Share

6.Pengkhianat Harus Dihukum!

Leonel kembali menyalakan lampu dan menatap Erica yang kini terduduk menatapnya dengan keringat bercucuran.

Mata mereka bertemu, lalu Erica langsung buru-buru masuk ke dalam selimut dengan posisi membelakangi suaminya.

 “Kamu takut gelap, apa kamu yakin tidak kepanasan?” tanya Leonel.

 “Ya!” jawab Erica singkat.

Leonel menatap punggung istrinya. Dia menaikkan sebelah alisnya seraya menghembuskan udara ke atas keningnya.

 ‘Sepertinya yang dia takutkan bukan gelap, tapi aku!’ 

Sebenarnya Leonel juga merasa canggung berbaring di ranjang yang sama dengan orang asing, karena selama ini dia selalu tidur sendirian.

Keduanya juga masih tidak percaya akan menikah secepat ini. Namun, semua ia lakukan untuk membuat ibunya bahagia dan tidak lagi berada dalam kekhawatiran. Mengingat dia sudah mau memasuki kepala empat.

Leonel kembali berbaring seraya menatap langit-langit kamar hotel, sebelum akhirnya dia tertidur dengan posisi tubuh yang sama-sama membelakangi.

Erica membuka matanya, keringatnya terus bercucuran. Namun, dia sama sekali tidak bergerak sedikit pun, ada rasa cemas di dalam hatinya. Dia juga penuh kewaspadaan.

‘Dia sudah tidurkan? Dia tidak akan melakukan hal aneh-aneh tanpa persetujuanku, kan?’ 

Meskipun sudah sah, Erica masih memiliki kecemasan. Bagaimanapun, ini terlalu cepat dan siap tidak siap dia harus bisa melewatinya.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, Erica merasa ada sebuah tangan yang saat ini sedang mengguncangkan tubuhnya.

“Erica, bangun,” ucap Leonel.

Dengan wajah yang masih mengantuk Erica membuka matanya dan menatap Leonel. Rasanya belum lama dia tertidur, dan sekarang sudah kembali dibangunkan.

“Pak, kenapa Bapak ada di kamarku?” tanya Erica linglung seraya mengucek matanya dan menguap.

Leonel menaikkan sebelah alisnya.

“Cepat bangun, saya tidak mau ketinggalan pesawat,” jawab Leonel yang saat itu langsung berdiri membelakangi tubuh Erica.

Erica mengerutkan keningnya. Setelah terdiam sesaat, matanya melotot. Dia langsung mengintip pakaiannya dari dalam selimut.

 “Ah, lupa. Kalau aku sudah menikah!”

 Leonel memutar kepalanya dan melirik Erica dengan tatapan tajam dan terasa dingin.

 “Siap, Pak. Saya akan segera bangun. Tolong beri saya waktu 30 menit,” kata Erica seraya menyingkap selimutnya.

Tatapan Leonel semakin tajam. Erica yang takut akan diomeli suaminya langsung tergesa-gesa memakai sandal hotel.

“Dua puluh menit, Pak!” jawab Erica yang langsung berlari ke kamar mandi.

 “Erica, pakaianmu ada di koper putih.”

 “Oh … terima kasih, Pak.”

Erica langsung mengambil pakaian yang dikatakan Leonel. Namun, dia terkejut bukannya pakaian yang biasa dia kenakan. Ternyata, semua pakaian itu baru dan memiliki brand.

Mereka meninggalkan kamar hotel jam 5 pagi dan langsung berangkat ke airport diantarkan oleh Thomas.

Sepanjang perjalanan ke airport Erica hampir ketiduran. Thomas yang sedang menyetir hanya mengulas senyum tipis. Namun, Leonel hanya berfokus pada tab yang dipegangnya.

Leonel memesan penerbangan first class. Ini pertama kalinya Erica menaiki pesawat, dan berlibur ke luar negeri. 

Setelah lebih dari 17 jam, akhirnya mereka tiba di Osaka International airport pada pagi hari. Semuanya telah diatur oleh Leonel, Leonel juga sudah menyewa kendaraan dan seorang sopir telah menjemput mereka mengantarkannya ke Kyoto.

“Pak, apa kita masih belum sampai?” tanya Erica pelan menatap sepasang mata dingin suaminya.

“Sebentar lagi.”

Perjalanan mereka kurang lebih 1 jam. Dan tiba di sebuah hotel yang cukup terkenal di Kyoto, sebuah hotel mewah dan strategis di pinggiran sungai ‘Kamogawa’.

 “Woah.” Erica takjub dengan keindahan Kyoto.

Leonel menatapnya sinis. Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh staf hotel. Setelah cek in dan lain-lain, Leonel dan Erica diantarkan ke kamar hotel.

Kamar yang mereka tempati tipe suite room nomor 568. Leonel dan Erica masuk ke dalam kamar hotel, Erica menarik kopernya dan berlari kecil melihat ke setiap sudut ruangan yang begitu luas, dengan full fasilitas. Dia terlihat senang.

“Bisakah kamu tidak berlari-lari,” tegur Leonel dengan tatapan dingin.

Erica memutar tubuhnya tersenyum begitu manis pada suaminya.

“Em, ini pertama kalinya aku berlibur ke luar negeri! Maaf, jika aku sedikit udik!”

“Mulai sekarang kamu bisa pergi kemana pun kamu mau, selama kamu patuh dan tunduk kepada saya,” kata Leonel seraya menarik kopernya ke ruangan pakaian.

Erica mengerutkan keningnya.

“Dasar om-om arogan, dingin!” gerutunya pelan.

“Saya bisa mendengar suaramu. Jika kamu ingin memaki, sebaiknya langsung di hadapan saya,” kata Leonel.

Seketika Erica melotot dan menghampiri suaminya.

“T–tidak kok, mana berani saya memaki.”

Leonel tidak menanggapi, dia mengambil koper Erica dan menaruhnya di sebelah kopernya. Di depan mereka ada sepasang yukata untuk mereka gunakan.

Erica berjalan menuju kamar utama, dia melihat tempat tidur mereka. Erica pun tersenyum.

“Hanya ada satu kamar tidur, apa artinya aku dan dia ... akan kembali tidur di kamar yang sama?” gumamnya yang seketika membuat wajah Erica memerah dan malu sendiri.

Kamar yang mereka tempati sangat besar, seberang kanan tempat tidur terdapat sebuah sofa dan jendela besar yang memperlihatkan sungai Kamogawa dan jalanan serta gedung perkotaan.

Leonel menarik pintu di seberang tempat tidur. Itu sebuah ruangan kerja yang terhubung dengan kamarnya, ia pun masuk.

“Erica, kemari,” kata Leonel.

Erica menghampiri suaminya dan melihat Leonel duduk di sebuah sofa. 

Di atas meja terdapat beberapa lembaran kertas. Perasaan Erica berubah menjadi tidak enak. Mata mereka berdua saling menatap, setelah keheningan sesaat. Akhirnya suara Leonel kembali terdengar.

 “Aku ingin kamu menandatangani ini. Dan tidak ada penolakkan,” kata Leonel.

“Apa ini?” tanya Erica dengan suara pelan yang kini sudah meraih lembaran kertas di hadapannya.

Leonel memilih tidak menjawab. Erica terkejut dan kembali menatap Leonel.

“Perjanjian pernikahan?!”

Leonel mangut pelan. Erica kembali membaca perjanjian itu, terkejut dengan poin-poin yang dituliskan oleh Leonel. 

Ternyata Leonel sudah menyiapkan semua ini. 

“Kamu ingin menjadikan pernikahan ini sebagai pernikahan kontrak?” tanya Erica dengan sorot mata teduh.

Sepasang mata dingin itu, menatapnya dengan angkuh. Kepalanya sedikit dimiringkan.

“Kamu pikir saya menikahimu karena cinta? Kita baru bertemu beberapa kali di restoran. Saya yakin kamu cukup pintar,” kata Leonel.

“Lalu, kenapa Bapak mau menikahiku?” tanya Erica.

Tatapannya masih tegas dan terasa semakin dingin.

“Jangan lupa, kalau kamu sudah dijual oleh keluargamu sebagai pelunas hutang. Selain itu kamu adalah kandidat yang sedikit cocok untuk dijadikan istri sementara saya.”

Erica menurunkan pandangannya, dia sadar diri. Dia dan Leonel bagai langit dan bumi. Sekarang dia tahu, kalau ini adalah penjelasan yang dikatakan Leonel saat hari pernikahan.

“Jika aku tidak mau menandatangani perjanjian ini, punishment apa yang akan aku dapatkan?”

Leonel tersenyum kecil.”Saya bisa melakukan apa saja yang membuat keluargamu rugi. Tapi, jika kamu patuh, kamu akan mendapatkan keuntungan seperti yang tertulis dalam perjanjian pernikahan.”

Erica menatap lekat suaminya. Karena Erica masih diam, jadi Leonel melanjutkan perkataannya.

“Dan kamu bisa melanjutkan kuliah kedokteran di luar negeri. Hanya syaratnya kamu harus melahirkan anak saya. Kita akan bercerai di waktu yang telah ditentukan. Anak-anak akan ikut dengan saya, kamu bisa melanjutkan karir mu. Pikirkan keuntungan yang akan kamu dapatkan dari saya.”

Melayani Leonel dan melahirkan anak, memang itu sudah menjadi kewajibannya. Tapi, menjadi janda di usia muda, membuat Erica mempertimbangkannya kembali.

‘Banyak maunya. Dia kira hamil, melahirkan itu mudah apa?’

Wajah Erica berubah menjadi kecut.

“Kamu tidak mau? Saya dengar adikmu sudah menunggak hampir satu tahun di sekolah. Apa kamu tidak takut adikmu dikeluarkan dari sekolah?”

Karena sudah seperti ini, Erica tidak memiliki pilihan selain mengajukan syarat juga.

“Aku akan menandatanganinya, tapi aku juga mengajukan tambahan poin tertentu,” kata Erica dan langsung mengambil balpoint dan menuliskan beberapa poin di bawahnya. 

Erica meminta hutang keluarganya dianggap lunas. Dan ingin adiknya dipindahkan ke sekolah lebih bagus dan tinggal di asrama, Erica juga meminta Leonel membiayai pendidikan adiknya sampai kuliah nanti. Dan memfasilitasi Erica dan adiknya.

Erica juga meminta jika mereka memiliki anak nanti, dalam satu minggu Leonel harus membagi waktu itu untuk Erica bersama dengan anaknya. Dan harus adil, tidak boleh melarang Erica menemuinya.

Erica juga ingin tetap bekerja. Keduanya sepakat menyembunyikan pernikahan mereka dari publik

“Setuju.”

“Semudah itu?”

Leonel mengangguk pelan.”Sisanya kamu harus melakukan tugasmu sebagai seorang istri. Dan jika salah satu diantara kita melanggar perjanjian maka pihak tertentu tidak akan mendapatkan apapun!” ucap Leonel dengan tatapan dingin.”Karena pengkhianat harus dihukum!” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status