Acara panjang itu cukup menguras waktu dan tenaga. Apalagi dengan tamu undangan yang mencapai ribuan orang. Tentu tamu dari Eric, Bastian, Bram dan Lucas bukanlah orang-orang biasa. Mereka penjabat serta pembisnis yang sudah lama mengenal keempat pengusaha ternama itu. Bastian menggendong tubuh istri kecilnya masuk ke dalam kamar. Sementara ketiga anak kembar mereka masih diurus oleh Dominic dan Milly yang ingin menghabiskan waktu bersama ketiga cucu kembarnya. "Hubby, apa aku berat?" Bee melingkarkan tangannya di leher sang suami. "Hem, tidak. Kau ringan!" sahut Bastian. Bee merebahkan kepalanya di dada bidang Bastian. Rasanya masih seperti mimpi bisa memeluk tubuh kekar suaminya itu. Setelah banyak kejadian yang mereka alami, kini keduanya bisa menikmati kebahagiaan yang telah lama hilang dari pandangan mata. Bastian meletakan tubuh kecil istrinya di atas ranjang. Jika dulu malam pertama mereka berbeda, maka malam ini akan dia membayar segala kesalahan yang ada di masa lalu.
Beberapa tahun kemudian....Bastian menatap kue ulang tahun yang bertulisan angka 26 di atasnya. Dia mengerutu kesal. Bagaimana tidak? Istrinya baru berusia 26 tahun. Sedangkan dia sudah berusia 42 tahun. Ahhh jauh sekali selisih usia mereka. Ingin rasanya Bastian mempermuda dirinya agar serasi dengan Bee. Bee semakin hari semakin cantik. Pesonanya membuat siapa saja yang melihatnya terkagum-kagum. Sedangkan Bastian semakin hari semakin tua, bagaimana dia tidak mengerutu kesal. Apalagi jika dibandingkan, mereka bagai kakak dan adik saja. Bukan pasangan suami istri."Dad, kenapa lama? Kapan kita beri Mommy surprise?" gerutu putra sulung Bee dan Bastian. "Tunggu sebentar, Son!" Bastian mengambil kaca. Dia menatap wajahnya di cermin."Masih tampan. Tidak berkeriput. Tapi kenapa serasa sangat tua dari istriku," protes Bastian dalam hati. "Son, coba lihat wajah Daddy. Apakah Daddy ini sangat tua?" tanya Bastian pada putranya yang baru berusia enam tahun itu."Daddy memang tua," sahut B
Seorang gadis tengah menatap pantulan dirinya di depan cermin. Gaun mewah nan mahal tersebut membelut tubuh rampingnya dengan tinggi diatas rata-rata orang Indonesia. "Aku tidak mau menikah," ucapnya menangis segugukan sambil mengelap ingus yang keluar dari lobang hidungnya. "Nona, jangan menangis nanti make-up Anda luntur," tegur sang MUA yang masih sibuk menyapu-nyapu wajah gadis itu dengan alat riasnya. "Ck, bagaimana aku tak menangis, Kak? Lelaki itu seenaknya mengajakku menikah. Aku saja tidak tahu siapa dia," sahutnya. "Anda tidak kenal siapa Tuan, Nona?" tanya sang MUA setengah tak percaya. "Tidak tahu dan aku tidak mau tahu," jawabnya ketus dan masih menangis seraya mengelap air mata yang keluar dari pelupuk matanya hingga membuat make-up tersebut luntur. Entah kesialan apa yang menimpa dirinya, baru saja dia menerima amplop kelulusan sebagai salah satu siswa dengan nilai tertinggi. Namun, setiba kejap impian yang dia ukir hancur hanya karena pertemuan tidak sengaja nya
Bee bangun pagi sekali. Dia semalam kedinginan karena AC yang dingin dan tidur di atas lantai yang banyak beralaskan selimut tipis. Dia menatap sang suami yang terlelap nyaman di atas ranjang. Masih terngiang di kepalanya saat lelaki itu membentaknya berulang kali. "Dia saja menolakku, apalagi orang tua ku," ujarnya tersenyum kecut. "Sudahlah, sepertinya mulai sekarang aku harus menerima diriku yang menjadi seorang istri dan melupakan cita-citaku untuk kuliah." Gadis cantik itu melipat selimut yang dia pakai dan menyimpannya di atas ranjang sang suami. "Dia benar-benar tampan, tapi sayang tidak punya perasaan." Bee menghela nafas panjang.Gadis itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Bahkan jam tidurnya saja sudah diatur oleh sang suami dan tidak boleh bangun terlambat dari lelaki itu. Bee menatap pantulan dirinya di depan cermin. Air mata gadis tersebut leleh begitu saja ketika mengingat dirinya yang dalam sekejap mata menjadi istri dari pria yang tidak dia kenal.
Bee masih menggosok-gosok punggung Bastian dengan jantung berdebar kencang. Sesekali gadis itu menelan salivanya susah payah apalagi mengingat ciuman mereka tadi. "Ck, kenapa kau melamun? Cepat gosok badanku lebih kencang lagi!" perintah Bastian melirik gadis yang berada di belakangnya itu. "B-baik, Tu-an," jawab Bee gugup. Cukup lama gadis tersebut memandikan suaminya. Wajahnya merah merona membayangkan hal-hal lain di kepalanya yang sudah berfantasi duluan. Bastian tersenyum licik, dia menatap gadis itu dari ujung kaki sampai ujung rambut, terlihat sekali jika gadis ini masih muda yang jelas usianya jauh di bawah Bastian. "Ke-ken-apa, T-uan?" tanya Bee gugup ketika melihat tatapan Bastian seperti ingin melahapnya hidup-hidup. "Duduk di pangkuanku!" perintahnya. "Tapi, Tu_"Bastian langsung menatap gadis itu dengan tatapan horor sehingga membuat Bee bergidik ngeri dan mau tak mau harus mengikuti perintah sang suami. Bastian menarik Bee agar gadis itu mendekat dan masuk ke dal
"Selamat bekerja, Tuan. Hati-hati di jalan yang di hati jangan jalan-jalan," ucap Bee melambaikan tangannya saat Bastian masuk ke dalam mobil. Lelaki itu tak peduli dengan ucapan istrinya. Dia duduk dengan tenang. Julio menjalankan mobilnya meninggalkan vila mewah tersebut. Gadis itu menghela nafas panjang saat suaminya sudah berangkat bekerja dan dia bisa bebas dari tatapan tajam Bastian. "Huh, seandainya aku tidak menikah, aku pasti sudah masuk kuliah," ucap Bee menghembuskan nafasnya kasar. Bee berjalan masuk ke dalam vila mewah tersebut. Tampak para pelayan berbaris rapi serta membungkuk hormat. "Apa Anda ingin sarapan, Nona? Biar kami siapkan?" tanya kepala pelayan. "Tidak perlu, Bik. Aku belum lapar," jawabnya tersenyum. Gadis itu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia menelisik kamar sang suami. Kamar ini akan menjadi kisah perjalanan cinta dan rumah tangganya. Entah bagaimana nanti akhir dari pernikahan tanpa cinta ini? Apakah akan berakhir bahagia atau meninggalkan luka
"Selamat datang, Tuan Suami," sambut Bee berdiri dengan senyuman dan siap menyambut suaminya yang baru datang itu. Bastian turun dari mobil, sejenak dia melihat istrinya lalu melangkah masuk. "Eh Tuan, tunggu," panggil Bee setengah mengejar lelaki itu. Langkah Bastian terhenti. Pria itu menghela nafas panjang lalu menoleh kearah istri kecilnya. "Ada apa?" tanyanya ketus. "Suami pulang itu tangannya harus di cium." Bee mengambil punggung tangan Bastian dan mengecupnya. Seketika Bastian terdiam membeku ketika benda kenyal dan lembut itu menempel di punggung tangannya. Sentuhan singkat tersebut berhasil membuat tubuhnya panas dingin. "Ck, jangan pegang-pegang," ketus lelaki itu menarik tangannya. "Cih, dasar pelit," cibir Bee. Bastian menatap istri kecilnya dengan tatapan membunuh. Tetapi yang di tatap malah santai tanpa dosa. Sementara para pelayan sudah ketar-ketir termasuk Julio. Bee sangat berani pada suaminya, dia belum tahu saja seperti apa lelaki itu jika mengamuk. Basti
Bee menatap dengan senyum amplop yang diberikan Julio tadi. Rasanya seperti bermimpi jika sang suami memberinya kesempatan untuk melanjutkan kuliah. "Tuan Suami, terima kasih." Tubuh Bastian seketika menegang ketika wanita itu memeluk dirinya. Jujur saja dia terkejut dan seperti kehilangan kesadaran. "Ck, jangan peluk-peluk." Bastian mendorong kening gadis itu menjauh. Bulan karena dia jijik tetapi tidak baik untuk kesehatan jantungnya. "Cih, dasar pelit," cibir Bee kesal. Lalu gadis itu senyam-senyum tdiak jelas saat mengingat ternyata suaminya baik juga. Walau dingin dan kejam tetapi sesungguhnya lelaki ini tak sejahat yang dia pikirkan. "Tuan Suami, sekali lagi terima kasih, ya. Kau sudah mengizinkan aku kuliah. Aku berjanji akan menjadi mahasiswa terbaik dan mendapatkan nilai tertinggi untuk menyenangkan hatimu," ucap Bee dengan senyuman sumringah dan bahagianya. Bastian tak merespon dia masih menyibukkan dirinya dengan berkas di atas mejanya. Tanpa Bes sadari lelaki yang be