Share

Bab 7 Felix vs Revalina

Felix dan Revalina melongok keluar melihat apa yang terjadi. Keduanya melihat seorang pegawai apartemen sedang membawakan segelas kopi di atas nampan yang jatuh ke lantai tepat di depan pintu. 

"Apa yang terjadi?" tanya Felix pada pria yang sedang sibuk membersihkan lantai tersebut. 

Pria muda itu mengatakan kalau tadi sempat ada pria tidak dikenal menabraknya sehingga kopi yang dibawanya tersenggol. Ia juga sempat meminta maaf pada sepasang suami istri itu karena ditakutkan menganggu istirahat mereka. 

Itu adalah hal yang tidak begitu penting bagi Felix, tetapi berbeda dengan Revalina yang tiba-tiba memiliki perasaan tidak enak. Di tempat yang agak jauh dari sana, tampaklah seorang pria bertopi menutupi wajahnya menatap ke arah Revalina. Namun, ketika Revalina melihat ke arah tersebut orangnya sudah pergi, tetapi perasaan masih tidak nyaman. 

***

Sementara, di tempat lain, Siska sedang belanja banyak barang-barang untuk keperluannya. Semua uang yang dikeluarkannya adalah hasil dari menjual sepatu baru milik suami adiknya. 

Namun, sikapnya yang sok kaya telah menutupi segala kenyataan yang ada. Ia adalah gadis yang terlahir dari keluarga yang serba kekurangan, tetapi sering membagi-bagikan uang pada teman-temannya karena ingin dianggap sebagai orang kaya. 

Seperti yang saat ini Siska lakukan, ia tengah menyuruh kedua teman-temannya untuk memilih barang apapun yang mereka inginkan karena akan dibayarkan olehnya. 

"Kita gak sia-sia, ya berteman sama kamu Siska. Kamu orang yang banyak uang," puji salah seorang temannya. 

Siska merasa puas dengan pujian itu, usai belanja mereka keluar dari toko tersebut membawa banyak barang di tangannya masing-masing. Ada banyak canda tawa di benak ketiganya. 

Ada kalanya tawanya terhenti ketika Siska mendapati kehadiran adiknya yang baru saja pulang kuliah. Ia tidak sengaja melihat kakaknya banyak belanja, sehingga meminta uang untuk membayar semester. Tidak ingin dianggap miskin, Siska membawa sang adik menjauh dari temannya. 

"Kenapa kamu minta uang sama aku, hah? Kamu pikir aku gudang uang? Jangan mimpi aku bisa ngasih kamu uang seperti yang Reva lakukan, aku bukan dia yang suka mati-matian demi kamu!" 

"Tapi, Kak. Aku butuh uang, aku udah nunggak tiga bulan. Kalau aku gak bayar bulan ini, maka aku akan dikeluarkan dari kampus." 

"Aku gak peduli, lagian kamu gak usah bermimpi punya pendidikan tinggi seperti aku! Minta uang tu sama Reva dia, kan banyak uang." 

Siska kembali pada tempat semula mengajak teman-temannya pergi, sementara gadis berusia 18 tahun itu nekat mendatangi rumah kediaman keluarga Felix hanya untuk menemui Revalina. Ia bertemu dengan Nyonya rumah mewah bak keraton itu. Vina sempat mengusir adiknya Revalina karena dianggap sebagai pembawa keburukan. 

"Bu, saya mohon izinkan saya bertemu dengan Kak Revalina." 

"Sudah saya katakan kalau Revalina gak ada di rumah, dia lagi pergi sama suaminya." 

"Kalau begitu beritahu saya kemana mereka pergi, Bu." 

Vina berdecak kesal meminta security untuk mengusirnya, tetapi gadis manis itu berkata sampai kapanpun Revalina adalah kakaknya walaupun ia sudah dijual untuk membayar hutang pada Heri. 

"Mau kakakmu ataupun bukan yang namanya udah dijual itu namanya udah jadi milik saya!" 

"Sekali ini saja, Bu." Gadis itu memohon dengan kedua tangannya dicekal oleh seorang pria. 

Vina membelalakkan matanya sebelum menghungi anaknya yang berada di apartemen. Ia meminta memberikan ponselnya pada Revalina karena adiknya ingin berbicara. Istri Felix itu tampak senang ketika mendengar suara adiknya. 

Di pikir Vina adik menantunya hanyalah rindu pada sang Kakak, tetapi ternyata meminta uang. Vina menarik ponsel yang sejak tadi berada di tangan gadis itu, ia mematikannya sepihak membuat Revalina heran. 

"Revalina di sini itu gak kerja, dia hanya numpang. Dia gak akan ngasih uang sama kamu karena semua uangnya udah saya bayarkan, pergi dari sini dan jangan pernah datang lagi! Saya ataupun Felix bukan keluargamu!" 

Vina menatap penuh amarah pada gadis yang menggendong tas meninggalkan tempat tersebut. Dirasa Revalina sangatlah tidak pantas untuk berhubungan dengan keluarganya yang justru akan memerasnya secara diam-diam melalui adiknya yang masih menempuh pendidikan. 

'Kalau kayak gini caranya apapun bisa Revalina ambil dari rumah ini supaya bisa membayangkan adiknya, aku akan membiarkan semuanya terjadi.' 

Di tempat lain, Revalina kebingungan setelah mendapati adiknya yang meminta uang. Sekilas, ia melirik suaminya yang masih sibuk dengan laptop di atas kasurnya. Walaupun memilih untuk libur satu hari ini, tetapi Felix masih saja mengerjakan tugas pekerjaannya. 

"Pak, boleh saya bicara?" tanya Revalina dengan nadanya yang takut. 

Felix menengadah melihat wajah gadis yang berdiri di hadapannya, "Ya?" 

Revalina meminta uang untuk kebutuhan kuliah adiknya, tetapi justru Felix tidak bisa memberikannya karena memiliki banyak pengeluaran. 

"Saya berharap Bapak bisa memberi saya uang," lirihnya. 

"Kamu gak tahu rasanya mencari uang, kamu hanya tahu minta aja!" 

"Apa hadirnya saya di sini bukan mencari uang? Saya rela menikah dengan Bapak karena saya membutuhkan uang untuk adik-adik saya, dengan seenaknya Bapak bilang saya tidak tahu rasanya mencari uang? Enak, ya Bapak bicara seperti itu pada saya." 

Revalina menjauh dengan netranya yang berkaca-kaca, Felix menatap punggung gadis itu dengan perasannya yang campur aduk. 

Pria berwajah tampan rupawan itu membatin, 'Gak Raisa nggak Revalina, perempuan itu sama aja, ngeselin. Gak tahu tempat kalau lagi marah, heran.' 

Ditutupnya benda yang sejak tadi dipandangi oleh pria itu, ia menarik lengan Revalina meninggalkan ruangan tersebut. 

"Kita mau kemana, Pak?" 

"Bukannya kamu butuh uang? Kita akan pergi ke rumah orang tuamu," jawab Felix. 

"Sekarang, Pak?" 

"Tahun Depan Revalina, kamu bisa gak usah memiliki pikiran yang konyol kayak anak kecil?" 

"Bapak yang bilang sendiri kalau saya hanya gadis kecil," kilah Revalina membuat Felix bertambah jengkel. 

Wanita itu melepaskan genggaman lengan Felix yang menariknya, menegaskan kalau Felix tidak ingin mengantar sebaiknya pergi sendiri saja. Pria matang itu tersenyum, lalu mengatakan kalau pergi sendiri akan menimbulkan masalah baru karena siapa yang tahu kalau ibunya masih memantau. 

"Segalak-galaknya Bapak, ternyata takut juga sama ibunya." 

Felix memasang wajah geramnya sembari meninggalkan tempat tersebut yang diikuti oleh Revalina. Menit berikutnya keduanya sudah tiba di kediaman rumah istrinya. Mereka disambut hangat oleh keluarganya, tetapi tidak dengan Siska. 

Namun, Revalina tetap menyapanya yang hanya dibalas dengan malas. Felix memperhatikan Siska yang dirasa cukup berbeda dari anggota keluarga tersebut. Apalagi terlihat dari penampilannya yang berlebihan. 

"Oh, ya Kak Felix akan melunasi biaya semester kamu yang nunggak," ucap Revalina pada adiknya. 

Suaminya angkat bicara membuat Revalina dan yang lainnya terkejut, "Maaf, saya gak bisa ngasih uang buat adikmu." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status