“K-kak,” balas Lavira pelan.Rahang Avram semakin mengeras melihat keadaan Lavira jauh dari kata baik-baik saja. Dadanya bergemuruh, antara amarah dan rasa bersalah. Dia merasa bersalah karena tak berhasil melindungi Lavira, sampai membuat sang istri terluka begitu parah. Dia terlambat dan hal itu semakin membuat Avram merasa marah kepada dirinya sendiri.“Aku minta maaf,” lirih Avram menahan gemuruh di dalam dadanya.“Kakak tidak salah,” jawab Lavira mencoba terlihat biasa. Meski tadi jiwa Lavira sempat berubah mejadi dingin dan tajam. Akan tetapi, ketika melihat wajah Avram, Lavira si polos kembali seperti semula, mudah senyum dan begitu menenangkan.“Kamu tidak baik-baik saja, kita harus ke rumah sakit sekarang. Rino sedang menyiapkan mobil, kamu tenanglah. Aku akan membuat mereka mambayar semuanya, mereka akan mati di tanganku sendiri,” ucap Avram khawatir, terdengan mendesis di ujung kalimatnya.“Tidak, Kak.”“Aku tak akan mendengarkan kata-katamu untuk kali ini, Vira. Mereka ...
Avram melangkah cepat membawa tubuh Lavira ke dalam salah satu ruangan operasi rumah sakit. Dia memang langsung membawa tubuh Lavira ke rumah sakit. Sekarang lorong rumah sakti itu terdengar bising oleh suara langkah kaki Avram bersama para pengawal Dakasa yang membuat semua orang merasa ngeri. “Tangani istri saya, cepat!” teriak Avram langsung membawa tubuh Lavira ke dalam ruangan operasi. Beberapa dokter dan para perawat sempat terkejut melihat kedatangan Avram yang begitu tiba-tiba. Mereka langsung mengambil peralatan dan membiarkan Avram menidurkan tubuh Lavira di atas ranjang. Lavira sendiri sekarang sedang memejamkan matanya merasa sudah terlalu kelelahan dengan rasa sakit memenuhi sekujur tubuhnya. “M-mohon tunggu di luar dulu, Tuan,” ucap seorang dokter kepada Avram. “Kenapa saya harus menunggu di luar? Saya akan menemani istri saya di sini,” balas Avram dingin. Seluruh dokter dan perawat yang mendengar itu terdiam. Mereka saling tatap dengan wajah ragu dan bingung. Meliha
Setelah selesai dari ruangan gawat darurat. Lavira masih belum sadarkan diri, dan itu dijelaskan jika efek bius. Mendengar hal tersebut membuat Avram sudah cukup lebih tenang. Melihat bagaimana keadaan sang istri yang sudah ditangani dan diberi obat.Avram memutuskan untuk kembali ke gedung tua di mana tempat Lavira disekap tadi. Sembari menunggu Lavira sadarkan diri dari bius dokter. Avram ingin membalaskan semua hal yang didapatkan Lavira kepada si pelaku. Dia jamin sekarang Marni dan Joana masih di sana menerima pukulan atau balasan dari bawahan Avram, sesuai perintah pria itu.“Anda akan lama di sini, Tuan?” tanya Rino kepada Avram yang baru keluar dari mobil.“Tak lama, peringatkan aku dengan waktu Lavira sadar. Sebelum istriku sadar, aku sudah harus berada di sana,” jawab Avram sambil melangkah masuk ke dalam gedung tua itu.Semakin masuk, suara erangan dan teriakan minta ampun mulai menyapa indera pendengaran Avram. Pria itu menatap dingin dua manusia yang kini sedang bergelung
“Kurang ajar! Bagaimana mungkin gagal?” geram Siara setelah mendapatkan laporan dari salah satu mata-matanya.“Kenapa, Ma?” tanya Feria penasaran.“Rencana mereka gagal,” jawab Siara merasa sangat geram dan marah saat ini.“Apa? Jadi perempuan kurang ajar itu belum mati?” tanya Feria dengan mata melotot tak terima.Siara mengusap wajah sambil menghempaskan pantatnya ke atas ranjang. “Iya, mereka gagal membunuh Lavira kerena Avram sudah lebih dulu tiba di sana,” ucap Siara kesal.“Avram datang? Jadi dia keluar tadi benar-benar karena masalah ini?” geram Feria merasa marah dan tak terima mendengar berita ini.“Iya, seperti dugaan Mama. Avram bela-belakan keluar dari kandang, setelah selama ini selalu berkurung di lantai lima mansion. Dia keluar hanya untuk perempuan itu, dia turun tangan sendiri hanya untuk perempuan itu. Semakin jelas sekarang, jika Avram benar-benar menganggapnya sespesial itu. Ini tidak bisa dibiarkan, ini semakin tak aman untuk kita,” tutur Siara merasa marah dan j
“Ah, bukan, Tuan. Ini berbeda dan lain, bukan karena efek obat ataupun efek bius. Jadi sebenarnya istri Anda sedang masuk angin, Tuan. Sepertinya ini karena Nyonya tidak makan siang, bahkan sekarang sudah jam tujuh malam. Dia terlambat mengisi perut, sehingga asam lambungnya naik,” terang dokter tersebut.Avram menghela napas pelan mendengar kalimat dokter. Dia menatap Lavira yang nampak lelah karena sedari tadi merasa tak nyaman dengan perutnya. Memang, jika asam lambung naik, hal serba tak enak akan dirasakan di bagian perut, salah satunya mual, bahkan terkadang suka membuat perut terasa melilit.“Beri istri saya obat itu, dia nampak tak nyaman. Bahkan setiap ada makanan yang masuk ke dalam perutnya, selalu saja mual. Bagaimana dia bisa makan kalau begitu?” ucap Avram kepada dokter tersebut.“Iya, Tuan. Kami akan langsung menyuntikkan obatnya ke bius Nyonya Dakasa. Untuk makanan, saya sarankan jangan bawa makanan luar dulu ya, Tuan. Takutnya nanti asam lambung Nyonya semakin parah,
“Apa kamu sekarang sedang menyindirku? Kamu juga masuk rumah sakit ini karena kelalaianku dalam menjaga istri. Tidak becus, padahal selama ini aku terkenal dengan orang gila yang gila darah. Tetapi istri sendiri malah tak dijaga baik-baik, sampa harus berakhir di sini,” celoteh Avram cukup panjang, meski masih terdengar tak bernada. Lavira melotot mendengar kalimat tersebut. Dia menggeleng cepat tak sependapat dengan Avram. Dia pun merasa bersalah karena kalimatnya Avram seakan merasa tersinggung. “Maaf, Kak. Bukan maksud aku menyinggung, Kakak. Tapi ini semua bukan salah, Kakak. Sedari dulu mereka memang sudah seperti itu kepadaku, melakukan hal semena-mena. Meski tak bersama Kakak pun, mereka pasti tetap akan melakukan hal seperti ini kepadaku. Bukan salah, Kakak,” ucap Lavira merasa tak enak karena Avram seakan tersinggung dengan kalimatnya tadi. Avram menatap Lavira yang baru saja bersuara. Sejujurnya Avram tak tersinggung, dia mengatakan itu karena memang merasa sendiri sebagai
“Kenapa kalian berdua seperti orang tak bersemangat begitu? Wajah pucat, pada sakit?” ucap Fero menatap Siara dan Feria heran.Baru pulang ke mansion di malam hari, dia menemukan ibu dan adiknya di ruangan tamu dengan wajah berbeda-beda. Jika Siara nampak diam dengan wajah tegang dan terlihat berpikir keras. Berbeda dengan Feria yang terlihat cemberut, seakan menahan kesal.“What happen?” sambung Fero sok berbahasa Inggris, padahal aslinya sangat gagu dengan bahasa tersebut.“Cih, tidak usah sok-sok’an berbahasa Inggris, Bang. Nanti orang sahut pakai bahasa yang sama malah linglung,” ejek Feria.Fero menatap Feria dengan wajah santainya. Dia duduk di ruangan tamu dan menatap dua perempuan berbeda usia itu dengan wajah bertanya. “Intinya kalian kenapa?” tanya Fero lagi.“Mereka ga ....”“Feria,” tegur Siara menatap putrinya tajam.Melihat itu Fero merasa heran dan semakin penasaran. Feria pun mendengkus sambil menghentikan niatnya untuk berbicara. Sedari tadi diam dengan rasa kesal, Fe
Avram langsung keluar dari dalam mobil. Dia menahan seorang pengawal yang berniat membukakan pintu mobil untuk sang istri. Sekitar empat hari di rumah sakit, selama itu Avram tak pernah pulang. Dia menemani Lavira di dalam ruangan inap tanpa bergerak sedikit pun dari sana.Sampai sekarang mereka sudah kembali ke mansion. Avram langsung mengambil alih pintu mobil Lavira dan membukakannya untuk sang istri. Lavira tersenyum kikuk kepada Avram yang terlihat begitu memperlakukannya manis akhir-akhir ini. Entah dapat pengetahuan dan pembelajaran dari mana, sampai Avram begitu terlihat pro dalam memanjakan istri.Rino, pria itu ada pelakunya. Lebih tepatnya guru dari pada guru untuk seorang Avram Dakasa. Terbukti, sekarang Rino sedang tersenyum senang melihat sang atasan membuka pintu untuk Lavira. “Yah, setidaknya hasil kerja lemburku untuk mengumpulkan artikel hubungan romantis itu tak sia-sia. Dia semakin hari ada kemajuan, meski ... wajahnya masih datar bak tembok,” ucap Rino di dalam ha