruh baya itu. Bola mata coklat itu telah berkaca-kaca.Meski menyayangkan hal ini terjadi pada dirinya, Alexandra tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan menerima dengan lapang dada.Alexandra memeluk erat ayahnya, entah mengapa meski terasa sesak, dia tak bisa mengeluarkan air matanya."Alexa menerima ini semua, jika bisa membebaskan Papa dari lilitan hutang kepada Tuan Christian," ucap Alexandra.Keduanya tak bisa berkata-kata lagi sebab Alexandra harus segera menuju tempat di mana dia akan mengikat janji suci.Harry menggandeng putri semata wayangnya menuju ke tempat di mana anak gadisnya akan melepas masa lajangnya.Di antara banyaknya tamu undangan, ada Astari–ibu tirinya–yang memandang remeh pada Alexandra. Astari mengira Christian adalah pria gemuk, jelek, dan bau. Betapa terkejutnya dia setelah melihat wujud asli menantunya yang bagikan artis hollywood, Liam HemsworthAda kekesalan di hati Astari, dia menganggap Alexandra terlalu beruntung.Setelah janji suci terucap di antara Alexandra dan Christian, mereka masih harus mengikuti rangkaian prosesi dan juga resepsi.Ini kali keduanya Alexa bertemu dengan Christian, meski mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri, pria itu sama sekali tak memandangnya, sikapnya masih sama, angkuh dan dingin.Diam-diam Alexandra melirik suaminya. 'Tampan, tapi seperti es–dingin,' batin Alexandra."Aku memang tampan, kamu tak perlu menatapku seperti itu," beo Christian.Perkataan suaminya membuat Alexandra malu karena telah tertangkap basah mengagumi indahnya maha karya Tuhan yang disebut dengan laki-laki.'Apa dia cenayang?' batin Alexandra."Selamat Chris. Diam-diam kamu pandai juga mencari istri, daun muda," ucap salah satu tamu yang datang.Kata itu sepertinya kurang pas untuknya, sebab umurnya belum genap menginjak angka 30 tahun."Lebih baik tutupmu dan enyahlah dari sini," ucap Christian yang justru menimbulkan gelak tawa orang itu. Pria itu bergeser pada Alexandra.“Hai, Nona Manis. Kamu cantik sekali, jika pria papan kayu ini menyakitimu, kamu bisa datang padaku,” pria itu menggoda Alexandra. Alexandra hanya bisa tersenyum kaku.Tiba-tiba saja, Christian memeluk tubuh Alexandra dari samping, lalu berkata pada temannya, “Enyahlah!”“Baiklah, baiklah. Kamu sangat posesif sekali.” Pria itu meninggalkan pelaminan dengan gelak tawa, merasa berhasil menggoda Christian.Kemudian Christian berbisik di telinga Alexandra."Kamu pikir kamu cantik? Pria itu hanya membual, kamu jangan ke-GR-an."Alexandra menghela nafas panjang, lalu tersenyum kecut. Mendengar hal itu dari mulut suaminya membuat dadanya sesak.'Jadi di matamu aku tidak cantik,' batin Alexandra.Tanpa Alexandra tahu maksud Christian agar dia tetap memandangnya dan tak terbuai dengan rayuan laki-laki lain."Mesra sekali kalian!" Suara itu terdengar sendu.Alexandra mencoba tersenyum, sedangkan Christian hanya memandang datar orang tersebut.“Selamat, Chris.”Dengan mata sedikit berkaca wanita itu mengulurkan tangannya pada Christian, pria itu membalas tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Wanita itu berlalu begitu saja, tanpa menyapa Alexandra.'Siapa wanita itu? Apa dia kekasih Christian?' Alexandra bertanya dalam hati.Gagal sudah rencana Alexandra untuk pulang ke rumahnya dan juga berpesta bersama Fiona. Terlihat jelas dalam guratan wajah wanita itu jika saat ini dia sedang kesal.“Apa seperti itu wajah yang seharusnya kamu tunjukkan pada suamimu setelah lima tahun tidak bertemu!” protes Christian. Alexandra hanya diam dan melirik pada pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu.Pria itu sibuk menyiapkan minuman di dalam Limousine mewahnya.Tak ubahnya dengan sang ibu, Aldrich pun berwajah tak bersahabat, tangannya menyilang di dada dan menatap ayahnya dengan tajam sama persis seperti Christian.Kini Aldrich ingat jika pria tampan berwajah tegas itu adalah pria sukses yang ada di televisi, yang membuat ibunya bahkan tidak berkedip memandangnya, namun ketika di dalam kesunyian ibunya menangis karena teringat dengan pria itu.Pria itu juga yang fotonya berada dalam dompet kesayangan ibunya. Aldrich tahu karena pernah sengaja mencari tahu tentang ayahnya.Alexandra bukan tak pernah memberi tahu se
Lima tahun kemudian. Alexandra dapat melewati waktu lima tahun ini hidup bertiga dengan ayah dan juga anaknya. Pria kecil yang tampan, lincah, dan juga cerdas itu dia beri nama Aldrich Tian. Aldrich yang artinya laki-laki bangsawan yang berkarakter dan berbudi luhur, sedangkan Tian diambil dari penggalan nama ayahnya, Christian. Lima tahun yang lalu Alexandra dan ayahnya memutuskan untuk meninggalkan kota itu dan memilih menetap di kota tanah kelahiran sang ayah. Meninggalkan semua kenangan pahit yang pernah mereka lalui, memulai hidup baru dan juga bisnis baru di tempat tinggal yang baru. Lima tahun berlalu Alexandra dan Aldrich baru saja menginjakkan kaki di tanah kelahirannya lagi. Alexandra akan menghadiri sebuah pertemuan besar dalam dunia bisnis, perusahaannya masuk dalam undangan khusus di acara tersebut. “Jadi ini kota kelahiranmu, Ma? Lebih semrawut dari dugaanku,” kata Aldrich. Alexandra membulatkan mata. “Kamu berkomentar terlalu pedas Al, jangan sampai orang l
Alexandra akhirnya membuka suara dengan sebuah pertanyaan.Christian tersenyum samar mendengar pertanyaan dari istrinya itu.“Kita bahas itu besok saja, kita tidak perlu buru-buru. Silakan kamu coba susu almond buatanku, kalau enak aku akan rajin buatkan untukmu.”Alexandra menghela nafas pelan, kemudian mengambil gelas yang berisi susu almond itu. Aromanya sungguh menggoda.Alexandra menyeruput susu tersebut, rasanya sangat segar berbeda dengan susu hamil pada umumnya yang membuat eneg.Sedangkan Christian menatap Alexandra dengan antusias menunggu wanita itu berkomentar.“Bagaimana rasanya?”“Enak,” jawab Alexandra singkat.“Kamu suka?” Alexandra hanya mengangguk dengan senyuman setipis tisu.“Baiklah aku akan rajin membuatkannya untuk,” seru Christian.Alexandra tersenyum tipis kemudian kembali meminum susu itu lagi.“Setelah ini kita makan malam, aku sudah buatkan sup salmon untukmu.”Mereka menikmati makan malam bersama dengan menu spesial buatan Christian.Bagaimana Alexandra ti
Seraya menggiring Alexandra ke mobil, Christian menghubungi seseorang.“Dave, berhentilah bermain-main, dia sudah bersamaku sekarang!” titah Christian.“Tanggung, Tuan. Aku ingin sedikit membuatnya tergores,” balas Dave.“Terserah kamu saja!” Christian langsung memutus panggilan tersebut.Di dalam mobil mewah itu begitu sunyi, baik Alexandra maupun Christian tak ada yang membuka suara.Alexandra tidak tahu akan dibawa ke mana yang dia tahu jalan itu tidak menuju ke apartemen Christian.Sedangkan Christian mati-matian menahan diri agar tidak kelepasan, dia ingin sekali memeluk Alexandra, mengucapkan kata rindu, mengecup bibirnya, dan juga menyapa janin dalam kandungan Alexandra, tapi egonya masih begitu tinggi.Setelah melewati perjalanan yang cukup memakan waktu, mereka akhirnya tiba di sebuah rumah mewah berlantai dua yang berada di dekat pantai.Saat keluar dari mobil Alexandra bisa mencium aroma pantai yang khas. Alexandra menghentikan langkah kemudian menghirup dalam-dalam udara d
David menyeringai, dengan sigap dia menghalau tangan Dave, sebuah tembakan melayang entah ke mana.Doorrr!!!Buuugghhh!!!Satu sikutan keras menghujam tepat perut Dave. “Uugghhh!!!”David langsung mengambil alih senjata itu dari tangan Dave.Dave memang ahli dengan senjata api, tapi tak setangkas David dengan tangan kosongnya.“Jangan membuat keributan, Dave. Aku sedang tidak ingin meladenimu!” David mengulang kalimatnya memberi penegasan.Dave meringis, serangan David ternyata cukup kuat, beberapa saat kemudian Dave menegakkan tubuhnya dan bertepuk tangan pelan.“Hebat! Kecepatanmu memang tidak ada tandingannya!” puji Dave.“Ayo kita sedikit bermain-main, aku sudah menantikan pertarungan ini sejak lama!” ungkap Dave.“Tidak denganku, Dave! Aku tidak memiliki banyak waktu,” David langsung masuk ke dalam mobil dan memacu kendaraannya menuju ke rumahnya.Entah mengapa perasaannya menjadi tidak enak, David merasa Dave datang hanya ingin mengulur waktunya saja. Dalam perjalanan David
David masuk ke dalam ruang rawat inap Alexandra dengan membawa makanan kesukaan Alexandra seperti biasanya.“Aku ada kabar gembira untukmu!” Ucap David pada Alexandra.“Apa itu?”“Jika sore ini hasil pemeriksaanmu bagus semua, dini hari kita bisa keluar dari sini.”“Benarkah?” tanya Alexandra dengan wajah semringah.“Tentu saja, aku tidak pernah berbohong padamu. Tapi….” David menjeda ucapannya.“Tapi apa?”“Tapi aku butuh tahu persiapanmu.”“Persiapan?” tanya Alexandra bingung.“Iya, persiapan. Cepat atau lambat Christian pasti akan menemukan kita. Aku ingin kamu juga bersiap secara fisik dan mental jika tiba-tiba dia menemukan kita, terutama kamu. Aku sendiri tidak yakin akan bisa melindungimu sepenuhnya kali ini,” jujur David.David sendiri juga sedang mempersiapkan diri andai saja Christian melakukan serangan. “Iya, aku sudah mempersiapkan diri, David. Kamu tak perlu khawatir. Justru aku mengkhawatirkanmu, dia orang yang tidak memiliki hati, aku takut gara-gara aku, kamu send