Share

5. Ciuman Pertama

Erica mengangkat tangan hendak menampar wajahnya sendiri, tetapi langsung ditahan oleh Leonel. Sontak Erica menatap tajam kepada Leonel.

“Ini bukan mimpi? Aku benar-benar akan menikahi customer killer?!” gumamnya.

Sebuah senyuman manis tampak pada wajah tampan Leonel. Namun, bagi Erica senyuman itu sangat mengerikan. Bagaimana tidak, bisa-bisanya lelaki yang dinikahinya adalah pria arogan seperti Leonel. Ini lebih dari sekadar mimpi buruk.

“Ayo, kita selesaikan prosesi pernikahan kita,” ucap Leonel.

“Anda tahu ini saya?” tanya Erica.

Namun, Leonel tidak menyahut, sebelum Erica berpikir panjang, tangan Leonel sudah membawanya ke altar dan dihadapkan pada pendeta. 

Keduanya mengucap janji suci pernikahan, meskipun Erica sempat tidak fokus karena masih terkejut mengetahui lelaki yang dinikahinya adalah Leonel.

Leonel memasangkan cincin dijari Erica yang kini sudah menjadi istrinya, begitu juga dengan Erica memasangkan cincin di jari Leonel.

Setelah itu, Leonel mengangkat veil yang selama ini menutupi wajah Erica. Wajah cantik itu terekspos dengan sempurna. Leonel menatapnya lembut, mata keduanya saling bertatapan.

Leonel mendekatkan wajahnya, Erica melotot.

“Pak, apa yang aka—”

Sebelum kalimat itu keluar sepenuhnya. Leonel sudah lebih dulu membungkam bibir Erica dengan bibirnya, sontak membuat mata Erica melotot.

‘Kami berciuman? Dia telah merebut ciuman pertamaku!’

Leonel melepaskan ciuman itu, dan menatap Erica tanpa rasa bersalah. Sorak dan tepuk tangan masih terdengar dari kedua keluarga.

Leonel kembali mendekatkan wajahnya kepada Erica, membuat jantung Erica kembali berdebar.

“Tersenyumlah, saya akan menjelaskannya nanti.”

Erica refleks mengangguk. Ia melihat jemari tangannya tersemat cincin pernikahan.

Ia melihat senyuman bahagia orang sekitarnya. Namun, tidak dengan Erica yang merasa dijual kepada seorang Leonel yang tidak lain adalah customer killer yang selama ini dilayaninya.

‘Dari banyaknya pria di dunia ini, kenapa keluargaku harus berhutang kepada pria ini? Kenapa dunia begitu sempit!’

Erica melihat tangannya digenggam oleh Leonel. Karena tidak terbiasa, Erica berusaha melepaskan diri, tetapi Leonel malah semakin menggenggamnya erat.

Hari itu, Erica mendapatkan banyak ucapan selamat dari keluarga dan juga Thomas.

Leonel berbisik pelan kepada Erica.

“Keluarga saya sedang memperhatikan kita. Tersenyum, jika tidak —”

Leonel menatap Erica dengan sorot tajam. Erica meneguk saliva nya. Erica terpaksa mengulas senyum manis di hadapan keluarga Leonel.

Namun, Erica merasa tatapan mereka membuat Erica seperti terintimidasi, belum lagi sikap bibinya yang tidak tahu malu!

“Leo, Mama ingin berbicara denganmu,” panggil salah seorang lelaki yang tidak lain adalah kakak lelakinya.

Leonel menatap Erica.”Saya akan mengenalkan kamu kepada ibu saya,” ucap Leonel menarik tangan Erica ke arah sana.

Kakak perempuannya memberikan ponsel kepada Leonel. Sejak tadi, ibu dan ayahnya menyaksikan pernikahan mereka secara virtual di rumah sakit.

“Ma, bagaimana kabar Mama?” tanya Leonel dengan suara lembut.

Erica terkejut, dan untuk pertama kalinya dia mendengar Leonel berbicara lembut kepada orang tuanya. Erica sedikit gugup di hadapan dengan orang tua dari suaminya, karena terlalu mendadak bagi Erica.

‘Ternyata mamanya sedang sakit! Apa dia juga terpaksa menikahiku?’ tanya Erica dalam hati seraya menatap Leonel.

“Baik. Mama senang, akhirnya kamu menikah. Jadi, ini menantu Mama, cantik sekali.”

Erica tersenyum lebar.

“Terima kasih, Ma. Tapi, Mama jauh lebih cantik,” kata Erica.

“Erica, Mama ingin bertemu denganmu secara langsung. Nanti, setelah honeymoon sering-sering jenguk Mama, ya,” tuturnya.

“Honeymoon?” gumam Erica seraya menatap Leonel terkejut.

“Ma, nanti Leo telepon lagi, ya.”

Leonel menatap Erica dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Lucio menghampiri Erica dengan wajah sedih.

“Kakak,” kata Erica.

Leonel yang saat ini sedang mengobrol dengan paman Erica menoleh ke arah Erica yang saat ini sedang duduk di sebelah adiknya.

“Kenapa kamu sedih seperti ini?”

“Kakak, gara-gara permintaan Bibi dan Paman, Kakak jadi menikahi lelaki tidak dikenal.”

Erica menghela napas seraya memegangi kedua tangan adiknya.

“Mungkin ini sudah jadi takdir Kakak. Kamu tidak perlu sedih, ya. Kakak pasti bisa melewati  ini semua.”

Erica memeluk adik lelakinya. Sebenarnya dia sangat sedih, bagaimanapun separuh dunia telah berubah dan tidak lagi sama.

***

Di sebuah kamar hotel, Erica sedang duduk masih menggunakan gaun pengantin. Dia duduk di sofa, dan tidak tahu harus melakukan apa setelah ini. Dia masih tidak percaya kalau statusnya sudah berubah menjadi seorang istri.

Suara langkah kaki terdengar, Leonel baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu keluar menggunakan handuk piyama menatapnya dingin.

“Besok pagi kita harus mengejar pesawat. Jangan naik ke atas tempat tidur sebelum badanmu bersih,” kata Leonel yang kini pergi berpakaian.

“Baik Pak,” jawabnya dengan suara pelan.

Erica pun menyeret tubuhnya untuk melepaskan gaun pernikahan. Dia pun mandi, dan mengunci pintu kamar mandi. Lalu dia berdiri di depan kaca wastafel.

“Duh, kok aku takut!” ucapnya gelisah.

Bagaimanapun ini adalah malam pertama, dan dia tanpa persiapan sama sekali. Erica juga masih terbayang, karena tadi Leonel menciumnya. Membayangkan itu semua membuat Erica malu! Dan membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

Setelah 30 menit berlalu, dia keluar dan mencari pakaian ganti. Namun, dia tidak menemukannya sama sekali. Yang dia temukan hanyalah satu set lingerie berwarna putih transparan. Dengan pengait dibagian depannya, lingerie ini terlalu mengekspos tubuhnya.

“Duh, bagaimana ini, masa aku pakai ini, sih?!”

Erica masih tidak keluar dari ruangan ganti, Leonel yang berada di atas tempat tidur kini sedang bersandar pada tumpukkan bantal seraya menatap tab.

“Sudah 30 menit, tapi dia belum keluar juga,” gumam Leonel memutar kepalanya ke arah ruangan ganti.

Saat Leonel hendak turun untuk memeriksa Erica, dia melihat Erica keluar masih menggunakan handuk kimono. Dia berjalan dengan langkah menunduk, dan kedua tangan yang dikunci mendekat ke arah tempat tidur.

Sepasang mata dingin kini tengah memperhatikannya. Erica menaikkan pandangannya menatap Leonel dengan perasaan takut dan canggung.

“Kenapa kamu masih memakai handuk?” tegur Leonel dengan suara dingin.

“Aku tidak menemukan pakaianku, dan hanya menemukan baju tidur transparan! Aku tidak mau memakainya,” jawabnya dengan tegas.

Leonel terdiam, dia teringat kakak perempuannya yang mengatakan sudah mempersiapkan keperluan istrinya dengan baik. Alih-alih menjawab, Leonel malah pergi.

Leonel kembali dan menyodorkan pakaiannya kepada Erica tanpa berbicara.

“Terima kasih,” kata Erica yang saat itu juga meraih pakaian itu dari tangan suaminya.

Erica kembali ke ruangan ganti dan memakai kemeja putih milik Leonel. Harum, dan pakaian itu tenggelam di tubuhnya.

“Besar sekali, tapi ini lebih baik dari baju tidur tadi,” gumamnya.

Erica tersenyum, meskipun Leonel terlihat dingin padanya. Dia merasa kalau Leonel sedikit baik.

Erica kembali ke dalam kamar, dan melihat Leonel sudah tertidur dengan posisi tubuh membelakanginya.

“Apa dia sudah tidur?” gumam Erica, melihat lampu sudah berubah menjadi redup.

Dengan jantung berdebar, Erica mendekat ke arah tempat tidur. Dia merasa masih ragu untuk berbagi tempat tidur dengan orang asing, yang merupakan lawan jenisnya. Jujur saja dia takut.

Dengan hati-hati Erica naik ke atas tempat tidur dan takut membangunkan Leonel. Dia pun masuk ke dalam selimut yang sama, meski dibatasi oleh guling. Erica merasa, saat ini punggungnya bersentuhan dengan punggung suaminya dan rasanya sedikit merinding.

‘Tenang Erica, kamu bisa melewati malam ini. Jika dia tiba-tiba melakukan hal aneh-aneh, seperti tadi, kamu tinggal menendangnya saja!’

Erica meringkuk seraya meremas selimut dan terus menariknya hingga Leonel hampir tidak kebagian selimut.

Jantungnya berdebar sangat kencang. Ia tidak mengerti, padahal dia baru saja mandi. Namun, keringat bercucuran. Ia juga merasa kepanasan, dan semakin gelisah karena tidak bisa tidur. Bayangan tadi berciuman membuat Erica semakin tidak bisa tidur.

Leonel merasakan kegelisahan pada diri istri kecilnya itu, dia menoleh ke belakang. Melihat Erica sudah menguasai selimut itu.

“Apa kamu tidak kepanasan?” tanya Leonel.

Kalimat ‘panas’ itu semakin membuat jantungnya berdebar. Dia merasa itu adalah sebuah alarm ketika seorang suami, ingin dilayani. Erica semakin merinding dibuatnya.

“T— tidak kok, saya malah kedinginan,” jawabnya pelan.

Leonel menurunkan suhu ac. Lalu, dia mematikan lampu, dan menarik paksa selimut itu. Erica melotot dan langsung bangun seraya berteriak.”Jangan matikan!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status