LOGINOlivia Chandra harus menelan pil pahit karena pernikahannya dengan Sean Albian harus ternoda. Di hari ulang tahun pernikahannya, dia menyaksikan sendiri sang suami bermesraan dengan wanita lain. Hingga dia yang merasa patah hati mulai melakukan hal gila. Malam itu, Olivia mabuk dan berakhir di ranjang pria lain. Charles Simon. Pria dingin dan juga terkenal dengan kekejaman. Dia yang merupakan kakak tiri Sean tidak pernah mau ikut campur dalam urusan keluarga besar itu. Tapi, semua berubah ketika Olivia mendekatinya dan menghabiskan malam panas bersamanya. Olivia pikir, semua akan berakhir setelah kejadian tersebut. Sayangnya, Simon terus mengejar. Pria itu tidak mau melepaskannya. Bahkan, Olivia mulai larut dalam pengejaran. Bagaimana hubungan Olivia selanjutnya? Akankah dia tetap bertahan dengan Sean atau malah memilih meraih kebahagiaannya sendiri?
View More“Terima kasih sudah datang ke acara ulang tahun pernikahan kami yang kedua. Saya harap, semoga kami bisa menjadi pasangan yang semakin baik dan pernikahan ini berjalan langgeng.”
Semua tamu undangan yang hadir pun langsung bertepuk tangan dan mendoakan pasangan yang saat ini berada di hadapan mereka. Semua orang tampak bahagia. Pasangan yang selalu terlihat mesra itu, benar-benar mendapat berkat dari semua orang. Namun, hal berbeda tampak ditunjukkan sang bintang utama, Olivia Chandra. Wanita dengan rambut sepunggung itu hanya terdiam dan mengulas senyum tipis. Meski sebelah tangannya menggandeng sang suami, pandangannya tampak kosong. “Sean, selamat. Kalian memang pasangan yang serasi. Yang satu cantik, satunya tampak. Benar-benar paket sempurna.” Olivia yang mendengar hal itu pun mengalihkan pandangan. Dia menatap ke arah pria yang bersama sang suami dan melempar senyum tipis. Itu adalah sahabat Sean. “Aku doakan kalian segera memiliki momongan,” kata Brian—salah satu sahabat Sean. ‘Memiliki momongan?’ batin Olivia. Dia berpikir sejenak, tetapi dalam hati dia tertawa miris. Rasanya lucu ketika semua mendoakan supaya dia memiliki momongan, tetapi Sean bahkan belum pernah menyentuhnya. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Kalian silahkan bermesraan lagi,” ucap Brian menggoda. Sean hanya melempar senyum dan menganggukkan kepala. Tapi, semua berubah saat dia menatap ke arah Olivia berada. Senyum yang sejak tadi ditunjukkan, kali ini menghilang sepenuhnya. Bahkan Sean menunjukkan ekspresi datar dan tidak bersahabat. “Aku mau pergi menemui tamu,” kata Sean dan langsung menuruni satu per satu anak tangga. Olivia yang tahu jika itu hanya pemberitahuan pun hanya diam. Semua yang datang adalah teman dan rekan bisnis Sean. Di gedung ini, dia hanya sendiri. Hingga perlahan, dia menuruni anak tangga dan berusaha mencari tempat nyaman untuknya beristirahat. Olivia menuju ke setiap sudut gedung dan berhenti ketika berada di kolam renang. Rasanya lelah karena sejak tadi tidak menemukan suaminya. “Mencari siapa, Olivia?” Olivia menoleh, menemukan seorang pria, salah satu tamu yang diundang dalam acara ini. Simon Charles—kakak tiri Sean, yang artinya kakak ipar Olivia. “Bukan urusanmu, Simon,” jawab Olivia dengan nada sinis. Dia tahu suaminya tidak pernah akur dengan Simon, membuatnya tidak terlalu dekat dengan pria itu juga. Selain itu, Olivia juga merasa tidak nyaman jika dekat dengan Simon. Pria itu sering bertingkah kurang ajar dan melewati batas. Di luar dugaan, Simon meraih lengan Olivia dan menarik kasar. Olivia yang saat itu memang tidak siap pun langsung menabrak tubuh kekar Simon. Berada di jarak yang begitu dekat, Olivia terdiam. Dia melebarkan kedua mata. Hingga jemari Simon menyentuh langsung kulit punggungnya, membuat Olivia tersentak kaget. “Simon, apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan aku!” ucap Olivia sembari mendorong tubuh Simon. Sayangnya, Simon tidak mendengarkan. Dia malah semakin menundukkan tubuh, menatap Olivia dari jarak yang cukup dekat. Melihat wanita di depannya cemas dan takut, Simon tersenyum tipis. “Dari tadi aku memperhatikan, kamu tampak murung. Padahal, ini acara di mana kamu harusnya berbahagia,” ujar Simon, satu tangannya menyentuh pipi Olivia yang memalingkan muka. Ibu jarinya mengusap bibir bawah wanita itu. “Jangan bicara kurang ajar! Lepaskan aku!” kecam Olivia sambil memberontak. “Kamu kenapa? Takut denganku?” tanya Simon tepat di depan wajah Olivia. Dia meniup bagian telinga Olivia. Olivia merinding, merasakan sensasi aneh yang merayap dalam tubuhnya. Olivia menggigit bibir. Ini bukan pertama kalinya Simon bersikap lancang seperti ini. Bahkan, kadang batin Olivia terlena, seolah ingin membiarkan dirinya terjebak bersama pria itu, kabur dari pernikahannya yang menyedihkan. “Wajahmu merah, Olivia? Kamu mau merasakan lebih?” bisik Simon di telinganya. “Sean tidak pernah bisa membuatmu merasa senang, kan?” Ya, Simon mengetahuinya, entah bagaimana. Bahwa pernikahan Olivia dan Sean tidak bahagia. Tapi, Olivia sudah bertekad untuk menjadi istri yang patuh. Dia tidak ingin berkhianat pada suaminya. Simon mendekapnya lebih erat, mengecup sisi rahang Olivia, tepat di bawah telinganya. Napas Olivia tercekat. “Jangan…!” Sadar dengan posisinya sekarang, Olivia langsung mendorong tubuh Simon. Setelah dekapan itu terlepas, Olivia menatap tajam ke arah Simon, merasa kesal karena pria itu menggodanya. Olivia menghela napas kasar, hendak melangkah pergi, tetapi lagi-lagi Simon menahan lengannya, membuat langkah Olivia tertahan. “Sebaiknya jangan ke sana,” ujarnya, kata-katanya penuh peringatan. Olivia berbalik dengan tatapan tajam, mengempaskan tangan Simon dari lengannya. “Aku bilang, bukan urusanmu, Simon.” Simon hanya tersenyum miring, tidak berniat menghalau Olivia lebih jauh. Dilepaskannya pergelangan tangan Olivia sambil mengangkat kedua tangan ke atas. “Oke, oke. Lakukan sesukamu. Tapi … Kalau kamu mau lanjutkan yang tadi, aku ada di lantai atas,” ucapnya. Olivia tak mendengarkan, segera meninggalkan pria itu di sana. Dia melangkah hingga mendekati sisi gedung yang sepi. Suara keramaian dari pesta di aula utama tidak mencapai sisi ini. Semakin Olivia melangkah ke area itu, semakin terdengar suara aneh yang menyerupai rintihan dan erangan dari suatu ruangan tertutup. ‘Aneh, apakah di pojok sini, ada orang-orang yang…?’ Mengusir pikiran buruk di kepala, Olivia perlahan melangkah ke asal suara. Suara-suara itu, entah kenapa terdengar familiar. Olivia terdiam dengan kedua mata melebar saat melihat adegan dari balik jendela ruangan yang tertutup. Dia langsung menutup mulut supaya tidak memekik karena terkejut. Air mata langsung menggenang di pelupuk mata Olivia saat melihat Sean tengah bercumbu dengan seorang wanita yang sangat dikenalnya. ‘Jadi, mereka memiliki hubungan di belakang?’ Dia melihat Elsa mendorong Sean dan berdiri di dekat jendela. Saat itu juga, Olivia menyembunyikan diri, tidak ingin tertangkap basah. ‘Ya Tuhan, kenapa rumah tanggaku begini?’ batin Olivia dengan air mata yang semakin deras mengalir. Sedangkan di dalam kamar, Elsa melihat semuanya. Dia tahu ada Olivia di sana, memperhatikan mereka dari balik jendela, tetapi tidak berniat berhenti. Hingga dia melepaskan penyatuan bibir, mengalungkan tangan dan menatap lekat. “Kamu di sini, gak takut kalau Olivia lihat?” tanya Elsa dengan nada menggoda. “Kenapa harus takut?” Sean bertanya sembari mengelus punggung Elsa. “Dia istrimu. Pasti akan marah kalau lihat kita berdua begini,” jawab Elsa. “Aku tidak pernah mencintainya. Jadi, biarkan saja kalau dia marah. Lagi pula dalam hidupku hanya kamu yang paling penting. Kalau bukan karena Kakek, aku juga pasti sudah menceraikannya,” ucap Sean dan kembali mengecup bibir Elsa. Mendengar semua itu, Olivia langsung memejamkan kedua mata, membiarkan air mata yang sejak tadi ditahan meluncur dengan sendirinya. Olivia memeluk hatinya, merasa sakit dengan pengkhianatan Sean. *** Olivia meneguk alkohol di depannya dengan air mata yang terus mengalir. Selama ini, meski dia sering diabaikan, dia tetap menghargai Sean sebagai suami, menjadi istri yang patuh. Dia pikir, suatu saat nanti, Sean akan mencintainya. Sayangnya, dia malah menemukan fakta, ada wanita lain di hati pria itu. Olivia pun bangkit dan melangkahkan kaki. Kepalanya terasa pusing, membuat jalannya sempoyongan. Sampai langkahnya tidak seimbang dan akan jatuh. Namun, disaat yang sama, sebuah tangan kekar menangkapnya. Olivia pun tersenyum melihat wajah yang tidak asing baginya. Hingga perlahan, pria itu menegakkan tubuhnya. Melihat wajah tampan pria itu, Olivia mengulas senyum lebar. “Kamu tampan,” kata Olivia. Jarinya mengelus pelan dada pria itu, melakukan gerakan ringan dan menarik kerah pakaian pria itu. “Kamu mau tidur denganku?” tanya Olivia tepat di depan waja pria itu.“Masuk.”Simon yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaan langsung berhenti ketika mendengar seseorang mengetuk pintu. Manik matanya menatap ke arah pintu yang perlahan terbuka. Hingga dia melihat siapa yang masuk, membuatnya langsung mengukir senyum. Perlahan, dia bangkit dan melangkah pelan.“Aku mau memberikan dokumen yang kamu minta,” kata Olivia sembari menyerahkan map berisi dokumen.Namun, Simon tidak langsung menerima. Dia hanya diam, memperhatikan Olivia yang masih berdiri di depannya. Manik matanya mengamati wanita yang saat ini tengah menunggu tindakannya. Hingga Simon mengulurkan tangan dan melingkar di pinggang Olivia. Dengan tenang, dia menarik pelan dan memangkas jarak yang sempat ada.“Simon, ini di kantor,” ujar Olivia mengingatkan.“Ini kantorku, Sayang. Tidak ada yang bisa masuk tanpa seizinku,” sahut Simon dengan enteng.Memang tidak ada, tetapi kalau ada yang melintas di depan ruangan itu, jelas mereka melihat apa yang sedang mereka lakukan. Olivia sendiri merasa tida
“Bagaimana kondisimu sekarang, Elsa? Apa sudah membaik?” tanya Sean dengan sorot mata cemas.Elsa yang saat itu hanya berbaring langsung menganggukkan kepala. Wajahnya tampak pucat dan lemah. Sejak pagi dia hanya berbaring dan tidak melakukan apapun.“Perutmu juga masih sakit?” tanya Sean.“Hanya sedikit. Tiduran sebentar, nanti juga sembuh,” jawab Elsa.Sean membuang napas lirih. Wajahnya menunjukkan simpati dengan kondisi Elsa saat ini. Setiap kali datang bulan, wanita itu pasti merasakan sakit. Hingga dia membantu Elsa berbaring dan menyelimuti.“Kamu istirahat dulu. Aku buatkan makanan untukmu,” kata Sean kembali.Elsa yang sudah bebaring hanya diam, tetapi saat melihat Sean hendak pergi, Elsa menahannya. Dia menggenggam erat dan menggigit bibir bagian bawah. Wajahnya memelas dengan perasaan tidak karuan. Hingga dering ponsel terdengar, membuat keduanya mengalihkan pandangan.“Siapa?” tanya Elsa saat melihat Sean menatap layar ponsel dengan sorot mata meragu.“Papaku,” jawab Sean,
Olivia menuruni satu per satu anak tangga dengan tenang. Manik matanya menatap sekitar. Rumah itu tampak benar-benar sepi. Padahal biasanya banyak sekali pegawai yang bekerja, tetapi hari ini sepertinya semua sedang mengambil cuti.“Olivia.”Olivia yang mendengar panggilan itu pun langsung mengalihkan pandangan. Melihat sang mama mertua ada di ruang makan, Olivia tersenyum lebar. Kakinya melangkah pelan, menuju ke asal suara.“Kamu mau berangkat bekerja?” tanya Gina dengan suara lembut.Olivia sendiri hanya menganggukkan kepala dan bergumam pelan. Manik matanya menatap ke arah sekitar. Tidak ada Sean. Hanya ada kedua mertuanya yang siap untuk sarapan.‘Jangan-jangan dia belum pulang,’ batin Olivia, tetapi sesaat kemudian dia menghilangkan pikiran tersebut. Dia tidak perlu mengurusi Sean lagi. Pria itu sudah dewasa. Jadi, harus mulai bertanggung jawab untuk urusannya sendiri.“Kalau begitu ayo kita sarapan,” ajak Gina.Tidak mungkin rasanya menolak. Mama mertuanya baru saja pulang dar
“Sean, bisa hari ini kamu jangan pulang? Aku takut kalau perutku sakit lagi. Kamu juga tahu sendiri, kan? Aku tidak memiliki keluarga di sini. Jadi, aku tidak tahu harus minta tolong dengan siapa. Sahabatku juga lagi gak di sini,” kata Elsa dengan wajah memelas.Sean terdiam, tidak langsung menjawab ucapan Elsa. Dia sedang mempertimbangkan keputusannya. Sean tidak mau kalau masalahnya dengan Elsa hari ini sampai ke telinga sang papa. Dia tahu, selama ini papanya sedang mengawasi. Hanya saja, akhir-akhir ini sang papa jauh lebih ketat dari sebelumnya.‘Kalau sampai kau ketahuan ke rumah Elsa, apa ini tidak akan jadi masalah?’ batin Sean dengan meragu.“Sean, kenapa diam saja?” tanya Elsa karena tidak juga mendapat jawaban. Dia pun memegang lengan baju Sean dan menarik pelan.Sean yang awalnya melamun langsung tersadar. Dia menatap ke arah Elsa yang tampak begitu pucat. Ada perasaan tidak tega, tetapi dia juga tidak mungkin melawan sang papa. Dirinya belum sepenuhnya menjadi pewaris. K
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.