Hati Bastian terenyuh ketika mendengar ucapan istri kecilnya tersebut. Entah kenapa saat melihat ketidakberdayaan dari tatapan mata istrinya, ada perasaan aneh yang menjelajar masuk melalui rongga dadanya. "Kenapa, Tuan? Apa kau ingin mentertawakan aku? Apa kau ingin mengejekku?" cecar Bee yang masih melihat tatapan mata Bastian. Mulut Bastian bungkam. Kenapa dia seperti kehabisan kata-kata? Dia tidak tahu apakah senang atau malah merasa bersalah. Untuk saat ini dia benar-benar marah ketika tahu jika tadi Bee berusaha menghindarinya dengan menginap di apartemen Tata. Dia selalu tidak suka ada orang lari masalah. "Kau tahu, Tuan?" Seketika leleh bening itu lolos dari pelupuk matanya. "Aku takut hamil. Bagaimana jika nanti aku menggandung anakmu, sedangkan pernikahan kita hanya di atas kertas saja? Aku tak bisa bayangkan, bagaimana dia lahir tanpa seorang ayah? Pasti dia akan sangat terluka. Lalu dengan apa aku akan menghidupinya, sedangkan aku saja tidak bekerja?"Bastian membeku me
Bee mengeliat di balik selimut tebal itu. Sejenak dia terdiam ketika merasakan seperti ada benda yang menimpa perutnya. Lalu perlahan dia buka matanya. Wajah Bastian yang begitu dekat dengan hembusan napas yang terasa menyapu bagian wajahnya. Bee tersenyum kecut. Entahlah, kenapa dia hampa ketika melihat wajah lelaki tersebut? Jika saja Bastian tidak menikahinya karena balas dendam dan hutang, mungkin Bee akan menjadi wanita paling bahagia di dunia ini karena memiliki suami yang tampan. "Kau bahkan seperti bahagia melihatku menderita, Tuan." Lama dia tatapan ukiran Tuhan paling sempurna ini, sebelum akhirnya Bee turun pelan dari ranjang. Wanita itu bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia sampai melewatkan jam makan malam karena pertengkaran mereka semalam. Perempuan tersebut menatap pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya tampak kusut dengan rambut acak-acakan. "Kau menjadi tumbal, Bee. Kau mulai merasakan nyaman berada di dekatnya. Tetapi dia masih mencintai
"Pilihkan bajuku!" perintah Bastian. Bee hanya menurut walau dengan wajah di tekuk kesal. Wanita cantik yang sudah tak perawan itu terus saja mengomeli sifat suaminya. "Berhenti mengomel, Gadis Bodoh!" tekan Bastian lelaki itu menyembunyikan senyumnya. "Iya," ketus Bee. Bee mengambil pakaian suaminya di dalam lemari. Dia heran sendiri pada Bastian yang tiba-tiba manja, biasanya juga lelaki itu terlihat dingin dan menyebalkan. Wanita itu membantu sang suami memakai pakaian di tubuhnya. "Tuan, menunduklah badanmu terlalu tinggi," ucap Bee. "Bukan aku yang tinggi tapi kau yang pendek." Bastian mengangkat tubuh wanita kecil itu dan mendudukkan istrinya di atas meja rias. "Tua_" Bee benar-benar terkejut untung dengan cepat dia memeluk leher suaminya. Kalau tidak sudah pasti dia akan jatuh. Sejenak tatapan keduanya saling bertemu satu sama lain. Jantung Bee berdebar tak karuan, dia tidak memungkiri bahwa suaminya ini memang memiliki daya pikat tersendiri. "Hem, aku tahu kau mengan
"Bee." Langkah kaki wanita itu terhenti ketika ada yang memanggil namanya. Bee menoleh dan tersenyum kearah Tata dan Chaca yang setengah berlari kearahnya. "Tata, Chaca," balas Bee. "Bagaimana nasibmu selama ini?" tanya Tata memutar tubuh Bee dan memeriksa apakah sahabatnya itu baik-baik saja. "Tata!" Bee merenggut kesal. "Kau pikir tubuhku baling-baling apa?" protes wanita itu lagi. "Hem, aku hanya memastikan kalau kau baik-baik saja, Bee," ketus Tata memutar bola matanya malas. "Ck, memang kau pikir aku kenapa?" tanya Bee sinis. "Sudah. Sudah, jangan bertengkar lagi," sanggah Chaca. "Bagaimana kalau kita ke kantin dan sarapan saja?" saran gadis cantik tersebut. "Aku sudah kenyang," sahut Bee. Tata dan Chaca kompak melihat kearah Bee. Tak biasanya sahabat mereka itu menolak makanan, Bee tipe orang rakus dan hobby makan. Baginya, makan adalah cara mengekspresikan diri terhadap karya tangan orang lain. "Kau yakin, Bee?" Bee membalas dengan anggukan. Beberapa waktu ini nafsu
Bastian turun dari mobil dengan wajah merah padam. Tatapan mata tajam dan nyalang menunjukkan bahwa dia tak hanya marah tetapi juga ingin melenyapkan nyawa orang. "Tuan, tunggu!" Namun, Bastian tak menanggapi. Dia berjalan masuk ke dalam mansion kedua orang tua nya. "Daddy. Bram!" teriaknya memanggil dua orang yang telah menghancurkan hidupnya tersebut. Eric dan Santa yang tengah duduk di rumah tamu sontak terkejut mendengar kedatangan Bastian apalagi anak sulung mereka itu berteriak-teriak. "Ada apa, Son?" tanya Eric. Bastian menatap ayahnya dengan penuh kebencian. Tak dia sangka jika ayahnya sejahat itu dan tega membuatnya hidup dalam penderitaan. "Apa yang Daddy lakukan pada Alena?" Eric terkejut mendengar pertanyaan sang anak. Sementara Santa menatap suaminya heran, dia berusaha mencerna pertanyaan Bastian. Apa maksud dari anak lelakinya tersebut? "Apa maksudmu, Son?" Bastian berdecih mendengar pertanyaan dari sang ayah. Pantas saja lelaki paruh baya ini selalu menghind
"Ah, brengsek!" Galang memukul stir mobilnya dengan kuat. Lelaki tampan itu terkejut bukan main ketika mengetahui Bee hamil dan fakta yang harus dia tahu bahwa gadis tersebut mengandung benih dari pria yang begitu Galang benci. "Kenapa, Bee? Kenapa kau tega menyembunyikan ini semua dariku? Kenapa?" Dia berteriak sambil menguncang stir mobil tersebut berulang kali. "Kau satu-satunya gadis yang membuatku percaya pada kata cinta. Setelah kedua orang tua ku hancur karena cinta. Tetapi kau juga yang mematahkan semua harapanku padamu, Bee. Aku, aku tidak terima kau menggandung benih dari pria itu."Galang melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Dia menangis sepanjang perjalanan. Kenapa di saat dia merasa memiliki hidup? Justru dia di hempaskan oleh jantung yang berdegup. Apa salahnya? Apa dia sungguh tak berhak bahagia seperti orang lain? Galang tak pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Walau harta melimpah dan uang yang tak pernah kurang tetapi hatinya selalu hampa. Pertemu
Bee membeku di tempatnya ketika mendengar ucapan Tata. Seluruh aliran dalam tubuhnya seolah berhenti mengalir. Beberapa partikel hatinya seketika berdenyut sakit."H-ha-m-il?" ulang Bee sekali lagi. Tata dan Chaca saling melihat satu sama lain lalu mengangguk kompak. Mereka aksuhan melihat kehidupan Bee yang selalu menjadi korban keegoisan orang-orang yang ada di dekatnya. "Iya, Bee. Kau hamil," jawab Tata tegas. Bee langsung luruh. Air mata bergulir dan menggelinding di pipinya hingga berjatuhan dengan deras. "Ak-ku h-ha-m-il?" Tangannya terulur mengusap perut yang masih rata tersebut. Hal yang paling dia takutkan dalam hidupnya. Kini benar-benar telah terjadi begitu saja. "Bee, kau yang sabar ya. Bagaimanapun dia adalah anakmu," ucap Chaca mengusap bahu sang sahabat. Dia turut merasakan apa yang saat ini melanda kehidupan Bee. "Cha." Air mata leleh ketika menatap sahabatnya itu. "Bagaimana nasib anakku nanti? Tuan Suami pasti tidak menginginkan anak ini. Apa yang harus aku la
"Brengsek."Jika saja bukan ayahnya sudah pasti Bastian akan memukul wajah lelaki paruh baya tersebut. Sementara Santa menangis segugukan dia tidak menyangka jika ternyata selama ini suaminya tega menutupi kedok selama puluhan tahun. "Maafkan Daddy, Son. Maafkan Daddy!"Eric berlutut di kaki Bastian seraya menangis meminta maaf. Dia menyesal melakukan hal tersebut. Dia khilaf, dia lupa diri. Apalagi wanita itu memang menggodanya kala itu. "Menyingkir dari kakiku!" hardik Bastian menendang pria paruh baya tersebut. Dia seolah tak peduli pada dosa. Saat ini dia benar-benar membenci sang ayah lebih dari apapun. "Maafkan, Daddy." "Kau tega, Dad. Kau tega merebut semua kebahagiaanku. Kau menyembunyikan Alena selama sepuluh tahun. Kau....." Bastian memukul meja sangat kuat hingga tersebut pecah dan darah mengalir dari buku-buku tangannya. Sementara Bram duduk dengan tenang sambil tersenyum puas, ah sangat puas. Dia merasa kemenangan sedang berada di pihaknya dan dia bisa merebut semua m